Semua Bab Istri Lima Belas Ribu: Bab 341 - Bab 350

608 Bab

Part 44

Hari Minggu, seperti biasa, Agung sudah bersiap untuk mengikuti kajian. Dengan memakai sarung dan baju koko berwarna putih serta peci hitam, lelaki itu sudah berdiri di pinggir jalan saat sebuah sepeda motor yang ia kenal berhenti tepat di depannya."Mas," sapa Sesil yang kelihatan pucat wajahnya. "Mau kemana? Kenapa pakai baju seperti itu?" tanyanya lagi."Aku mau--" Ucapan Agung menggantung."Apa ini sebabnya kamu menjauh dari aku?" tanya Sesil lagi. Agung hanya menunduk."Mas aku mau bilang kalau ...." Sesil berhenti berbicara."Aku permisi, sudah terlambat." Agung yang sudah membelokkan motor, menarik tuas gas dengan kencang. Meninggalkan Sesil seorang diri yang menangis sesenggukan.Selesai kajian, Agung tidak sengaja berpapasan dengan Anti di halaman masjid ketika sudah sepi. Ini adalah kali pertama mereka berjumpa setelah pria itu mantap berhijrah.Ada raut kaget yang terpancar dari wajah Anti. Melihat sosok di hadapannya telah
Baca selengkapnya

Part 45

"Nadia, ya?" tanya Agung memastikan. Gadis remaja itu mengangguk ketakutan."Saya salah apa ya, Pak?" tanya Nadia cemas. Agung melempar senyum."Tidak ada yang salah. Oh iya, perkenalkan. Saya ini polisi yang menangani kasus kecelakaan kamu," ujar Agung memperkenalkan diri."Apakah kasusnya diperpanjang, Pak?" tanya Nadia masih terlihat takut."Oh, tidak. Bapak hanya ingin berbincang saja dengan kamu. Ada hal yang harus Bapak sampaikan sama Nadia," jawab Agung pelan.Bapak? Hati Agung merasakan banyak keanehan terjadi setelah mengenal Anti. Kapan dirinya mulai merasa tua? Padahal sebelumnya, tidak pernah sama sekali berpikir memposisikan diri menjadi lelaki dewasa di hadapan anak seusia Nadia.Bagi Agung, perempuan semua sama. Kecuali anak kecil. Karena nyatanya, sebelum menjalin hubungan dengan Sesil, dirinya memiliki seorang kekasih yang duduk di bangku SMA. Dan perangainya jauh dengan Nadia. Pacarnya dulu terlihat dewasa. Berdandan ala wa
Baca selengkapnya

Part 46

"Terus, kamu tahu kondisi kamu kritis saat itu?" tanya Agung lagi.Lagi, Nadia mengangguk."Terus apa yang diceritakan lagi?""Mbah bilang, Ayah mencarikan orang buat jadi pendonor darah. Karena termasuk dalam golongan langka, Ayah sampai mencari ke temannya yang berada di kabupaten lain.""Ayah sama ibu tiri Nadia tidak mengatakan sesuatu?"Nadia menggeleng. Terlihat sekali kesehatannya belum terlalu pulih. Hal itu membuat Agung ragu untuk mengatakan yang sebenarnya terjadi. Namun, hal itu harus ia lakukan karena ingin menebus kesalahan terhadap Anti. "Nadia, orang yang kamu tabrak menuntut kamu dengan tuntutan yang berat. Kamu hampir terlibat kasus hukum. Laporannya sudah dibuat dan saya yang menangani kasus itu. Yang bolak-balik ke kantor polisi dan sampai memohon pada keluarga orang itu adalah, ibu kamu." Nadia menatap tidak percaya pada Agung."Jangan berbohong! Anda pasti orang yang disuruh Ibu untuk mengarang ceri
Baca selengkapnya

Part 47

Erina tidak menjawab pertanyaan dari anak tirinya. Membuat Nadia yakin bahwa apa yang diceritakan polisi barusan adalah benar."Tidak usah dijawab. Ayo kita pulang," ajak Nadia pada Erina. Perempuan yang mengendarai motor matic berwarna putih itu diam dan hanya bisa menurut.Sepanjang perjalanan, keduanya saling membisu. Hingga tak terasa, motor yang mereka tumpangi telah sampai di halaman rumah.Dengan langkah cepat, Nadia masuk dan segera menuju kamarnya. Menguncinya dari dalam dan tidak membukakan pintu untuk siapapun yang mengetuk.Bayangan sang ibu yang berjalan dengan pincang, berusaha membebaskannya dari tuntutan menari-nari di pelupuk mata."Kenapa harus aku ya, Allah," lirih Nadia di tengah isak tangis.Menjelang Maghrib, Nadia baru beranjak. Itupun karena ingin ke kamar mandi."Nadia," panggil Saroh saat gadis itu terlihat berjalan melewati dirinya yang sedang menghangatkan makanan di atas kompor.Nadia hanya melirik
Baca selengkapnya

Part 48

Esok harinya Nadia berpamitan pada Erina bila siangnya tidak mau dijemput. Ada yang akan dia lakukan secara sembunyi-sembunyi dengan mengajak sahabatnya.Dan benar saja, usai jam sekolah selesai, Nadia meminta diantar ke alamat yang diberikan Agung kemarin. Dengan bermodalkan ingatan nama desa beserta RT dan RW-nya, gadis itu berangkat mencari rumah orang yang ia tabrak saat kecelakaan demi mendapatkan keterangan yang valid.Sesampainya di sana, yang ia temui pertama kali adalah Darko dengan keadaan belum bisa berjalan karena patah tulang yang dialami saat tertabrak Nadia.Gadis itu diam karena bingung hendak berkata apa. Berdiri di teras dengan keadaan bingung. Hingga tidak berapa lama, anak perempuan Darko keluar dan mempersilahkan masuk."Saya yang waktu itu nabrak bapaknya Mbak," ujar Nadia gugup."Oh, anaknya Bu Anti, ya?" tanya Imah ramah. Nadia menjawab dengan anggukan."Maaf, Mbak, mau tanya. Apa benar Mbak dan keluarga dulu pernah m
Baca selengkapnya

Part 49

Kedua ibu dan anak itu masih berpelukan. Anti seakan kehilangan suara untuk berkata-kata. Mereka memilih menikmati suasana haru yang tercipta.“Nadia!” Hingga sebuah suara yang berasal dari ibu Anti membuat mereka merenggangkan pelukan.“Mbah,” sapa Nadia pada wanita yang dulu semasa bayinya selalu menjaga kala Anti berangkat kerja.Nadia berbalik memeluk neneknya. Pertemuan haru terjadi pada keluarga itu setelah melewati puluhan purnama tidak berjumpa.Mereka bertiga beriringan masuk rumah sederhana milik orang tua Anti. Saking bahagianya, mantan istri Tohir itu sampai mengeluarkan semua makanan dan isi kulkas demi menjamu tamu spesialnya.“Kamu ke sini naik apa, Nad?” tanya Anti sambil memperhatikan Nadia akan buah. Mulutnya terlihat penuh oleh kunyahan. Gadis itu merasa lahap makan di rumah ibunya.“Naik motor Zulfa, Bu ....”“Motornya dimana sekarang?”“Aku parkir di
Baca selengkapnya

Part 50

Bukan sebuah perkara yang mudah untuk dapat melupakan hal itu. Karena luka tidak akan sembuh dalam waktu seketika.“Ibu telah membuangnya dulu saat dia lahir. Semua itu Ibu lakukan karena Ibu ingin kembali hidup dan membina keluarga dengan ayah kamu. Ibu sangat membenci anak itu sejak lahir. Jangankan menyentuh, bahkan melihat wajahnyapun tidak. Ibu merasa bersalah sama kamu bila harus menyayanginya. Jadi, Ibu buang dia. Ibu campakkan dan menyerahkan semuanya sama ayahnya, Mas Agam,” terang Anti. Netranya berkaca-kaca. Rasa sakit kembali hadir, membayangkan Bilal bayi yang hadir ke dunia dengan sejuta kesedihan.“Lalu foto ini? Dan kemana dia pergi? Apa yang terjadi saat dia baru lahir, Bu?” Nadia bertanya banyak. Membuat Anti terpaksa membuka luka lama dengan menceritakan detail yang terjadi dua tahun lebih silam.Nadia sesenggukan mendengar kisah pilu yang dialami Bilal. Tanpa sadar, tangannya menarik pigura ke dalam dekapannya. Memeluk
Baca selengkapnya

Bagian 51

Di rumah Tohir terjadi perdebatan antara dirinya dengan sang ibu. Saroh menyalahkan anaknya yang tidak bisa membawa Nadia pulang. Dengan sumpah serapah yang kasar, wanita itu mengutuk Anti. Mantan menantu yang dibencinya.“Kamu kenapa sih, Tohir? Tidak mau menyeret Nadia pulang?” ketus Saroh kesal.“Nadia bukan anak yang kecil yang bisa digendong, Bu. Dia menginginkan di rumah Anti maka aku tidak bisa memaksa,”“Wanita itu akan memberikan pengaruh buruk buat anakmu, Tohir!”“Bukankah selama ini, Ibu yang sudah memberikan pengaruh buruk buat dia? Bukankah Ibu yang menjadikan Nadia sebagai pembenci?” protes Tohir tidak kalah kesal.“Tohir, hentikan omong kosong kamu! Ibu ingin yang terbaik buat Nadia.”“Nyatanya, Nadia merasa tersiksa, Bu. Dia sudah besar, bisa memutuskan segala hal tidak hareus sesuai dengan keinginan Ibu.”“Erina! Apa kamu sudah mengatakan y
Baca selengkapnya

Bagian 52

“Mas, ini aku Anti. Jemputlah Nadia untuk pulang ke rumah kamu beberapa hari. Tolong bagaimanapu caranya, kamu buat agar Ibu kamu tidak marah-marah lagi sama dia. Kasihan. Dan satu lagi, berhentilah memberikan tekanan batin dengan doktrinan kotor. Aku ikhlas menerima, tapi sepertinya Nadia terganggu akan hal itu. Perkembangan mentalnya belum cukup siap untuk mendapatkan hal semacam itu,” ucap Anti setelah mendengar Tohir mengucapkan salam.“Baik, aku minta maaf atas nama Ibu, ya?”“Tidak perlu, Mas. Aku sudah terbiasa. Dan satu lagi, ijinkan Nadia bila ingin menginap di sini. Buatlah kebebasan pada dia untuk memilih dengan siapa dia akan tinggal,” ujara Anti lalu berpamitan untuk menutup telepon.Selepas Maghrib, Tohir benar-benar datang menjemput anaknya. Saat itu, Nadia sedang diajak bapak Anti membeli martabak kesukaannya di perempatan jalan depan. Sehingga, membuat kedua insan yang pernah tinggal bersama itu melewati waktu
Baca selengkapnya

Bagian 53

"Ibu, apa yang Ibu pikirkan saat aku berkata kasar sama Ibu?" tanya Nadia suatu malam saat mereka he dak tidur.Anti membalikkan badan, menatap anak gadis yang wajahnya tertutup anak rambut."Tidak!" jawabnya tulus."Kenapa Ibu tidak marah?""Karena kesalahan Ibu lebih besar sama Nadia." Jawaban yang disampaikan Anti membuatnya tidak bisa berkata lagi. Rasa bersalah kian hadir dalam hati. Melihat ketulusan wanita yang telah melahirkannya."Ibu tidak ingin tahu, kenapa aku berubah?" tanya Nadia lagi."Kenapa?" Anti balik bertanya."Karena seseorang datang menemui aku untuk memberitahu semua kebenaran yang terjadi ketika aku sakit. Ayah dan Mbah sudah membohongi aku tentang semuanya. Lalu, orang itu datang untuk menjelaskan." Kening Anti mengerut, mencoba menebak dalam hati siapa orang itu. Namun, tidak berhasil."Siapa?""Pak Polsi. Dia datang ke sekolah aku. Memberitahu semuanya. Aku pulang dan tanya sama orang rumah, ta
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
3334353637
...
61
DMCA.com Protection Status