Beranda / CEO / Nafsu Bejat CEO / Bab 71 - Bab 80

Semua Bab Nafsu Bejat CEO: Bab 71 - Bab 80

120 Bab

71. Fay Merengek

Fay berjalan melewati koridor. Ia usap kasar air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Ia mendesis tajam, "Aku tidak akan menyerah, Jack. Aku harus membuatmu jatuh cinta padaku."Kaki Fay menghentikan langkahnya, seakan tertancap di atas lantai, mematung karena apa yang dilihatnya itu. "Max..." Seolah-olah Fay mendapatkan sebuah pertolongan di waktu yang tepat, ia segera bergegas menggerakkan kakinya kembali menyamperi Max yang terlihat diam berdiri seraya melihat ke luar jendela.Max menelengkan kepalanya ke samping, mendapati Fay yang berjalan ke arahnya. Ia lalu tersenyum tipis. "Fay, kau dari ruangan Jack?" tanyanya pelan."Iya. Kau tahu dari mana?" Fay menoleh ke belakang dan kembali menatap Max. "Dari arah jalanku?" tambahnya seraya tersenyum malu."Yups..." Max mengangguk mengiyakan. Ia berdiri di samping dinding. Diselipkannya kedua tangan di saku celana. "Memangnya tujuannya apa lagi kau ke sini, selain untuk menemui Jack?" kekehn
Baca selengkapnya

72. Penyebab Impotent Yang Sebenarnya

"Sepertinya aku harus pulang sekarang, Fay." Elle berderap pelan ketika sudah mendapatkan persetujuan Fay dengan sebuah anggukan.Fay kembali menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ia meraba miliknya yang telah basah. Padahal ia sudah sering melihat pria telanjang, namun ketika ia membayangkan tubuh eksotis Jack tanpa dibalut oleh apapun, membuat Fay menegang kembali. "Sebelum aku melakukannya bersama Jack, aku harus berlatih. Setidaknya aku bisa mengimbangi permainan Jack," gumam Fay bermonolog sendiri. Ia lalu menelepon seorang pria, dan menyuruh pria itu pergi ke apartemennya. Fay akan menyewanya untuk hari ini.Tak lama kemudian seseorang membunyikan bel apartemen Fay. Perempuan itu segera beranjak dari sofa dengan memakai kemeja putih panjang tanpa dalaman sehingga lekuk tubuhnya tercetak jelas."Nice. Kau datang lebih cepat dari dugaanku." Fay membuka pintunya lebar, mempersilakan si pria untuk masuk."Kenapa kau baru memanggilku sek
Baca selengkapnya

73. Max Bertemu Olivia

Fay terbangun ketika tirai jendela di kamarnya menyingkap pemandangan gelap di luar sana. Ia meraba tubuhnya yang masih telanjang. Fay tadi terlalu semangat ketika pria sewaannya menggaulinya. Ia sampai kelelahan dan tertidur. Tangannya yang meraba tubuhnya berhenti ketika menyentuh sesuatu yang empuk. Ia lalu menyibak selimutnya. Sial! Pria sewaannya ternyata tertidur di sampingnya, dan milik pria itu masih tertancap sempurna di lubangnya.Pelan-pelan Fay menarik kejantanan si pria dari miliknya, membuat si pria terkesiap. "Sudah malam. Kau pulanglah," ujar Fay berhasil melepaskan batang itu dari kewanitaannya.Si pria mengulas senyum. "Bukankah lebih baik aku bermalam di sini sekalian. Kita masih belum mempraktikkan pose lain. Aku akan memberikanmu diskon, bagaimana?""Penawaran yang bagus. Tapi, aku sudah lelah, dan sebaiknya kau pulang sekarang. Aku ingin tidur." Fay melepas selimut dari tubuhnya. Ia berpijak pada lantai dan melengg
Baca selengkapnya

74. Aku Meminta Maaf, Jack

"Jika ada yang ingin kau benci. Aku orangnya dan bukan Jack. Ini semua karena keegoisanku, Max." Olivia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Air mata meluruh dari celah jari-jarinya.Max tak sampai hati membiarkan Olivia menangis sesengukan sambil terus berdiri, mengundang perhatian pengunjung lain ke arahnya.Max kemudian menyuruh Olivia duduk untuk menenangkan diri dulu. Selanjutnya ia akan menyuruh perempuan itu menceritakan semuanya.Max tak berkata-kata. Ia hanya menepuk pundak Olivia pelan, agar perempuan berhenti menangis.Tak perlu cukup lama menunggu, kini Olivia sudah bisa menenangkan diri."Maafkan aku, Max." Olivia menarik napas panjang."Kau bisa menceritakan semuanya jika kau sudah tenang," ujar Max datar."Aku sudah lebih tenang, Max. Aku akan menceritakan semuanya di sini." Olivia menarik napasnya lagi lalu ia keluarkan dengan kasar."Kapan kau kembali ke sini?" tanya Max dingin."Kemarin, Max. Sebenarny
Baca selengkapnya

75. Ini Kesalahanku

"Olivia..." Suara Jack memelan, seakan direndam oleh udara dingin di sekitarnya. Ia mencengkeram jaketnya erat. Tatapannya lumpuh melihat Olivia yang sudah bersama dengan Max."Jack," panggil Max segera beranjak dari tempat duduknya."Olivia, jelaskan kenapa dia malah ada di sini bersamamu?" tanya Jack kepada perempuan yang masih terduduk di kursi dengan suara calang."Olivia sudah menceritakan semuanya, Jack." Max berdiri di depan Jack. "Maafkan aku.""Aku tidak menyuruhmu bicara, Max. Dan kenapa kau meminta maaf, huh?" decak Jack geram."Kau mau bicara atau tidak, Olivia? Jika tidak, aku pulang saja. Waktuku terbuang sia-sia di sini," tambah Jack yang kesabarannya sudah habis sejak melihat wajah kakaknya itu, ia merasa muak."Jack, duduklah sebentar. Biar semuanya jelas, sebelum aku pergi." Olivia menepuk bagian sampingnya. Dengan tatapan sendu, ia berharap Jack akan menurutinya kali ini. Untuk kali ini saja, sebelum Olivia mengakhiri pert
Baca selengkapnya

76. Sebuah Pernyataan Cinta

"Aku mencintaimu, Jack. Sangat-sangat mencintaimu." Zeta menangkup wajah Jack, mencium dagu pria itu. "Aku juga mencintaimu, Zeta," balas Jack melingkarkan kedua tangannya di pinggang ramping Zeta. Zeta tersenyum lembut, ia mencium dagu Jack lagi, lalu beralih ke bibir pria itu. "Apa kau mau menikah denganku, Zeta? Aku akan berusaha untuk terus membahagiakanmu. Aku akan melamarmu secepatnya, setelah aku bisa menyelesaikan semua masalahku. Apa kau mau menunggunya, Zeta?" tanya Jack dengan suara pelan namun tegas, menyakinkan Zeta. "Aku mau. Aku akan menunggumu, Jack," jawab Zeta membuat senyuman Jack semakin lebar. "Terima kasih karena kau mau menungguku," ucap Jack mendekatkan wajahnya kepada Zeta. Ia cium lagi bibir penuh milik perempuan itu. Melumatnya. *** "Aku akan menikahi Zeta, Aiden," tukas Jack kepada pria yang berdiri di sampingnya—baru meletakkan dokumen di meja Jack. "Jika Anda akan menikahi Nona Zeta
Baca selengkapnya

77. Jack Terlalu Protektif

Aiden pada akhirnya memilih untuk membawa serta Jack ketika ia pergi mengunjungi rumah lamanya yang ada di perbatasan Kota Chicago.Kini Aiden dan Jack duduk tenang di dalam ruangan. Aiden beradaptasi dengan cepat sebagai sekretaris baru Jack. Ia mengerjakan tugasnya dengan sangat baik. Itu semua tak lepas dari kerja kerasnya dan tuntunan Jack yang membuatnya semakin cakap. Ia sangat bersyukur, sekarang ia bisa berubah. Tak seperti pemuda lemah penuh luka di sepuluh tahun yang lalu."Aiden, kau melamun ya? Aku panggil sedari tadi kau tak menyahut," tukas Jack menyentak Aiden dari lamunan."Maaf, Tuan..." Aiden mengerjap cepat. Ia lalu melepaskan napas berat dengan perlahan. "Aku menyuruhmu untuk nanti singgah di rumahku sebentar. Ada yang ingin aku sampaikan padamu." Jack beranjak mengatur dokumen di depannya hingga tertumpuk rapi. Ia lalu berkata kembali, "Setelah ini siapkan rapat umum pemegang saham. Ada yang harus aku diskusikan dengan mereka. A
Baca selengkapnya

78. Janji Untuk Selalu Bahagia

Jack meninggalkan Zeta dengan Aiden untuk sementara. Ia sedang berada di kamarnya ditemani sebuah laptop. Ia akan mengambil tindakan atas kesimpulan rapat umum pemegang saham tadi.Sementara, Aiden dan Zeta terduduk di ruang utama, sama-sama menunggu Jack. Keduanya terdiam, dan segera diliputi keheningan yang menyesakkan."Eumm... Aiden," panggil Zeta memecah keheningan yang ada. Ia arahkan pandangan ke wajah Aiden. Sudah berkali-kali ia mengobrol bersama Aiden, tapi ketika tinggal berdua seperti ini rasanya sangat canggung, sampai-sampai Zeta tak tahu apa yang akan ia katakan setelah ini. Semua kalimat seakan menguap, menghilang dari dalam otaknya."Iya, Nona, " jawab Aiden sopan. Kini perhatiannya beralih kepada Zeta, yang awalnya terpaku pada meja di depannya."Eummm...""Iya, Nona.""Aiden, tidak bisakah kau tak memotong ucapanku," ketus Zeta memasang wajah kesal, nyatanya ia hanya ingin menggoda Aiden."Maaf, Nona. Saya kira tadi
Baca selengkapnya

79. Kepedulianmu Membuatku Terbebani

"Memangnya boleh?" Max mengerjap tak percaya dengan ucapan Zeta. Perempuan itu dengan enteng berbicara kalau ia bisa mengajaknya pergi ke luar. Memang semudah itu? Max bisa melewati gerbang rumah Jack saja sudah sangat beruntung.Zeta mengangguk yakin. "Aku sudah diizinkan oleh Jack.""Jack mengizinkanmu bertemu denganku?" tanya Max lagi. Ini benar-benar mustahil. Bagaimana mungkin Jack yang sangat sadis kepadanya memperbolehkan perempuan yang disukai pergi bersamanya?"Iya. Kalau sebentar boleh kok." Zeta menarik Max ke arah mobil yang terparkir di luar gerbang rumah Jack."Baiklah." Max pasrah dan membuka pintu mobil untuk Zeta, selanjutnya ia turut masuk lewat pintu yang lain. Ia duduk di bangku kemudi, samping Zeta.Selagi Max dan Zeta pergi ke kafetaria terdekat. Jack sedang terusik dengan pemikiran-pemikiran tentang apa yang dilakukan Zeta bersama Max. Mungkinkah akan ada sesuatu yang terjadi di antara mereka berdua?Jack tanpa sadar m
Baca selengkapnya

80. Pertemuan Pertama Jack dan Aiden

Zeta duduk di sofa ruang tamu, menanti kepulangan Jack. Ia tadi sore sudah mandi dan sudah berdandan tipis-tipis untuk menyambut Jack.Tangan Zeta terus menggulir layar ponsel, membaca artikel tentang trend fashion dan fashion week untuk tahun ini. Dan, yang membuat Zeta terkesima adalah wajah Fay yang banyak menghiasi situs fashion yang Zeta kunjungi. Benar-benar mengagumkan.Perhatian Zeta kemudian teralih kepada kedatangan Jack yang seketika membuat bulu kuduknya merinding. "Kenapa kau menatapku seperti itu, Jack?" tanya Zeta menelan ludahnya dengan susah payah."Kenapa kau tak mengangkat teleponku tadi? Kau takut aku akan mengganggumu, huh?" Jack berucap galak.Zeta tergelak. "Kau terlalu overthinking sih, Jack.""Kau tinggal jawab iya atau tidak," balas Jack ketus."Kau pasti berpikir yang tidak-tidak kan tentang pertemuanku dengan Max tadi. Aku ingin bertemu dengan Max, untuk menjelaskan hubungan kita, Jack. Dia paham kok,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status