"Iya. Keluarga Vernon. Kau pernah mendengar namanya?" Zeta menaikkan kedua alisnya.
"Tidak. Aku baru mendengarnya," balas Jack ragu sembari melempar pandangan ke arah danau.
"Kau mau menemuinya dulu?" timpal Jack enggan menatap Zeta.
"Eumm... Entahlah," jawab Zeta sekenanya. Ia menggoyangkan kakinya bergantian ke depan dan ke belakang.
"Mungkin untuk terakhir kalinya?" tanya Jack menaikkan sebelah alis menatap perempuan di sampingnya, sengaja memancing kepanikan Zeta.
"Terakhir kalinya? Kau mau membunuhnya, Jack? Aku kan sudah bilang jangan memakai kekerasan," balas Zeta cepat dengan suara lantang.
"Aku hanya bercanda, Zeta. Kau lucu sekali." Jack mengacak rambut Zeta gemas.
"Rambutku jadi kacau, Jack," tukas Zeta berusaha menghentikan perbuatan jahil tangan Jack. Ia lalu mengulas senyum malu, pipinya berubah merona. Katanya aku lucu? tanyanya dalam hati.
Jack berhenti mengacak rambut Zeta, dan menggantinya dengan m
Jack tersenyum menerima kabar yang membuatnya senang di pagi hari ini. Vernon dan Adel telah mendapatkan balasan yang setimpal dari apa yang diperbuatnya. Dan rumah keluarga Zeta sekarang telah menjadi milik perempuan itu sepenuhnya."Apa yang membuatmu senang di pagi ini, Jack?" Zeta menyibak selimut yang tadi membungkusnya."Kau pasti juga senang jika mendengarnya," tukas Jack yang masih memakai bathrobe menghampiri Zeta."Ada apa?" Zeta mendudukkan dirinya. Alisnya yang sebelah ia angkat ketika Jack ikut duduk di sampingnya."Kau tahu, Vernon dan Adel sudah mendapatkan ganjarannya. Vernon telah dipecat, dan Adel sudah mengembalikan rumah milik orang tuamu kepadamu," tutur Jack bersemangat."Secepat itukah? Bukannya baru kemarin lusa kau mengurusnya?" Zeta memiringkan kepalanya."Kau lupa siapa pria yang ada di sisimu ini?" Jack memainkan alisnya, naik turun dengan wajah penuh percaya diri."Ah... Iya. Kau kan Jack, si CEO Baron gro
Fay berjalan melewati koridor. Ia usap kasar air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Ia mendesis tajam, "Aku tidak akan menyerah, Jack. Aku harus membuatmu jatuh cinta padaku."Kaki Fay menghentikan langkahnya, seakan tertancap di atas lantai, mematung karena apa yang dilihatnya itu."Max..." Seolah-olah Fay mendapatkan sebuah pertolongan di waktu yang tepat, ia segera bergegas menggerakkan kakinya kembali menyamperi Max yang terlihat diam berdiri seraya melihat ke luar jendela.Max menelengkan kepalanya ke samping, mendapati Fay yang berjalan ke arahnya. Ia lalu tersenyum tipis. "Fay, kau dari ruangan Jack?" tanyanya pelan."Iya. Kau tahu dari mana?" Fay menoleh ke belakang dan kembali menatap Max. "Dari arah jalanku?" tambahnya seraya tersenyum malu."Yups..." Max mengangguk mengiyakan. Ia berdiri di samping dinding. Diselipkannya kedua tangan di saku celana. "Memangnya tujuannya apa lagi kau ke sini, selain untuk menemui Jack?" kekehn
"Sepertinya aku harus pulang sekarang, Fay." Elle berderap pelan ketika sudah mendapatkan persetujuan Fay dengan sebuah anggukan.Fay kembali menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ia meraba miliknya yang telah basah. Padahal ia sudah sering melihat pria telanjang, namun ketika ia membayangkan tubuh eksotis Jack tanpa dibalut oleh apapun, membuat Fay menegang kembali."Sebelum aku melakukannya bersama Jack, aku harus berlatih. Setidaknya aku bisa mengimbangi permainan Jack," gumam Fay bermonolog sendiri. Ia lalu menelepon seorang pria, dan menyuruh pria itu pergi ke apartemennya. Fay akan menyewanya untuk hari ini.Tak lama kemudian seseorang membunyikan bel apartemen Fay. Perempuan itu segera beranjak dari sofa dengan memakai kemeja putih panjang tanpa dalaman sehingga lekuk tubuhnya tercetak jelas."Nice. Kau datang lebih cepat dari dugaanku." Fay membuka pintunya lebar, mempersilakan si pria untuk masuk."Kenapa kau baru memanggilku sek
Fay terbangun ketika tirai jendela di kamarnya menyingkap pemandangan gelap di luar sana. Ia meraba tubuhnya yang masih telanjang.Fay tadi terlalu semangat ketika pria sewaannya menggaulinya. Ia sampai kelelahan dan tertidur. Tangannya yang meraba tubuhnya berhenti ketika menyentuh sesuatu yang empuk. Ia lalu menyibak selimutnya. Sial! Pria sewaannya ternyata tertidur di sampingnya, dan milik pria itu masih tertancap sempurna di lubangnya.Pelan-pelan Fay menarik kejantanan si pria dari miliknya, membuat si pria terkesiap."Sudah malam. Kau pulanglah," ujar Fay berhasil melepaskan batang itu dari kewanitaannya.Si pria mengulas senyum. "Bukankah lebih baik aku bermalam di sini sekalian. Kita masih belum mempraktikkan pose lain. Aku akan memberikanmu diskon, bagaimana?""Penawaran yang bagus. Tapi, aku sudah lelah, dan sebaiknya kau pulang sekarang. Aku ingin tidur." Fay melepas selimut dari tubuhnya. Ia berpijak pada lantai dan melengg
"Jika ada yang ingin kau benci. Aku orangnya dan bukan Jack. Ini semua karena keegoisanku, Max." Olivia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Air mata meluruh dari celah jari-jarinya.Max tak sampai hati membiarkan Olivia menangis sesengukan sambil terus berdiri, mengundang perhatian pengunjung lain ke arahnya.Max kemudian menyuruh Olivia duduk untuk menenangkan diri dulu. Selanjutnya ia akan menyuruh perempuan itu menceritakan semuanya.Max tak berkata-kata. Ia hanya menepuk pundak Olivia pelan, agar perempuan berhenti menangis.Tak perlu cukup lama menunggu, kini Olivia sudah bisa menenangkan diri."Maafkan aku, Max." Olivia menarik napas panjang."Kau bisa menceritakan semuanya jika kau sudah tenang," ujar Max datar."Aku sudah lebih tenang, Max. Aku akan menceritakan semuanya di sini." Olivia menarik napasnya lagi lalu ia keluarkan dengan kasar."Kapan kau kembali ke sini?" tanya Max dingin."Kemarin, Max. Sebenarny
"Olivia..." Suara Jack memelan, seakan direndam oleh udara dingin di sekitarnya. Ia mencengkeram jaketnya erat. Tatapannya lumpuh melihat Olivia yang sudah bersama dengan Max."Jack," panggil Max segera beranjak dari tempat duduknya."Olivia, jelaskan kenapa dia malah ada di sini bersamamu?" tanya Jack kepada perempuan yang masih terduduk di kursi dengan suara calang."Olivia sudah menceritakan semuanya, Jack." Max berdiri di depan Jack. "Maafkan aku.""Aku tidak menyuruhmu bicara, Max. Dan kenapa kau meminta maaf, huh?" decak Jack geram."Kau mau bicara atau tidak, Olivia? Jika tidak, aku pulang saja. Waktuku terbuang sia-sia di sini," tambah Jack yang kesabarannya sudah habis sejak melihat wajah kakaknya itu, ia merasa muak."Jack, duduklah sebentar. Biar semuanya jelas, sebelum aku pergi." Olivia menepuk bagian sampingnya. Dengan tatapan sendu, ia berharap Jack akan menurutinya kali ini. Untuk kali ini saja, sebelum Olivia mengakhiri pert
"Aku mencintaimu, Jack. Sangat-sangat mencintaimu." Zeta menangkup wajah Jack, mencium dagu pria itu. "Aku juga mencintaimu, Zeta," balas Jack melingkarkan kedua tangannya di pinggang ramping Zeta. Zeta tersenyum lembut, ia mencium dagu Jack lagi, lalu beralih ke bibir pria itu. "Apa kau mau menikah denganku, Zeta? Aku akan berusaha untuk terus membahagiakanmu. Aku akan melamarmu secepatnya, setelah aku bisa menyelesaikan semua masalahku. Apa kau mau menunggunya, Zeta?" tanya Jack dengan suara pelan namun tegas, menyakinkan Zeta. "Aku mau. Aku akan menunggumu, Jack," jawab Zeta membuat senyuman Jack semakin lebar. "Terima kasih karena kau mau menungguku," ucap Jack mendekatkan wajahnya kepada Zeta. Ia cium lagi bibir penuh milik perempuan itu. Melumatnya. *** "Aku akan menikahi Zeta, Aiden," tukas Jack kepada pria yang berdiri di sampingnya—baru meletakkan dokumen di meja Jack. "Jika Anda akan menikahi Nona Zeta
Aiden pada akhirnya memilih untuk membawa serta Jack ketika ia pergi mengunjungi rumah lamanya yang ada di perbatasan Kota Chicago.Kini Aiden dan Jack duduk tenang di dalam ruangan. Aiden beradaptasi dengan cepat sebagai sekretaris baru Jack. Ia mengerjakan tugasnya dengan sangat baik. Itu semua tak lepas dari kerja kerasnya dan tuntunan Jack yang membuatnya semakin cakap. Ia sangat bersyukur, sekarang ia bisa berubah. Tak seperti pemuda lemah penuh luka di sepuluh tahun yang lalu."Aiden, kau melamun ya? Aku panggil sedari tadi kau tak menyahut," tukas Jack menyentak Aiden dari lamunan."Maaf, Tuan..." Aiden mengerjap cepat. Ia lalu melepaskan napas berat dengan perlahan."Aku menyuruhmu untuk nanti singgah di rumahku sebentar. Ada yang ingin aku sampaikan padamu." Jack beranjak mengatur dokumen di depannya hingga tertumpuk rapi. Ia lalu berkata kembali, "Setelah ini siapkan rapat umum pemegang saham. Ada yang harus aku diskusikan dengan mereka. A