Beranda / CEO / Nafsu Bejat CEO / Bab 61 - Bab 70

Semua Bab Nafsu Bejat CEO: Bab 61 - Bab 70

120 Bab

61. Tak Perlu Kasih Sayang Darimu

Aiden terkejut setengah mati melihat Max tak sadarkan diri di samping jendela. Ia segera membopong pria itu dan menyuruh security membantunya membawa Max ke rumah sakit terdekat.Aiden awalnya hanya ingin mengecek keadaan ruangan Max, memastikan apakah benar-benar tak ada dokumen yang pria itu kerjakan. Tapi, malah melihat Max pingsan dengan wajahnya yang sudah sangat pucat. Aiden menatap sebentar ke kaca, memeriksa Max yang ia tidurkan di jok belakang. Ia kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.Sesampainya di rumah sakit. Pegawai rumah sakit dan beberapa perawat dengan sigap menggulir brankar untuk Max. Max kemudian di bawa ke bagian UGD.Aiden menunggu di luar ruangan. Ia mendudukkan dirinya di kursi tunggu dengan gelisah. Ia berniat untuk menghubungi Jack, namun akhirnya urung. *Jack bersedekap di ruangannya. Ia tak kunjung mendapati kembalinya Aiden ke ruangannya setelah menyuruh pria itu ke ruanga
Baca selengkapnya

62. Ukurannya Bertambah Besar

Setelah mengantarkan Max pulang, Aiden kembali ke kantor ketika hari mulai gelap. Ia berderap menuju ruangan Jack, namun ketika ia sudah berada di ruangan, tak ia temukan sosok tuannya. Ia hanya melihat meja yang awalnya dilapisi kaca, kini tak ada kaca yang melapisinya. Aiden menyeret pandangannya ke benda sekitarnya. Tak ada papan nama Jack, dan tumpukan dokumen yang ada sama sekali tak rapi, ada beberapa carik kertas yang tertinggal di lantai. Aiden memperhatikan meja Jack, ada sepercik darah di sana.Aiden segera merogoh ponselnya untuk menelepon Jack sembari ia berderap menuju mobil. Ia baru sadar ketika sudah berada di area parkir, bahwa mobil tuannya sudah tak ada. Ia lalu memakai mobil miliknya sendiri dan melaju ke rumah Jack karena teleponnya tak diangkat oleh tuannya itu.Aiden mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, tak seperti biasanya. Ia ingin secepatnya melihat keadaan Jack, apalagi darah di meja Jack tadi semakin membuatnya khawatir.
Baca selengkapnya

63. Aku Minta Dua Puluh Ronde Sekarang!

Zeta beralih mengulum milik Jack, ia memasukkan benda tumpul itu ke dalam mulut dan hampir tersedak karena ujungnya mengenai sudut tenggorokannya."Ah... Ah..." Zeta melepas kejantanan Jack ketika pria itu telah melewati pelepasannya.Jack menunduk, ia usap dengan ibu jarinya sudut bibir Zeta yang terdapat cairannya. "Kita melakukannya sekarang?" tanyanya menyunggingkan seulas senyum seksi yang sangat menggoda.Zeta menatap sekali lagi kejantanan Jack yang masih menantang ke atas, ia lalu mengangguk cepat. "Iya, Jack."Tanpa diperintah oleh Jack, Zeta kini menanggalkan semua pakaiannya hingga tak menyisakan sehelai benang pun."Aku ingin dua puluh ronde malam ini," bisik Jack kepada Zeta yang baru saja duduk di pangkuannya."Bukannya itu terlalu banyak, Jack. Aku tidak sanggup." Zeta menggelang pelan. Ia memunggungi Jack. Kulitnya yang bersentuhan dengan kulit pria itu segera mematik rasa panas di sekujur tubuhnya, miliknya pun sudah menegan
Baca selengkapnya

64. Tak Sanggup

"Mana mungkin, Aiden. Edwin sangat menyayangi Max. Dia melepaskan Max dengan mengirimkan pria itu ke London, sedang Edwin menekanku agar aku mengisi jabatan CEO Baron group. Kau tahu sendiri, aku hanyalah alat bagi Edwin untuk memperlebar kekuasaannya. Sedangkan, Max adalah anak kesayangannya." Jack bergeleng pelan."Mungkin saya telah salah mengira, Tuan." Aiden melempar pandangannya ke arah lain. Tuannya belum tahu perihal penyakit Max, dan kenyataan bahwa Edwin sama sekali tak menganggap Max sanggup untuk melakukan satu tugas pun. Dalam hati Aiden, ia sangat ingin membeberkan ini semua agar Jack mengerti. Tapi, ia sudah terlanjur berjanji kepada Max kalau ia akan menyimpan rahasia ini dari Jack."Aiden... Kenapa kau berpikir kalau Edwin tak memercayai Max? Kau memiliki gagasan untuk mendukung opinimu ini?" Jack meletakkan kedua sikunya ke lutut, ia pakai tangannya untuk menopang dagunya."Tidak ada, Tuan. Itu hanya sekadar pemikiran saya saja."  Aiden me
Baca selengkapnya

65. Zeta Kesulitan Bernapas

"Kau hanya bercanda kan tadi?" sembur Zeta menyambut kedatangan Jack dengan duduk di ruang utama. Ia lalu beranjak berdiri dan menghampiri Jack."Aku serius," balas Jack menautkan kedua alis. Sebelah tangannya bergerak melonggarkan dasinya. Ia melanjutkan langkah, pergi ke kamarnya.Zeta refleks mengikuti Jack dari belakang. Ia mengerjap beberapa kali. "Jack, kau benar-benar ingin melakukannya lagi?"Jack menghentikan langkah kakinya, ia berbalik menghadap Zeta sepenuhnya. Karena kurang memperhatikan di depannya dan terus melangkah, Zeta menabrak dada bidang Jack. "Aww...""Tidak bisakah kau lebih hati-hati lagi, Zeta." Jack mendorong dahi Zeta dengan jari telunjuknya.Zeta mengerucutkan bibirnya. "Kenapa juga kau berhenti tiba-tiba?" balasnya tak terima.Jack menarik napas dalam-dalam, ia menurunkan pandangan melihat wajah Zeta yang masih cemberut. "Kau marah?" "Tidak. Aku hanya kesal sedikit." Zeta melipat kedua t
Baca selengkapnya

66. Hadiah Untuk Zeta

Aiden menghela napas lega. Sebelum hari mulai gelap, ia dan orang-orang suruhan Jack sudah memenuhi semua daftar permintaan Jack.Aiden berderap menuju ruangan di mana Jack sedang menunggunya."Sudah semua?" tanya Jack ketika Aiden memasuki ruangannya.Aiden mengangguk. "Iya, Tuan. Semua hadiah saya letakkan di dalam mobil. Madam Viola juga sudah mengiyakan permintaan Tuan.""Baiklah." Jack meremas tangannya dan tersenyum puas.***Ketika Jack sudah berada di rumah. Ia menyuruh para pelayan diam-diam memindahkan semua barangnya ke dalam kamar Zeta.Jack tadi sebelum pulang dari kantor, menyuruh Zeta untuk pergi ke kamarnya. Sementara, kamar Zeta sengaja dibuat kosong, agar ia bisa merombak kamar Zeta. Jack sudah menyiapkan semuanya tanpa terkecuali.Agar tak mencurigakan, Jack segera menuju ke kamarnya, menemui Zeta."Jack..." Zeta terlonjak dari kasur dan berjalan menuju pria yang berdiri di ambang pintu.
Baca selengkapnya

67. Zeta Menangisi Orang Tuanya

Jack membawa kue menuju ke ruang utama, sementara itu Zeta menerima banyak sekali hadiah sederhana dadakan dari para pekerja di rumah Jack. Tak terkecuali Lerry, ia memberikan sebuah baju rajut berwarna maroon, dan Zeta menyukainya."Wah... Kau mendapatkan banyak hadiah, Zeta." Jack meletakkan kue di meja pelan.Zeta mengangguk semangat dengan tangannya memeluk banyak sekali kado. Ia kemudian meletakkan kado-kadonya ke sofa untuk sementara, sebelum ia pindahkan ke dalam kamar dan ia buka satu per satu.Zeta beralih kepada kue tart di depannya. Ia tersenyum melihat nama lengkapnya bisa tertulis di atas kue tart tersebut dengan krim berwarna putih."Zeta Primrose Cdney." Zeta mengeja namanya. Ia mengernyit seketika dan menengok ke arah Jack."Apa?" tanya Jack ikut mengernyit."Kau salah menuliskan namaku, Jack. Di sini namaku Cdney, dan yang benar adalah Cydney. Kau melupakan satu huruf Y di belakang huruf C." Zeta bersedekap seolah-olah ia ma
Baca selengkapnya

68. Hubungan Orang Tua Zeta

Jack melangkah menghampiri Zeta yang berjongkok dan menangis sesenggukan di depan sebuah batu nisan. Ia menyentuh pundak Zeta pelan. "Kau baik-baik saja?"Zeta buru-buru menyeka air matanya, ia lalu menoleh ke arah Jack dengan mata yang sembab. "Iya, aku baik-baik saja.""Maaf sebelumnya. Kau kehilangan mereka sejak kecil?" tanya Jack hati-hati. Ia ikut berjongkok di samping Zeta."Iya. Orang tuaku meninggal ketika aku berusia dua belas tahun." Air mata Zeta kembali meluruh ke pipinya.Jack menggerakkan kepalanya paham. Ia merengkuh Zeta ke dalam pelukannya, ia berbisik pelan, "Menangislah sepuasmu. Aku tahu kehilangan orang yang dicintai pasti sulit. Tumpahkan semua yang kau rasakan di pelukanku. Jangan kau tahan."Zeta membalas pelukan Jack, ia mencengkeram erat kemeja yang dipakai oleh pria itu. Ia benar-benar menumpahkan kesedihannya di dalam pelukan Jack. Ia menangis, tak menghiraukan lagi jika Jack melihat sisi kerapuhannya ini.Jack m
Baca selengkapnya

69. Tersingkap

"Iya. Keluarga Vernon. Kau pernah mendengar namanya?" Zeta menaikkan kedua alisnya. "Tidak. Aku baru mendengarnya," balas Jack ragu sembari melempar pandangan ke arah danau."Kau mau menemuinya dulu?" timpal Jack enggan menatap Zeta."Eumm... Entahlah," jawab Zeta sekenanya. Ia menggoyangkan kakinya bergantian ke depan dan ke belakang. "Mungkin untuk terakhir kalinya?" tanya Jack menaikkan sebelah alis menatap perempuan di sampingnya, sengaja memancing kepanikan Zeta."Terakhir kalinya? Kau mau membunuhnya, Jack? Aku kan sudah bilang jangan memakai kekerasan," balas Zeta cepat dengan suara lantang."Aku hanya bercanda, Zeta. Kau lucu sekali." Jack mengacak rambut Zeta gemas."Rambutku jadi kacau, Jack," tukas Zeta berusaha menghentikan perbuatan jahil tangan Jack. Ia lalu mengulas senyum malu, pipinya berubah merona. Katanya aku lucu? tanyanya dalam hati.Jack berhenti mengacak rambut Zeta, dan menggantinya dengan m
Baca selengkapnya

70. Tak Memedulikannya Lagi

Jack tersenyum menerima kabar yang membuatnya senang di pagi hari ini. Vernon dan Adel telah mendapatkan balasan yang setimpal dari apa yang diperbuatnya. Dan rumah keluarga Zeta sekarang telah menjadi milik perempuan itu sepenuhnya."Apa yang membuatmu senang di pagi ini, Jack?" Zeta menyibak selimut yang tadi membungkusnya."Kau pasti juga senang jika mendengarnya," tukas Jack yang masih memakai bathrobe menghampiri Zeta."Ada apa?" Zeta mendudukkan dirinya. Alisnya yang sebelah ia angkat ketika Jack ikut duduk di sampingnya."Kau tahu, Vernon dan Adel sudah mendapatkan ganjarannya. Vernon telah dipecat, dan Adel sudah mengembalikan rumah milik orang tuamu kepadamu," tutur Jack bersemangat."Secepat itukah? Bukannya baru kemarin lusa kau mengurusnya?" Zeta memiringkan kepalanya."Kau lupa siapa pria yang ada di sisimu ini?" Jack memainkan alisnya, naik turun dengan wajah penuh percaya diri."Ah... Iya. Kau kan Jack, si CEO Baron gro
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status