Beranda / CEO / Istri Kedua CEO / Bab 111 - Bab 120

Semua Bab Istri Kedua CEO: Bab 111 - Bab 120

227 Bab

111. Sentuh Aku!

"Kamar yang terbatas tentu saja membuat kita kesulitan untuk mengatur barang yang diinginkan. Apa lagi bagi orang tua yang menginginkan menaruh meja belajar di dalam kamar anak mereka. Untuk itu perusahaan kami ingin meluncurkan meja belajar portable untuk anak-anak." Alvaro menekan remote untuk mengganti slide power point. Pada layar LCD seketika muncul desain meja belajar portable khusus untuk anak-anak yang akan diproduksi oleh Perusahaan Dinata. "Kami sengaja memilih bahan metal agar kuat dan tidak mudah patah. Selain itu bahan metal juga tidak mudah berkarat." Sudah menyelam di dunia bisnis selama kurang lebih tujuh tahun membuat Alvaro begitu tenang dan lugas saat mempresentasikan produk terbarunya. Dia memang terkenal memiliki tangan dingin dalam memimpin perusahaan. "Untuk menarik perhatian anak-anak, kami
Baca selengkapnya

112. Four Season

Alvaro tidak pernah bosan memandangi Cara yang tertidur lelap di dalam dekapannya. Wajah gadis itu terlihat begitu polos dan apa adanya. Seperti bayi. Sangat menggemaskan.Alvaro pikir, dia tidak akan bisa jatuh cinta lagi setelah menikah dengan Angela. Namun, Cara perlahan-lahan menghapus nama Angela dari hatinya sejak gadis itu masuk ke dalam ke hidupannya. Dia bahkan sudah tidak peduli lagi pada Angela karena yang ada di pikirannya sekarang hanya Cara, Cara, dan Cara. Apa lagi gadis itu sedang mengandung buah hatinya sekarang.Padahal Alvaro sudah berusaha keras menahan diri agar tidak jatuh hati pada Cara. Namun, sekeras apa pun dia berusaha, perasannya malah semakin sulit untuk dikendalikan. Dia tidak bisa lagi menahan perasaannya karena sudah telanjur jatuh hati terlalu dalam pada Cara.Gadis itu selalu bisa membuat perasaannya nyaman dan merasa tenang. Alvaro seolah-olah menemukan rumah dal
Baca selengkapnya

113. Gadis Manja

Alvaro ingin melepaskan Cara dari dekapan karena ponselnya yang ada di dalam saku celana bergetar. Namun, gadis itu malah memeluknya semakin erat. Seolah-olah enggan melepaskannya dari dekapan.Entah kenapa Cara hari ini ingin terus memeluk Alvaro dan berada di dekat lelaki itu."Sayang, lepas dulu, ya? Aku mau menerima telepon, nih."Cara mengerucutkan bibir kesal. "Nggak mau, nerima telepon kayak gini kan, bisa."Alvaro terkekeh geli melihat tingkah Cara yang begitu manja pagi ini. Gadis itu benar-benar menggemaskan, seperti anak kucing. Dia mengecup puncak kepala Cara sekilas sebelum menerima telepon dari Gabriella."Ya, Gab?" ucapnya.'Selamat pagi, Mr. Alvaro. Saya hanya ingin mengingatkan kalau jam sepuluh pagi nanti Anda ada rapat penting. Saya harap Anda untuk segera datang ke kantor. Cukup sekian terima gaji.' Gabriella langsung memutus sambungan teleponnya setela
Baca selengkapnya

114. Penelepon Misterius

Minggu ini saham Perusahaan Dinata naik sepuluh persen. Para investor merasa sangat puas dan tidak menyesal sudah menanam modal pada perusahaan yang didirikan oleh ayah Alvaro tersebut. Perusahaan Dinata sekarang bahkan semakin berjaya sejak dipimpin oleh Alvaro. Alvaro mengempaskan tubuhnya di kursi setelah selesai memimpin rapat dengan para petinggi perusahaan. Untung saja dia masih sedikit mengerti materi yang dibahas pada rapat jam sepuluh tadi, jika tidak para investor pasti ragu untuk mempertahankan saham mereka di perusahannya. "Gabriella, jangan lupa kirimkan laporan rapat tadi padaku secepatnya." "Baik, Mr. Alvaro." Gabriella mengangguk patuh. "Apa lagi jadwalku setelah ini?" Gabriella pun membuka buku agenda Alvaro. "Anda ada janji makan siang dengan pemimpin Alex Coorporation. Setelah itu meninjau pembangunan mall sekaligus arena bermain bagi anak-anak di jalan Sudirman sam
Baca selengkapnya

115. Hai, Kakak Cantik

Napas Jafier tercekat, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak selama beberapa saat. Tanpa sadar dia menahan napas mendengar suara gadis yang selama ini dia rindukan. Suara Caramell.'Maaf, Anda siapa, ya? Kalau ada hal penting yang ingin Anda sampaikan tolong jangan diam saja.'Kedua tangan Jafier tanpa sadar mengepal kuat hingga buku-buku jari tangannya gemetar. Detak jantungnya semakin berdentam-dendam di dalam rongga dada. Begitu liar, riuh, dan tidak terkendali. Napasnya tersengal. Suara itu terdengar sangat merdu di telinganya. Melumpuhkan seluruh syaraf di dalam tubuhnya. Dia amat sangat merindukan Cara.'Saya akan menutup teleponnya kalau Anda tetap tidak mau bicara.'Jafier tidak menyahut. Kedua matanya terlihat berkaca-kaca, rahang pun mengatup rapat menaha
Baca selengkapnya

116. Kontraksi

"Mommy-nya Dio tadi bilang apa saja sama kamu?" Cara dan Alvaro sekarang sedang berada di restoran ayam cepat saji karena Cara tiba-tiba saja ingin makan ayam goreng tepung. Padahal Cara sudah banyak membeli jajajan saat berda di taman. "Kak Alexandra tadi nanyain kabar aku," jawab Cara seraya mengambil sepotong paha ayam goreng lalu mencelupkannya ke saos sebelum dimakan. "Hanya itu?" Alvaro menatap Cara dengan lekat karena mustahil jika Alexandra hanya menanyakan kabar. Cara menyedot Ice Latte Brulee-nya sebelum menjawab pertanyaan Alvaro. "Kak Alexandra memintaku untuk tinggal kembali di mansion keluarga Mahendra." Alvaro terenyak, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak selama beberapa saat mendengar jawaban yang keluar dari bibir mungil Cara. Dia benar-benar tidak menyangka kakak sepupu Jafier itu meminta Cara untuk kembali ke mansion keluarga Mahendra. Apa gad
Baca selengkapnya

117. My Baby Is Coming

Alvaro mengemudikan Mercedes Benz G65 miliknya sedikit kencang menuju rumah sakit. Sebelum pergi dia menyempatkan diri untuk menelepon dokter yang akan membantu proses persalinan Cara. "Kamu tenang ya, Sayang. Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit," ucapnya sambil mengecup jemari Cara sekilas. Dia berusaha keras agar tetap terlihat tenang meskipun sekarang sedang dilanda panik luar biasa. Cara tanpa sadar meremas tangan Alvaro dengan erat karena perutnya semakin terasa sakit. Padahal waktu tempuh dari rumah ke rumah sakit hanya empat puluh lima menit. Namun, entah kenapa Cara merasa waktu perjalanan kali ini sangat lama karena bayi di dalam perutnya terus saja bergerak. Seolah-olah merangkak mencari jalan keluar. "Sshh ...." Cara merintih. Alvaro pun menambah laju kecepatan mobilnya agar cepat tiba di rumah sakit karena tidak tega melihat Cara merintih kesakitan. Lima be
Baca selengkapnya

118. Mellodia Embun Dinata

Bayi cantik itu bernama Mellodia Embun Dinata. Alvaro sengaja memberi nama Mellodia agar anak perempuannya itu kelak tumbuh menjadi gadis yang cerdas, pemberani, percaya diri, dan juga setia. Dia menambahkan nama Embun di tengah karena Mello datang pada saat yang tepat. Bayi mungil itu seolah-olah memberi kesejukan dan kedamaian pada keluarga kecilnya seperti embun yang membasahi daun-daun dan rumput di pagi hari. "Kamu setuju kan, kalau anak kita diberi nama Mellodia Embun Dinata?" "Em ...." Cara terlihat berpikir. "Mellodia? Apa nama itu gabungan dari nama kita, Roo?" Kening Alvaro berkerut dalam mendengar ucapan Cara barusan. "Gabungan gimana?" tanyanya tidak mengerti. "Mell, diambil dari Caramell. Sedangkan Odia diambil dari nama panjangmu, Alvaro Dinata. Lalu digabung menjadi Mellodia. Bukankah seperti itu?" Mulut Alvaro menganga lebar. Dia tidak berpikir sampai
Baca selengkapnya

119. Mr. Hyper Sex!

"Siapa?" tanya Felix penasaran karena Alvaro memilih mengabaikan panggilan yang masuk di ponselnya. "Bukan siapa-siapa." Alvaro menjawab pertanyaan Felix seraya memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celana. Namun, tidak beberapa lama kemudian ponselnya kembali bergetar, akan tetapi Alvaro memilih mengabaikannya. Dia lebih memilih memandangai wajah sang buah hati yang sedang tertidur lelap dalam gendongan Felix. Mello terlihat sangat lucu dan menggemaskan, membuatnya tidak pernah merasa bosan memandangi wajah malaikat kecilnya itu. "Bagaimana rasanya menjadi seorang ayah, Al?" Entah kenapa Felix tiba-tiba ingin memiliki seorang bayi setelah melihat Alvaro memiliki seorang putri yang cantik seperti Mello. "Rasanya tidak bisa dijabarkan. Tapi yang jelas aku amat sangat bahagia," jawab Alvaro sambil mengecup pipi Mello dengan penuh sayang. Aroma minyak telon bercampur dengan parfum b
Baca selengkapnya

120. Dilema

Felix sontak berhenti melangkah karena tanpa sengaja melihat Alvaro duduk termenung sendirian di taman rumah sakit. Tanpa berpikir panjang dia pun bergegas menghampiri sahabatnya itu. "Heh! Melamun terus!" "Akh ...!" Alvaro memekik karena Felix memukul bahunya lumayan keras. "Sakit, Bodoh!" sengitnya dengan mata melotot. Namun, Felix malah terkekeh tanpa dosa. "Melamun terus. Kesambet setan penunggu rumah sakit baru tahu rasa!" ucapnya sambil mendudukkan diri tepat di samping Alvaro. Alvaro malah menyeringai. "Aku nggak mungkin kesambet karena setannya takut sama aku." Felix menghela napas panjang. "Iya, betul. Kau memang lebih menyeramkan dari pada setan." "K-kau?" Alvaro sontak melotot. Rasanya dia ingin sekali memukul kepala Felik karena sudah membuatnya kesal. Namun, sahabatnya itu bisa menghindari pukulannya dan lagi-lagi malah tertawa tanpa dosa.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
23
DMCA.com Protection Status