"Kau hanya bercanda kan tadi?" sembur Zeta menyambut kedatangan Jack dengan duduk di ruang utama. Ia lalu beranjak berdiri dan menghampiri Jack.
"Aku serius," balas Jack menautkan kedua alis. Sebelah tangannya bergerak melonggarkan dasinya. Ia melanjutkan langkah, pergi ke kamarnya.
Zeta refleks mengikuti Jack dari belakang. Ia mengerjap beberapa kali. "Jack, kau benar-benar ingin melakukannya lagi?"
Jack menghentikan langkah kakinya, ia berbalik menghadap Zeta sepenuhnya.
Karena kurang memperhatikan di depannya dan terus melangkah, Zeta menabrak dada bidang Jack. "Aww..."
"Tidak bisakah kau lebih hati-hati lagi, Zeta." Jack mendorong dahi Zeta dengan jari telunjuknya.
Zeta mengerucutkan bibirnya. "Kenapa juga kau berhenti tiba-tiba?" balasnya tak terima.
Jack menarik napas dalam-dalam, ia menurunkan pandangan melihat wajah Zeta yang masih cemberut. "Kau marah?"
"Tidak. Aku hanya kesal sedikit." Zeta melipat kedua t
Aiden menghela napas lega. Sebelum hari mulai gelap, ia dan orang-orang suruhan Jack sudah memenuhi semua daftar permintaan Jack.Aiden berderap menuju ruangan di mana Jack sedang menunggunya."Sudah semua?" tanya Jack ketika Aiden memasuki ruangannya.Aiden mengangguk. "Iya, Tuan. Semua hadiah saya letakkan di dalam mobil. Madam Viola juga sudah mengiyakan permintaan Tuan.""Baiklah." Jack meremas tangannya dan tersenyum puas.***Ketika Jack sudah berada di rumah. Ia menyuruh para pelayan diam-diam memindahkan semua barangnya ke dalam kamar Zeta.Jack tadi sebelum pulang dari kantor, menyuruh Zeta untuk pergi ke kamarnya. Sementara, kamar Zeta sengaja dibuat kosong, agar ia bisa merombak kamar Zeta. Jack sudah menyiapkan semuanya tanpa terkecuali.Agar tak mencurigakan, Jack segera menuju ke kamarnya, menemui Zeta."Jack..." Zeta terlonjak dari kasur dan berjalan menuju pria yang berdiri di ambang pintu.
Jack membawa kue menuju ke ruang utama, sementara itu Zeta menerima banyak sekali hadiah sederhana dadakan dari para pekerja di rumah Jack. Tak terkecuali Lerry, ia memberikan sebuah baju rajut berwarna maroon, dan Zeta menyukainya."Wah... Kau mendapatkan banyak hadiah, Zeta." Jack meletakkan kue di meja pelan.Zeta mengangguk semangat dengan tangannya memeluk banyak sekali kado. Ia kemudian meletakkan kado-kadonya ke sofa untuk sementara, sebelum ia pindahkan ke dalam kamar dan ia buka satu per satu.Zeta beralih kepada kue tart di depannya. Ia tersenyum melihat nama lengkapnya bisa tertulis di atas kue tart tersebut dengan krim berwarna putih."Zeta Primrose Cdney." Zeta mengeja namanya. Ia mengernyit seketika dan menengok ke arah Jack."Apa?" tanya Jack ikut mengernyit."Kau salah menuliskan namaku, Jack. Di sini namaku Cdney, dan yang benar adalah Cydney. Kau melupakan satu huruf Y di belakang huruf C." Zeta bersedekap seolah-olah ia ma
Jack melangkah menghampiri Zeta yang berjongkok dan menangis sesenggukan di depan sebuah batu nisan. Ia menyentuh pundak Zeta pelan. "Kau baik-baik saja?"Zeta buru-buru menyeka air matanya, ia lalu menoleh ke arah Jack dengan mata yang sembab. "Iya, aku baik-baik saja.""Maaf sebelumnya. Kau kehilangan mereka sejak kecil?" tanya Jack hati-hati. Ia ikut berjongkok di samping Zeta."Iya. Orang tuaku meninggal ketika aku berusia dua belas tahun." Air mata Zeta kembali meluruh ke pipinya.Jack menggerakkan kepalanya paham. Ia merengkuh Zeta ke dalam pelukannya, ia berbisik pelan, "Menangislah sepuasmu. Aku tahu kehilangan orang yang dicintai pasti sulit. Tumpahkan semua yang kau rasakan di pelukanku. Jangan kau tahan."Zeta membalas pelukan Jack, ia mencengkeram erat kemeja yang dipakai oleh pria itu. Ia benar-benar menumpahkan kesedihannya di dalam pelukan Jack. Ia menangis, tak menghiraukan lagi jika Jack melihat sisi kerapuhannya ini.Jack m
"Iya. Keluarga Vernon. Kau pernah mendengar namanya?" Zeta menaikkan kedua alisnya."Tidak. Aku baru mendengarnya," balas Jack ragu sembari melempar pandangan ke arah danau."Kau mau menemuinya dulu?" timpal Jack enggan menatap Zeta."Eumm... Entahlah," jawab Zeta sekenanya. Ia menggoyangkan kakinya bergantian ke depan dan ke belakang."Mungkin untuk terakhir kalinya?" tanya Jack menaikkan sebelah alis menatap perempuan di sampingnya, sengaja memancing kepanikan Zeta."Terakhir kalinya? Kau mau membunuhnya, Jack? Aku kan sudah bilang jangan memakai kekerasan," balas Zeta cepat dengan suara lantang."Aku hanya bercanda, Zeta. Kau lucu sekali." Jack mengacak rambut Zeta gemas."Rambutku jadi kacau, Jack," tukas Zeta berusaha menghentikan perbuatan jahil tangan Jack. Ia lalu mengulas senyum malu, pipinya berubah merona. Katanya aku lucu? tanyanya dalam hati.Jack berhenti mengacak rambut Zeta, dan menggantinya dengan m
Jack tersenyum menerima kabar yang membuatnya senang di pagi hari ini. Vernon dan Adel telah mendapatkan balasan yang setimpal dari apa yang diperbuatnya. Dan rumah keluarga Zeta sekarang telah menjadi milik perempuan itu sepenuhnya."Apa yang membuatmu senang di pagi ini, Jack?" Zeta menyibak selimut yang tadi membungkusnya."Kau pasti juga senang jika mendengarnya," tukas Jack yang masih memakai bathrobe menghampiri Zeta."Ada apa?" Zeta mendudukkan dirinya. Alisnya yang sebelah ia angkat ketika Jack ikut duduk di sampingnya."Kau tahu, Vernon dan Adel sudah mendapatkan ganjarannya. Vernon telah dipecat, dan Adel sudah mengembalikan rumah milik orang tuamu kepadamu," tutur Jack bersemangat."Secepat itukah? Bukannya baru kemarin lusa kau mengurusnya?" Zeta memiringkan kepalanya."Kau lupa siapa pria yang ada di sisimu ini?" Jack memainkan alisnya, naik turun dengan wajah penuh percaya diri."Ah... Iya. Kau kan Jack, si CEO Baron gro
Fay berjalan melewati koridor. Ia usap kasar air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Ia mendesis tajam, "Aku tidak akan menyerah, Jack. Aku harus membuatmu jatuh cinta padaku."Kaki Fay menghentikan langkahnya, seakan tertancap di atas lantai, mematung karena apa yang dilihatnya itu."Max..." Seolah-olah Fay mendapatkan sebuah pertolongan di waktu yang tepat, ia segera bergegas menggerakkan kakinya kembali menyamperi Max yang terlihat diam berdiri seraya melihat ke luar jendela.Max menelengkan kepalanya ke samping, mendapati Fay yang berjalan ke arahnya. Ia lalu tersenyum tipis. "Fay, kau dari ruangan Jack?" tanyanya pelan."Iya. Kau tahu dari mana?" Fay menoleh ke belakang dan kembali menatap Max. "Dari arah jalanku?" tambahnya seraya tersenyum malu."Yups..." Max mengangguk mengiyakan. Ia berdiri di samping dinding. Diselipkannya kedua tangan di saku celana. "Memangnya tujuannya apa lagi kau ke sini, selain untuk menemui Jack?" kekehn
"Sepertinya aku harus pulang sekarang, Fay." Elle berderap pelan ketika sudah mendapatkan persetujuan Fay dengan sebuah anggukan.Fay kembali menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ia meraba miliknya yang telah basah. Padahal ia sudah sering melihat pria telanjang, namun ketika ia membayangkan tubuh eksotis Jack tanpa dibalut oleh apapun, membuat Fay menegang kembali."Sebelum aku melakukannya bersama Jack, aku harus berlatih. Setidaknya aku bisa mengimbangi permainan Jack," gumam Fay bermonolog sendiri. Ia lalu menelepon seorang pria, dan menyuruh pria itu pergi ke apartemennya. Fay akan menyewanya untuk hari ini.Tak lama kemudian seseorang membunyikan bel apartemen Fay. Perempuan itu segera beranjak dari sofa dengan memakai kemeja putih panjang tanpa dalaman sehingga lekuk tubuhnya tercetak jelas."Nice. Kau datang lebih cepat dari dugaanku." Fay membuka pintunya lebar, mempersilakan si pria untuk masuk."Kenapa kau baru memanggilku sek
Fay terbangun ketika tirai jendela di kamarnya menyingkap pemandangan gelap di luar sana. Ia meraba tubuhnya yang masih telanjang.Fay tadi terlalu semangat ketika pria sewaannya menggaulinya. Ia sampai kelelahan dan tertidur. Tangannya yang meraba tubuhnya berhenti ketika menyentuh sesuatu yang empuk. Ia lalu menyibak selimutnya. Sial! Pria sewaannya ternyata tertidur di sampingnya, dan milik pria itu masih tertancap sempurna di lubangnya.Pelan-pelan Fay menarik kejantanan si pria dari miliknya, membuat si pria terkesiap."Sudah malam. Kau pulanglah," ujar Fay berhasil melepaskan batang itu dari kewanitaannya.Si pria mengulas senyum. "Bukankah lebih baik aku bermalam di sini sekalian. Kita masih belum mempraktikkan pose lain. Aku akan memberikanmu diskon, bagaimana?""Penawaran yang bagus. Tapi, aku sudah lelah, dan sebaiknya kau pulang sekarang. Aku ingin tidur." Fay melepas selimut dari tubuhnya. Ia berpijak pada lantai dan melengg