TEUNGKU Fiah terdiam mendengar perkataan Ridwan. Ia tak pernah menyesali pilihan hidup yang ditempuhnya selama ini. Hanya saja, ia telah melihat kematian dari orang-orang yang tak bersalah. Ada teungku-teungku dayah di Matang yang harus menuai ajal. Ada Ruslan yang juga ditembak oleh pria misterius. Meskipun TNI, Ruslan selama ini sangat dekat dengan gerilyawan Aceh. Kemudian ada juga Budi, almarhum anaknya. Ia yakin, ada banyak kematian tiap hari di Aceh. Ada yang terungkap dan terabaikan begitu saja. “Aku tak pernah ragu dengan perjuangan Aceh. Kita pantas untuk merdeka. Minimal jika kita melihat prilaku pusat terhadap kita selama ini. Hanya saja, perjuangan ini telah banyak mengorbankan anak bangsa. Darah yang mengalir di negeri ini sudah terlalu banyak,” kata Teungku Fiah. Teungku Fiah kemudian terdiam. Ia seperti mencari-cari kalimat yang tepat untuk diungkapkan. “Di sini lain, TNI yang kita musuhi itu juga mayoritas beragama Islam. Kita
続きを読む