Beranda / Urban / DOWN UNDER DOWN / Bab 81 - Bab 90

Semua Bab DOWN UNDER DOWN: Bab 81 - Bab 90

157 Bab

Kedewasaan

Gusti menyerah. Pemuda di depannya, sama keras kepala dengan dirinya. Pria muda itu selalu memiliki jawaban yang tepat dari setiap pertanyaan yang disampaikannya. Entah karena ia sedang tidak dalam kondisi optimal atau memang nalar yang disampaikan pria idaman anak perempuannya itu memang begitu adanya.Sefti sendiri sudah melarang Gusti untuk bertemu dengan pemuda yang dikaguminya selama ini. Namun Gusti tetap ngotot. Apalagi setelah diketahui jika calon menantunya itu memiliki jiwa pemberontak.Bagi Gusti, tak ada masalah antara anak pemberontak atau pahlawan negara. Karena hidup seseorang ditentukan oleh takdirnya sendiri. Atas dasar itu, Gusti menemui Haidar.Gusti ingin mengetes pria muda itu tentang sejauh mana ia mencintai anak perempuan satu satunya itu.“Baiklah kalau begitu. Malam ini cukup di sini. Kita akan berjumpa lagi lain waktu. Mungkin aku akan memakai baju tentara nanti. Kuharap kau tidak trauma atau pingsan,” ujar Gusti samb
Baca selengkapnya

Titik Kejelasan

Akhir 2017 HARI hari berlalu dengan cepat. Semangat Haidar untuk melanjutkan studi ke Australia belum menemui titik kejelasan. Sejumlah program beasiswa yang diajukannya menuai hasil yang kurang mengembirakan. Ia mengajukan program beasiswa ke LPSDM Aceh. Namun syarat dengan waktu yang ditetapkan terlalu mepet. Ia akhirnya dipaksa menyerah dengan keadaan yang terjadi. Pimpinan di lembaga itu meminta Haidar untuk memperoleh rekomendasi dari sejumlah orang yang tak dikenalnya. “Mungkin beasiswa itu bukan untuk kita, San. Meskipun kini yang berkuasa adalah orang-orang seperti ayahku dulu, namun aku tak mengenal satupun petinggi itu sekarang,” keluh Haidar saat menikmati angin malam di depan kos usai pulang bekerja. Saat itu, ada Insani yang menemaninya ngopi bersama. “Kalau bukan untuk orang-orang sepertimu, lantas untuk siapa?” tanya Insani kemudian. Haidar terdiam. Seusai meninggal ayahnya, ia mencoba untuk tidak mengeluh dalam
Baca selengkapnya

Pola Berbeda

BAGI Haidar, ada pola perjuangan yang berbeda jauh antara masa konflik dengan seusai damai. Semuanya bermuara pada komitmen dan daya tahan barisan local terhadap taktik yang sedang berjalan. Namun, satu hal yang pasti, semua hal tersebut hanya soal waktu untuk kembali ke siklus awal. Pemerintah pusat sendiri tak akan percaya 100 persen dengan komitmen yang disampaikan mantan pimpinan gerakan Aceh merdeka. Mereka sedang bermain catur untuk setidak gerakan yang dilakukan pasukan nanggroe. Ketika uang sudah pada tahap kepentingan urgen, maka disitulah fase akhir dari perubahan siklus itu sendiri. Dari ego local, orang-orang di Aceh akan kembali nasionalis. Termasuk mereka yang mengaku para pejuang itu sendiri. Sama seperti masa lalu, perjuangan Aceh akan selalu kandas jika dihadapkan dengan persoalan uang. Kemudian kesenjangan social akan tumbuh serta berakhir dengan gerakan baru yang lebih dahsyat. Gerakan baru akan dipimpin oleh mereka yang kec
Baca selengkapnya

Besok Mungkin

MEMASUKI akhir 2017, beasiswa yang diharapkan oleh Haidar tak kunjung diperoleh. Semua jalur pemerintah yang ditempuh oleh Haidar akhirnya kandas di tengah jalan. Keadaan ini membuat jadwal keberangkatan Haidar di 2018 terancam gagal dan bergeser hingga pertengahan 2019. Haidar sendiri mulai memasang alternatif kedua. Alternatif tersebut adalah ia tetap mendaftar meski tidak ada beasiswa. “Aku harus menyimpan uang untuk semester pertama dan kedua. Kemudian untuk tahun kedua, aku akan bekerja apapun guna bertahan,” gumam Haidar dalam hati sambil memasang target. Untuk mencapai target ini, Haidar mulai kembali mengambil beberapa pekerjaan sekaligus agar bisa menabung. Pagi hari, ia mengajar di salah satu sekolah swasta di seputaran Banda Aceh. Siang harinya membantu Bang Ilham di bengkel yang berada di Darussalam dan sore hingga malam dihabiskan waktu di Warkop Pinggir Kali dengan jualan burger. Haidar yakin bahwa perjuangan panjangnya tersebut
Baca selengkapnya

Tampil Kuat

Bireuen, awal 2000 SAKDIAH tertunduk lesu. Ia masih mengenakan mukena yang dibeli almarhum suaminya beberapa tahun lalu. Seperti hari-hari biasanya, ia terbiasa bersimpuh usai salat malam. Saat warga lain terbuai dengan mimpi, ia bangun untuk bersujud pada sang pencipta. Mencurahkan isi hatinya kepada sang pencipta. Setahun lebih Teungku Fiah meninggalkannya untuk selama-lamanya, ternyata kehidupan Sakdiah tak lebih baik. Ujian demi ujian kehidupan dilaluinya dengan sabar dan tawakal. Namun ia yakin bahwa semua ujian hidup yang dilaluinya selama ini pasti akan mencapai titik akhir. Tuhan tak akan selamanya memberikan ujian kepada dirinya. Ia yakin bahwa kesulitan hidupnya akan segera selesai. Ia hanya perlu bersabar dan bekerja lebih giat hari demi hari. Minimal, ia harus tampil kuat di depan anaknya yang masih kecil. Ya, anaknya yang masih hidup dan satu-satunya peninggalan sang suami yang membuatnya bertahan selama ini.
Baca selengkapnya

Doa 1

MATA Sakdiah tiba tiba terserang rasa kantuk yang luar biasa. Tubuhnya tersungkur dalam sajadah lusung miliknya. Entah berapa jam ia tertidur di sana. Kemudian ada tangan kecil yang tiba-tiba melingkar di pinggangnya. Ada malaikat kecil yang seolah memberinya kehangatan yang luar biasa. Kekuatan untuk melawan dinginnya angin malam serta membuatnya nyaman meski cuma tidur dengan alas sajadah tipis. Saat matanya terbuka. Anaknya Haidar, tertidur di sisinya. Padahal, sebelumnya bocah itu tertidur di atas ranjang kecil yang dimiliki mereka. Sakdiah memandang bocah itu dengan seksama. Ia tidak mau membangunkan anaknya itu. Wajahnya itu lumayan ganteng untuk bocah seumurannya. Namun ia telah melalui hari-hari kelam dan penderitaan yang tiada ujung. Hati Sakdiah tersentuh ketika melihat anaknya itu. Ia belum mampu memberikan kebahagian bagi satu-satunya harta berharga yang dimilikinya kini. Harta yang tidak akan ditukarnya dengan apapun di dunia ini.
Baca selengkapnya

Warung Makan

SAKDIAH memulai hari pukul 05.30 WIB. Ia solat Shubuh serta dilanjutkan dengan memasak untuk dirinya dan Haidar. Aktivitas berlanjut dengan mengantar sang anak bersekolah. Sekolah tersebut tak jauh dari tempat kerjanya agar ia mudah antar jemput serta memantau aktifitas Haidar. Ia tak lagi mengeluh. Apalagi ketika ia mengetahui bahwa curhatnya ketika salat malam ternyata turut didengar oleh sang anak saban malam. Ia telah berjanji pada Haidar untuk tak lagi menangis serta mengeluh atas kekurangan yang mereka rasakan selama ini. “Aku harus tegar agar anakku tidak tumbuh dengan perasaan minder dan kekurangan,” gumam Sakdiah. Apalagi Sakdiah juga sadar bahwa banyak keluarga yang mengalami nasib lebih buruk darinya selama konflik Aceh. Ada juga banyak keluarga yang menjadi korban konflik serta tak makan berhari-hari. Belum lagi, banyak lelaki yang harus keluar dari Aceh agar tak menjadi korban penembakan salah sasaran. Selama konflik, pere
Baca selengkapnya

Tumbang

SAKDIAH tumbang usai mencuci piring. Ia terjatuh dan tak sadarkan diri. Untung kepalanya tak terbentur dengan tembok warung. Rukaiyah yang berada di dekatnya terlihat panik. Ia segera memanggil suaminya dan beberapa pekerja lainnya untuk mengantar Sakdiah ke Pukesmas terdekat. Buyung sendiri bertindak sigap. Ia segera menyalakan mobil dan meluncur ke Puskesmas Bireuen. Sakdiah sendiri baru sadar setelah beberapa jam dirawat. Ia divonis menderita lambung kronis. Namun itu baru dugaan awal. Perawat di Puskesmas setempat meminta Buyung untuk memeriksa Sakdiah ke RS yang memiliki alat lebih lengkap. Namun ketika informasi tadi disampaikan ke Sakdiah, wanita itu justru terdiam dan kemudian bersikap santai. “Sudah tak perlu dibesar-besarkan. Mungkin aku cuma kelelahan akibat kurang tidur,” ujarnya kepada Buyung. Tapi Buyung sendiri sudah menganggap Sakdiah sebagai keluarganya. Ia tak percaya 100 persen dengan apa yang disampaikan oleh wanita
Baca selengkapnya

Sudah Tenang

DUA hari menjalani perawatan di Pukesmas Bireuen, Buyung kemudian memboyong Sakdiah ke RSUZA Banda Aceh. Tujuannya, wanita itu mendapat perawatan yang lebih baik. Buyung tak peduli meski Sakdiah menolak dengan sejumlah alasan. Mereka berangkat di akhir pekan menuju Banda Aceh. Buyung bahkan memboyong Rukaiyah, Haidar dan Dara dalam rombongan. Buyung berharap keberadaan Haidar di sisi Sakdiah, bisa membuat wanita itu cepat sembuh. Jika Sakdiah harus menjalani perawatan lebih lama, maka Rukaiyah dan Dara akan kembali lebih cepat ke Bireuen. Tinggal dirinya bersama Haidar untuk menjaga Sakdiah di RSUZA Banda Aceh. Rukaiyah dan Buyung sudah sepakat untuk menjaga Sakdiah bergilir selama perawatan. Wanita tua itu sudah dianggap sebagai keluarganya. Sayangnya, tiba di RSUZA, Sakdiah malah diagnosa mengalami komplikasi. Luka dalamnya dalam tahap serius. “Proses pengobatannya lebih lama pak. Kemungkinan sembuh seperti sediakala juga kecil,” ujar dokter
Baca selengkapnya

Adopsi

BUYUNG benar-benar menjalankan komitmennya untuk menjaga Haidar selepas ditinggal Sakdiah untuk selamanya. Ia menganggap Haidar seperti anak laki-lakinya sendiri. Apalagi, selama ini, ia hanya memiliki seorang anak perempuan yang usianya tak jauh terpaut dari Haidar. Ia juga memberi perhatian untuk Haidar sama seperti anaknya sendiri. Bahkan kadang-kadang, Haidar mendapat prioritas utama darinya, dibandingkan anaknya sendiri. Sikap ini kadang menimbul protes dari Dara, anak perempuan satu-satunya itu. “Ayah lebih sayang sama Haidar dibanding Dara. Apa yang dibutuhkannya selalu dituruti. Sedangkan permintaan Dara ditunda selalu,” protes anaknya Dara suatu ketika. “Selama ada Haidar, Dara dinomorduakan.” Terkait hal ini, Buyung mencoba menasehati anaknya tersebut secara halus. Ia tidak mau timbul kecemburuan antara Dara dan Haidar. Ia khawatir kondisi ini membuat Haidar serba salah dan kemudian tidak betah tinggal bersamanya. Padahal, ia dan Ruk
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
16
DMCA.com Protection Status