Felix sontak berhenti melangkah karena tanpa sengaja melihat Alvaro duduk termenung sendirian di taman rumah sakit. Tanpa berpikir panjang dia pun bergegas menghampiri sahabatnya itu.
"Heh! Melamun terus!"
"Akh ...!" Alvaro memekik karena Felix memukul bahunya lumayan keras. "Sakit, Bodoh!" sengitnya dengan mata melotot.
Namun, Felix malah terkekeh tanpa dosa. "Melamun terus. Kesambet setan penunggu rumah sakit baru tahu rasa!" ucapnya sambil mendudukkan diri tepat di samping Alvaro.
Alvaro malah menyeringai. "Aku nggak mungkin kesambet karena setannya takut sama aku."
Felix menghela napas panjang. "Iya, betul. Kau memang lebih menyeramkan dari pada setan."
"K-kau?" Alvaro sontak melotot. Rasanya dia ingin sekali memukul kepala Felik karena sudah membuatnya kesal. Namun, sahabatnya itu bisa menghindari pukulannya dan lagi-lagi malah tertawa tanpa dosa.
Selamat datang Oktober. Hari ini Alvaro, Caramell, dan Mello datang lagi. Ikuti terus kisah mereka, ya. Terima kasih 💚 Salam hangat, ~ Aeris Park
"Bunga ini ditaruh di mana, Nyonya?" tanya seorang pelayan yang bekerja di mansion keluarga Mahendra pada Shela."Tolong kamu tarus di sana." Shela menunjuk sebuah meja kecil yang berada tepat di samping piano yang sering Jafier mainkan sejak kecil.Pelayan wanita itu pun bergegas menaruh bunga tersebut di atas meja yang Shela tunjuk.Beberapa pelayan yang bekerja di mansion keluarga Mahendra terlihat sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing karena keluarga Mahendra akan mengadakan acara reuni kecil-kecilan. Ada yang menyiapkan hidangan, membersihkan rumah dan halaman depan, serta menghias ruangan agar terlihat lebih menarik dan membuat tamu yang datang tidak akan merasa bosan mengikuti acara yang selalu digelar tiap enam bulan sekali oleh kakek Jafier tersebut.Para pelayan mengerjakan pekerjaan rumah dengan cekatan karena sudah paham dengan tugas masing-masing.Shela beranjak ke dapur
Jafier mengemudikan Audy R8 miliknya dengan perasaan berbunga-bunga. Beban di kedua pundaknya seolah-olah terangkat setelah sang ibu memberi dukungan pada dirinya agar semangat mendekati Cara. Sekarang tidak akan ada lagi orang yang bisa menghalanginya untuk bersatu dengan gadis itu. Sekali pun itu kakeknya. Jafier merasa sangat menyesal kenapa dulu begitu tergesa-gesa pergi meninggalkan Cara. Seharusnya dia memastikan dulu kebenarannya sebelum memutuskan untuk pergi. Namun, percuma saja dia menyesali semuanya karena dia tidak akan bisa kembali ke masa lalu untuk memperbaiki kesalahannya. Lebih baik sekarang dia berusaha mendekati Cara agar kembali jatuh ke dalam pelukannya. Lagi pula dia sangat yakin jika gadis itu masih memiliki perasaan yang sama pada dirinya. Jafier menurunkan kaca mobilnya lalu mengeluarkan s
Tubuh Cara menegang, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak mendengar ucapan Jafier barusan. Lelaki itu pasti bebohong. Iya, pasti. "Aku berkata sungguh-sungguh, Caramell." Cara masih bertahan di posisinya. Sementara Alvaro tidak tahu harus berkata apa. Dia benar-benar terkejut mendengar ucapan Jafier barusan, sama seperti Cara. Apa benar jika Jafier dan Cara bukan saudara kandung? "Anda jangan main-main, Mr. Mahendra? Saya sudah cukup sabar menghadapi Anda. Jadi, stop! Jangan pernah mengganggu istri saya lagi." Alvaro ingin pergi meninggalkan Jafier, tapi langkahnya tertahan karena mantan kekasih Cara itu kembali bicara. "Aku tidak berbohong, Caramell," ucap Jafier mengabaikan ancaman Alvaro. "Selama ini Kakek telah berbohong padaku karena dia tidak suka aku menjalin hubungan denganmu. Aku merasa sangat bodoh karena percaya deng
Alvaro berdiri mematung dengan mata mengerjab-ngerjab dan jantung yang berdetak hebat karena terkejut dengan apa yang Cara lakukan barusan.Sedikit pun dia tidak pernah menyangka Cara tiba-tiba mengecup bibirnya. Rasanya sungguh gila dan membuat jantungnya berdebar-debar.Rasa panas sontak menjalari wajah Alvaro meninggalkan semburat merah di kedua pipinya, bahkan merambat hingga ke telinganya.Debaran jantungnya semakin tidak jelas karena Cara menatapnya begitu lekat. Gadis itu seolah-olah magnet yang berhasil menarik seluruh perhatiannya hingga membuatnya tidak mampu melihat ke arah lain.Ini benar-benar gila.Sepertinya Alvaro telah jatuh hati terlalu dalam pada gadis polos dan ceroboh seperti Cara."Aku mencintaimu, Roo," bisik Cara terdengar merdu di telinganya.Seharusnya Alvaro merasa bahagia. Namun, dia hanya diam, menatap Cara dengan pandangan yan
"Apa aku tidak memiliki kesempatan sama sekali, Caramell?" Jafier menatap Cara dengan penuh harap.Cara menggeleng tegas. Lagi pula dia tidak ingin memberi Jafier harapan palsu karena di hatinya hanya ada nama Alvaro."Caraemell, aku mohon ....""Sudah tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi, kan?"Jafier menggeleng padahal dia masih ingin berbicara dengan Cara dan memandangi wajah gadis itu lebih lama."Kalau begitu pulanglah." Cara ingin beranjak ke kamar karena sudah meninggalkan Mello terlalu lama, tapi Jafier malah mencekal pergelangan tangannya."Untukmu." Jafier memberikan seikat bunga mawar putih yang dibawanya ke Cara.Cara cepat-cepat melepas tangannya dari genggaman Jafier. "Terima kasih, tapi kamu tidak perlu memberiku bunga, Jafier," tolaknya."Apa kamu tidak menyukainya?" Kening Jafier berkerut dalam karena Cara menolak bung
Dentuman musik terdengar keras di setiap sudut kelab malam yang paling terkenal di Ibu Kota. Baik laki-laki mau pun perempuan terlihat asyik meliuk-liukkan tubuh mereka di atas lantai dansa. Mereka menari seperti orang kehilangan akal untuk sekadar mencari hiburan atau pun melepas penat. "Beri aku minuman lagi." Seorang lelaki berkemeja biru kembali memesan segelas cocktail. Padahal dia sudah nyaris kehilangan kesadaran karena terlalu banyak minum. Malam ini Jafier pergi ke kelab malam karena ingin berhenti sejenak memikirkan Cara. Namun, gadis itu enggan enyah dari dalam pikirannya. Setiap sudut di pikirannya dipenuhi Cara, Cara, dan Cara. Sialan! "Cepat buatkan minumanku!" geramnya membuat seorang pemuda yang berdiri di belakang meja bartender terlonjak kaget. "Tapi, Anda sudah terlalu banyak mium." "Jangan banyak bicara dan buatkan saja minumanku!" sengit Jafier t
"Kau menyanggupi permintaanku kan, Jafier?" Brian menatap sang sahabat dengan lekat. Semoga saja Jafier tidak melakukan cara kotor untuk mendapatkan Caramell kembali.Jafier menarik napas pajang, sedetik kemudian dia menganggukkan kepala."Iya, aku menyanggupi permintaanmu," jawabnya membuat Brian sontak mengembuskan napas lega.***Semilir angin menerobos masuk ke dalam kamar yang didominasi cat berwarna abu-abu itu. Menerbangkan tirai-tirai halus yang menggantung di jendela.Alvaro bergerak gelisah di atas tempat tidurnya. Rasanya seperti ada seseorang yang mengecupi wajahnya. Mulai dari mata, kening, pipi, bahkan bibirnya.Alvaro pun mencoba untuk membuka kedua matanya walau terasa berat. Namun, ra
"Pak, tolong naikkan bunga-bunga ini kembali ke mobil."" ... ""Pak, saya mohon. Bawa bunga-bunga ini kembali."Orang-orang tersebut tidak ada memedulikan ucapan Cara. Mereka terus menurunkan bunga dari mobil pick up tersebut hingga membuat ruang tamu, teras, bahkan halaman rumah Alvaro penuh dengan bunga."Argh!" Cara mengacak-acak rambutnya dengan asal untuk melampiaskan kekesalan karena rumah Alvaro sekarang benar-benar mirip dengan toko bunga milik Danica."Tu-tunggu. Apa lagi ini?" Cara terlihat panik karena sebuah mobil pick up yang membawa aneka jenis bunga kembali memasuki halaman. Tidak lama kemudian seorang lelaki yang Cara taksir berusia sekitar empat puluh tahun turun dari mobil tersebut lantas berjalan menghampirinya."Apa Anda, Nona Caramell?""Ya." Cara mengangguk kaku."Ada kiriman bunga untuk Anda." Kurir tersebut mengulu