Home / CEO / Nafsu Bejat CEO / 71. Fay Merengek

Share

71. Fay Merengek

Author: Cececans
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Fay berjalan melewati koridor. Ia usap kasar air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Ia mendesis tajam, "Aku tidak akan menyerah, Jack. Aku harus membuatmu jatuh cinta padaku."

Kaki Fay menghentikan langkahnya, seakan tertancap di atas lantai, mematung karena apa yang dilihatnya itu. 

"Max..." Seolah-olah Fay mendapatkan sebuah pertolongan di waktu yang tepat, ia segera bergegas menggerakkan kakinya kembali menyamperi Max yang terlihat diam berdiri seraya melihat ke luar jendela.

Max menelengkan kepalanya ke samping, mendapati Fay yang berjalan ke arahnya. Ia lalu tersenyum tipis. "Fay, kau dari ruangan Jack?" tanyanya pelan.

"Iya. Kau tahu dari mana?" Fay menoleh ke belakang dan kembali menatap Max. "Dari arah jalanku?" tambahnya seraya tersenyum malu.

"Yups..." Max mengangguk mengiyakan. Ia berdiri di samping dinding. Diselipkannya kedua tangan di saku celana. "Memangnya tujuannya apa lagi kau ke sini, selain untuk menemui Jack?" kekehn

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Nafsu Bejat CEO   72. Penyebab Impotent Yang Sebenarnya

    "Sepertinya aku harus pulang sekarang, Fay." Elle berderap pelan ketika sudah mendapatkan persetujuan Fay dengan sebuah anggukan.Fay kembali menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ia meraba miliknya yang telah basah. Padahal ia sudah sering melihat pria telanjang, namun ketika ia membayangkan tubuh eksotis Jack tanpa dibalut oleh apapun, membuat Fay menegang kembali."Sebelum aku melakukannya bersama Jack, aku harus berlatih. Setidaknya aku bisa mengimbangi permainan Jack," gumam Fay bermonolog sendiri. Ia lalu menelepon seorang pria, dan menyuruh pria itu pergi ke apartemennya. Fay akan menyewanya untuk hari ini.Tak lama kemudian seseorang membunyikan bel apartemen Fay. Perempuan itu segera beranjak dari sofa dengan memakai kemeja putih panjang tanpa dalaman sehingga lekuk tubuhnya tercetak jelas."Nice. Kau datang lebih cepat dari dugaanku." Fay membuka pintunya lebar, mempersilakan si pria untuk masuk."Kenapa kau baru memanggilku sek

  • Nafsu Bejat CEO   73. Max Bertemu Olivia

    Fay terbangun ketika tirai jendela di kamarnya menyingkap pemandangan gelap di luar sana. Ia meraba tubuhnya yang masih telanjang.Fay tadi terlalu semangat ketika pria sewaannya menggaulinya. Ia sampai kelelahan dan tertidur. Tangannya yang meraba tubuhnya berhenti ketika menyentuh sesuatu yang empuk. Ia lalu menyibak selimutnya. Sial! Pria sewaannya ternyata tertidur di sampingnya, dan milik pria itu masih tertancap sempurna di lubangnya.Pelan-pelan Fay menarik kejantanan si pria dari miliknya, membuat si pria terkesiap."Sudah malam. Kau pulanglah," ujar Fay berhasil melepaskan batang itu dari kewanitaannya.Si pria mengulas senyum. "Bukankah lebih baik aku bermalam di sini sekalian. Kita masih belum mempraktikkan pose lain. Aku akan memberikanmu diskon, bagaimana?""Penawaran yang bagus. Tapi, aku sudah lelah, dan sebaiknya kau pulang sekarang. Aku ingin tidur." Fay melepas selimut dari tubuhnya. Ia berpijak pada lantai dan melengg

  • Nafsu Bejat CEO   74. Aku Meminta Maaf, Jack

    "Jika ada yang ingin kau benci. Aku orangnya dan bukan Jack. Ini semua karena keegoisanku, Max." Olivia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Air mata meluruh dari celah jari-jarinya.Max tak sampai hati membiarkan Olivia menangis sesengukan sambil terus berdiri, mengundang perhatian pengunjung lain ke arahnya.Max kemudian menyuruh Olivia duduk untuk menenangkan diri dulu. Selanjutnya ia akan menyuruh perempuan itu menceritakan semuanya.Max tak berkata-kata. Ia hanya menepuk pundak Olivia pelan, agar perempuan berhenti menangis.Tak perlu cukup lama menunggu, kini Olivia sudah bisa menenangkan diri."Maafkan aku, Max." Olivia menarik napas panjang."Kau bisa menceritakan semuanya jika kau sudah tenang," ujar Max datar."Aku sudah lebih tenang, Max. Aku akan menceritakan semuanya di sini." Olivia menarik napasnya lagi lalu ia keluarkan dengan kasar."Kapan kau kembali ke sini?" tanya Max dingin."Kemarin, Max. Sebenarny

  • Nafsu Bejat CEO   75. Ini Kesalahanku

    "Olivia..." Suara Jack memelan, seakan direndam oleh udara dingin di sekitarnya. Ia mencengkeram jaketnya erat. Tatapannya lumpuh melihat Olivia yang sudah bersama dengan Max."Jack," panggil Max segera beranjak dari tempat duduknya."Olivia, jelaskan kenapa dia malah ada di sini bersamamu?" tanya Jack kepada perempuan yang masih terduduk di kursi dengan suara calang."Olivia sudah menceritakan semuanya, Jack." Max berdiri di depan Jack. "Maafkan aku.""Aku tidak menyuruhmu bicara, Max. Dan kenapa kau meminta maaf, huh?" decak Jack geram."Kau mau bicara atau tidak, Olivia? Jika tidak, aku pulang saja. Waktuku terbuang sia-sia di sini," tambah Jack yang kesabarannya sudah habis sejak melihat wajah kakaknya itu, ia merasa muak."Jack, duduklah sebentar. Biar semuanya jelas, sebelum aku pergi." Olivia menepuk bagian sampingnya. Dengan tatapan sendu, ia berharap Jack akan menurutinya kali ini. Untuk kali ini saja, sebelum Olivia mengakhiri pert

  • Nafsu Bejat CEO   76. Sebuah Pernyataan Cinta

    "Aku mencintaimu, Jack. Sangat-sangat mencintaimu." Zeta menangkup wajah Jack, mencium dagu pria itu. "Aku juga mencintaimu, Zeta," balas Jack melingkarkan kedua tangannya di pinggang ramping Zeta. Zeta tersenyum lembut, ia mencium dagu Jack lagi, lalu beralih ke bibir pria itu. "Apa kau mau menikah denganku, Zeta? Aku akan berusaha untuk terus membahagiakanmu. Aku akan melamarmu secepatnya, setelah aku bisa menyelesaikan semua masalahku. Apa kau mau menunggunya, Zeta?" tanya Jack dengan suara pelan namun tegas, menyakinkan Zeta. "Aku mau. Aku akan menunggumu, Jack," jawab Zeta membuat senyuman Jack semakin lebar. "Terima kasih karena kau mau menungguku," ucap Jack mendekatkan wajahnya kepada Zeta. Ia cium lagi bibir penuh milik perempuan itu. Melumatnya. *** "Aku akan menikahi Zeta, Aiden," tukas Jack kepada pria yang berdiri di sampingnya—baru meletakkan dokumen di meja Jack. "Jika Anda akan menikahi Nona Zeta

  • Nafsu Bejat CEO   77. Jack Terlalu Protektif

    Aiden pada akhirnya memilih untuk membawa serta Jack ketika ia pergi mengunjungi rumah lamanya yang ada di perbatasan Kota Chicago.Kini Aiden dan Jack duduk tenang di dalam ruangan. Aiden beradaptasi dengan cepat sebagai sekretaris baru Jack. Ia mengerjakan tugasnya dengan sangat baik. Itu semua tak lepas dari kerja kerasnya dan tuntunan Jack yang membuatnya semakin cakap. Ia sangat bersyukur, sekarang ia bisa berubah. Tak seperti pemuda lemah penuh luka di sepuluh tahun yang lalu."Aiden, kau melamun ya? Aku panggil sedari tadi kau tak menyahut," tukas Jack menyentak Aiden dari lamunan."Maaf, Tuan..." Aiden mengerjap cepat. Ia lalu melepaskan napas berat dengan perlahan."Aku menyuruhmu untuk nanti singgah di rumahku sebentar. Ada yang ingin aku sampaikan padamu." Jack beranjak mengatur dokumen di depannya hingga tertumpuk rapi. Ia lalu berkata kembali, "Setelah ini siapkan rapat umum pemegang saham. Ada yang harus aku diskusikan dengan mereka. A

  • Nafsu Bejat CEO   78. Janji Untuk Selalu Bahagia

    Jack meninggalkan Zeta dengan Aiden untuk sementara. Ia sedang berada di kamarnya ditemani sebuah laptop. Ia akan mengambil tindakan atas kesimpulan rapat umum pemegang saham tadi.Sementara, Aiden dan Zeta terduduk di ruang utama, sama-sama menunggu Jack. Keduanya terdiam, dan segera diliputi keheningan yang menyesakkan."Eumm... Aiden," panggil Zeta memecah keheningan yang ada. Ia arahkan pandangan ke wajah Aiden. Sudah berkali-kali ia mengobrol bersama Aiden, tapi ketika tinggal berdua seperti ini rasanya sangat canggung, sampai-sampai Zeta tak tahu apa yang akan ia katakan setelah ini. Semua kalimat seakan menguap, menghilang dari dalam otaknya."Iya, Nona, " jawab Aiden sopan. Kini perhatiannya beralih kepada Zeta, yang awalnya terpaku pada meja di depannya."Eummm...""Iya, Nona.""Aiden, tidak bisakah kau tak memotong ucapanku," ketus Zeta memasang wajah kesal, nyatanya ia hanya ingin menggoda Aiden."Maaf, Nona. Saya kira tadi

  • Nafsu Bejat CEO   79. Kepedulianmu Membuatku Terbebani

    "Memangnya boleh?" Max mengerjap tak percaya dengan ucapan Zeta. Perempuan itu dengan enteng berbicara kalau ia bisa mengajaknya pergi ke luar. Memang semudah itu? Max bisa melewati gerbang rumah Jack saja sudah sangat beruntung.Zeta mengangguk yakin. "Aku sudah diizinkan oleh Jack.""Jack mengizinkanmu bertemu denganku?" tanya Max lagi. Ini benar-benar mustahil. Bagaimana mungkin Jack yang sangat sadis kepadanya memperbolehkan perempuan yang disukai pergi bersamanya?"Iya. Kalau sebentar boleh kok." Zeta menarik Max ke arah mobil yang terparkir di luar gerbang rumah Jack."Baiklah." Max pasrah dan membuka pintu mobil untuk Zeta, selanjutnya ia turut masuk lewat pintu yang lain. Ia duduk di bangku kemudi, samping Zeta.Selagi Max dan Zeta pergi ke kafetaria terdekat. Jack sedang terusik dengan pemikiran-pemikiran tentang apa yang dilakukan Zeta bersama Max. Mungkinkah akan ada sesuatu yang terjadi di antara mereka berdua?Jack tanpa sadar m

Latest chapter

  • Nafsu Bejat CEO   120. After Everything (The End)

    Zeta dan Jack baru saja keluar dari gedung megah Grands Magasins di kota Paris. Zeta sama sekali tak menyurutkan senyumnya sedari tadi, membuat Jack ikut mengulas senyum melihatnya. "Kau terlihat sangat senang, Zeta. Setelah ini kita mau ke mana?" Jack melirik Zeta sebelum masuk ke taksi yang ia sewa untuk berkeliling kota Paris. "Tentu saja aku senang, Jack. Hari ini aku sudah mengunjungi banyak sekali tempat yang menakjubkan." Zeta menunjuk ke arah kedua tangannya yang membawa dua kantong belanja berisi parfum dan pakaian bermerk yang tadi Jack belikan untuknya. Zeta menarik napas. "Lebih baik setelah ini kita kembali ke hotel. Badanku sudah lelah, Jack. Tapi, sebelumnya aku ingin beli buket bunga," ucap Zeta dengan mata berkedip penuh harap. "Baiklah." Jack mengangguk paham. Ia dan Zeta masuk ke taksi yang segera membawanya ke sebuah toko bunga yang letaknya tak jauh dari lokasi hotel yang mereka inapi. Di dalam taksi, Zeta meletakkan kepal

  • Nafsu Bejat CEO   119. Honeymoon Kedua

    "Sepertinya kota Paris bagus, Dad. Sekalian aku dan Zeta akan honeymoon kedua di kota romantis itu." Jack menaik turunkan alisnya. Ia tersenyum penuh arti kepada Zeta."Jack, kita kan sudah honeymoon. Masa mau honeymoon lagi?" Zeta bergeleng, menolak ide Jack tersebut.Edwin mengamati Jack dan Zeta bergantian. "Baiklah. Aku akan membelikan dua tiket ke Paris untuk besok.""Apa besok, Om. Eh... Dad?" Zeta terbelalak tak percaya. Ia semakin keras bergeleng."Thanks, Dad." Jack menyela, ia merangkul pundak Zeta dan mengulas senyum manis kepada Edwin.*Aiden menatap bangunan besar yang berdiri angkuh di depannya. Ia tak berpikir panjang lagi dan memilih untuk menggerakkan kaki memasuki gedung tersebut.Kedatangan Aiden disambut oleh para staf yang menjaga rumah sakit jiwa, di mana Lisa sedang dirawat. Terlihat ada beberapa perawat berlarian menuju ke pintu ruangan yang tertutup."Ada yang bisa say

  • Nafsu Bejat CEO   118. Max, Putra Manisku

    "Kau mau ikut, Merry?" Edwin berdiri lalu menghampiri Merry yang bersedekap di depannya."Tidak. Kau saja yang pergi." Merry membalas dengan acuh tak acuh."Kau tidak mau melihat cucumu? Kau tidak penasaran seperti apa rupanya?" Edwin menyentuh pelan kedua pundak Merry.Merry bergeleng. "Tidak.""Hmmm... Kau berubahlah, Merry. Kau jangan terus menaruh rasa bencimu itu kepada Jack, apalagi kepada cucumu yang baru saja lahir. Dia tidak tahu apa-apa. Ya... Meski kau begitu, karena merasa tertekan sejak kau melahirkan Jack sampai sekarang. Tapi, Jack juga darah dagingmu. Berhentilah membencinya, Merry." Edwin menatap Merry dengan sendu.Merry terbungkam oleh perkataan Edwin. Sejak kapan pria itu berubah? Merry merasa Edwin kembali seperti masa mudanya, ketika mereka masih berpacaran dulu. Edwin begitu peduli, dan ucapannya selalu meneduhkan. Sosok Edwin itu telah tenggelam lama dalam ambisius pria itu yang ingin mendirikan perusahaan besar, sampa

  • Nafsu Bejat CEO   117. Tak Sanggup Jadi Mama

    Jack menggendong Max kecil, berusaha untuk menenangkannya. Ia lalu membaringkan Max ke atas ranjang yang kemudian diperiksa oleh dokter sebelum bayi tersebut diperbolehkan pulang.Zeta yang ada di sisinya menatap Jack. Ia baru saja diperiksa dan keadaannya baik. Maka, besok pagi ia sudah diizinkan meninggalkan rumah sakit."Jack..." panggil Zeta yang langsung ditanggapi oleh senyuman lembut Jack."Apa Zeta?" Jack bergerak mendekati Zeta. Ia membawa dirinya untuk berdiri tepat di sisi Zeta."Besok aku sudah diperbolehkan pulang, Jack. Tinggal menunggu Max selesai diperiksa." Zeta menyentuh punggung tangan Jack yang dipakai pria itu untuk menyangga tubuhnya di tepi ranjang, sementara wajahnya mencondong pada Zeta.Jack mengangguk mengerti. "Jadi, apa kau ingin membuat pesta kecil untuk menyambut bayi kita? Pesta baby newborn?"Zeta beralih memandang langit-langit ruangan seraya berpikir sejenak. "Sepertinya, boleh juga, Jack. Harus ada h

  • Nafsu Bejat CEO   116. Wajahnya Seperti Jack

    "Tuan..." Aiden menunduk pelan di depan Edwin. Ia lalu menegakkan kembali kepalanya, menanti ucapan apa yang akan Edwin lontarkan ketika dirinya kedapatan hendak meninggalkan kantor tanpa izin.Edwin mengamati Aiden dengan alis terangkat satu. "Kau mau ke mana, Aiden?"Aiden tidak langsung membalas pertanyaan Edwin tersebut. Ia mencoba mencari jawaban lain, namun tak kunjung dapat. Maka, ia berucap jujur. "Saya hendak ke rumah sakit untuk menegok Tuan Jack dan Nona Zeta."Edwin melipat kedua tangannya di depan dada. "Zeta sudah melahirkan?"."Sepertinya belum, Tuan. Maka dari itu saya hendak ke sana untuk mencari tahu karena... Tuan Jack sulit untuk saya hubungi." Aiden nyaris keceplosan. Ia tadi hampir saja mengatakan kalau Jack tak memperbolehkannya ke rumah sakit. Kalau saja ia sampai berkata demikian, ia tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan pria paruh baya di depannya.Edwin hanya mengangguk. Ia berbalik, berderap meninggalkan Ai

  • Nafsu Bejat CEO   115. Ditemani Suami

    Sembilan bulan telah berlalu, semenjak kematian Max. Jack kini meluangkan banyak waktunya untuk menemani Zeta. Ia tak pernah jenak jika harus meninggalkan Zeta sendirian, bahkan untuk bekerja. Pikirannya akan dipenuhi Zeta dan itu membuatnya tidak bisa berkonsentrasi.Untung saja, Edwin memaklumi itu, bahkan dirinya ikut membantu mengelola Baron group sehingga pekerjaan Jack jadi tidak terlampau berat. Entah kenapa, sejak kematian Max semua telah berubah.*Jack duduk di tepi ranjang, ia mengulurkan tangan untuk memberikan sapuan lembut kepada Zeta yang terbaring di sisinya. Perempuan itu tersenyum padanya.Zeta sudah memasuki usia kandungan sembilan bulan. Perutnya sudah buncit dan jika menurut prediksi dokter, ia akan melahirkan di waktu dekat ini."Jack, kau tidak bekerja lagi hari ini?" Zeta mendongak dengan alis yang tertaut.Jack menggeleng. "Tidak. Aku ingin menemanimu terus, Zeta," tekan Jack seraya mengulas senyum lembut

  • Nafsu Bejat CEO   114. Di Balik Semuanya

    Jack menggenggam erat tangan Zeta sesampainya ia di pemakaman. Ia melihat langsung bagaimana peti Max dimasukkan ke dalam liang lahat. Menatapnya dengan perih.Zeta mengusap punggung tangan Jack dalam diam. Kedua matanya terasa panas, ingin menangis lagi. Ia segera mengerjap ketika Jack menggeser pandangan padanya."Aku kan sudah bilang kalau kau sebaiknya berada di penthouse. Bagaimana kalau kesehatanmu down lagi dan membahayakan bayi di kandunganmu?" Jack berkata lirih dan sangat lembut, sampai Zeta tak kuasa menahan tangis. Pria di depannya itu telah kehilangan orang yang teramat dicintai, tapi tetap saja Jack mau memperhatikan Zeta."Aku tidak apa-apa, Jack." Zeta mengusap kasar pipinya, menghilangkan jejak air mata dari sana."Hei... Udah dong." Jack mengusap pipi Zeta dengan pelan. Ia menghentikan usapan kasar dari tangan Zeta yang bisa saja melukai pipinya yang kini terlihat kemerahan."Jadi merah kan pipimu," imbuh Jack memaksakan sen

  • Nafsu Bejat CEO   113. Harus Merelakanmu

    Napas Jack memburu. Ia menghentikan langkah ketika ia sudah berdiri tepat di depan sebuah rumah yang telah lama tak ia singgahi. Rumah itu sekarang terlihat lebih suram.Jack berjalan pelan, semakin mendekati pintu utama rumah keluarganya. Rumah ini terasa asing setelah ia tinggalkan, dan tak pernah memberikan kenangan indah baginya. Bahkan ketika Jack menginjakkan kakinya lagi di sini. Ia pun disuguhkan dengan hal yang membuatnya seolah tak mau bernapas lagi. Sesak dan sakit rasanya.Jack terus bergerak. Ia menerobos tanpa permisi beberapa orang yang menghalangi pemandangannya. Ia kini sudah berdiri di depan sebuah peti. Peti yang sangat Jack takutkan jika ia melihatnya.Merry menangis sambil memeluk peti itu, tak mau melepaskannya meski Edwin berusaha menarik Merry dari peti tersebut.Edwin mendesah berat ketika usahanya gagal. Ia lalu melempar pandangan yang tak sengaja menangkap Jack yang diam mematung di tempatnya berdiri."Jack," lirih Edwin

  • Nafsu Bejat CEO   112. Kehilangan Di Hari Yang Berbahagia

    "Olivia... Kau datang?" Jack memperlebar senyumnya."Ya, tentu saja. Aku datang, Jack. Selamat ya atas penikahan kalian. Aku sangat senang." Olivia beralih menatap Zeta yang juga balas menatapnya dengan raut wajah ramah."Jack, istrimu sangat cantik. Kau harus menjaganya," bisik Olivia memperingatkan Jack."Tentu saja, Olivia. Aku akan menjaga Zeta, bahkan dari jangkauanmu." Jack menarik Zeta agar menempel padanya."Ho... Ho... Kau sangat protektif, Jack," kekeh Olivia menggoda."Kau tinggal di Chicago sekarang?" tanya Jack seraya meletakkan tangannya ke pundak Zeta, merangkulnya dengan gestur melindungi."Tidak. Aku akan kembali ke New York. Aku di Chicago hanya karena menghadiri pernikahanmu." Olivia mengedikkan bahu."Sebelum kau pergi, tidak bisakah kau mengunjungi Max di rumah sakit? Setelah ini aku dan Zeta rencananya juga akan ke sana untuk menjenguknya." Senyum Jack tak pernah luruh dari wajah tampannya."Ah... Iya... A

DMCA.com Protection Status