Lapangan hijau yang sangat luas sepanjang mata memandang, dihiasi dengan beberapa pohon rindang dan bukit-bukit kecil. Di salah satu bukitnya, ada dua gundukan yang dilapisi marmer mahal dengan warna abu-abu cemerlang. Pada masing-masing dari dua gundukan itu, tertuliskan nama orang yang berbaring di bawah sana, sebagai tempat peristirahatan terakhir mereka. Ranesha membersihkan rerumputan liar yang masih bersisa sedikit, ia juga mengusap penuh sayang debu yang menempel pada marmer-marmernya. Bunga yang perempuan itu bawa tadi ia letakkan satu-satu pada dua kuburuan itu. “Helena Seibert, Damian Seibert,” eja Ranesha pada dua nama yang tertulis di sana. Wajahnya mendadak muram. “Apa … kalian tahu kalau Ranesha yang kalian kenal sudah tiada? Makasudku, aku bukan Ranesha yang kalian kenal, dia … hilang. Aku juga tidak tahu ke mana, tapi sekarang jiwaku menempati tubuh Ranesha ini,” raca
Baca selengkapnya