Home / CEO / Nafsu Bejat CEO / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Nafsu Bejat CEO: Chapter 41 - Chapter 50

120 Chapters

41. Lelaki Itu Harus Kuhabisi

Dua jam yang lalu adalah saat-saat yang menjemukan bagi Jack. Bagaimana tidak? Dimulai ketika ia menjemput Fay, perempuan itu berdandan lama sehingga membuat Jack mau tak mau harus menunggunya. Ditambah lagi, Fay selalu menjaga sikapnya agar bisa terus terlihat baik ketika perhatian banyak orang tertuju padanya. Membuat Jack benar-benar muak. Bahkan percakapannya dengan Fay sangatlah membosankan dan tak ada yang berjalan dengan baik.Kini Jack berdiri di samping sebuah konter yang berjualan makanan ringan. Ia menanti Fay yang membeli banyak sekali makanan ringan di konter tersebut. Perempuan itu hendak membelikan juga untuk Jack. Namun, ditolak mentah-mentah oleh Jack.Fay kemudian duduk sembari mengunyah makanan yang telah ia beli barusan. "Kau benar-benar tak mau ini?" tanyanya kepada Jack yang masih berdiri."Tidak," jawab Jack tanpa membalas tatapan lawan bicaranya. Ia malah tetap fokus melihat ke arah pintu keluar ruang teater. Ia yakin betul meski ruang te
Read more

42. Merasa Terabaikan

Fay berdiri di depan gedung bioskop, tak lepas dari perhatian banyak orang kepadanya. Ia benar-benar merasa malu oleh tindakan Jack tadi. Pasti setelah ini akan terpampang di surat kabar tentang Jack menghajar seorang lelaki hanya karena perempuan. Dan sialnya perempuan itu bukan Fay. Sedang, semua orang pasti sudah tahu hubungannya dengan Jack. Fay adalah calon tunangan Jack. Fay berdecak kesal sambil menunggu panggilannya tersambung. Ia menempelkan ponselnya ke telinga. " Cepat jemput aku di depan gedung bioskop! Nanti aku share alamatnya." Ponselnya ia taruh kembali ke dalam tas setelah menyuruh seseorang untuk menjemputnya. Tak menunggu lama, sebuah mobil hitam mulus berhenti tepat di depan Fay. Seorang pria berpakaian serba hitam dan berkacamata hitam melompat turun untuk membukakan pintu bagi Fay. Fay melempar senyum tipis lalu ia mendudukkan dirinya di jok belakang. Sementara pria tadi sudah kembali ke bangku kemudi. Mobil mulai melaju pelan menyatu de
Read more

43. Wajah Cantikmu

"Cantik..." Zeta refleks menoleh ke belakang. Ia terkesiap dengan pria yang berdiri di ambang pintu kamarnya. Jack bergerak mendekati Zeta. Ia mengulurkan tangannya untuk menyelipkan rambut Zeta ke belakang telinga agar Jack bisa melihat jelas wajah perempuan itu.Zeta merona. Rasa tegang bercampur senang menjalari tubuhnya. Ia benar-benar malu, segera ia menunduk ketika Jack mencondongkan tubuhnya kepada Zeta."Kau tahu, aku menderita ketika kau pergi." Jack berujar dengan nada rendah, penuh kekecewaan."Eum... Kau semenderita apa?" tanya Zeta polos sambil berkedip pelan.Jack tak menjawab. Ia hanya menurunkan pandangan menuju ke juniornya yang tertidur."Oh..." Zeta segera paham, ia mengangguk cepat. "Nanti malam aku akan melakukan sesi terapi lagi.""Baiklah." Jack menepuk-nepuk kepala Zeta pelan, seakan Zeta adalah anjing peliharaannya yang penurut, anjing jenis bichon frise sangat cocok untuk menggambarkan seor
Read more

44. Tercekat Melihatnya

"Aiden... Kau sudah berjanji akan menjawab pertanyaanku kan?" Zeta berbisik, ia menahan sebelum pria itu pergi, sementara Jack sedang tidak bersama mereka."Iya, Nona." Aiden duduk kembali."Jadi..." Zeta memancing Aiden agar pria itu segera bercerita sebelum Jack menyelesaikan mandinya. Jika tidak, ia akan gagal lagi untuk mengetahui apa yang akan Aiden ceritakan mengenai Jack padanya."Tuan Jack terus mengawasi Nona lewat orang-orang suruhannya." Aiden menjawab dengan jujur, tanpa ada yang ia tutup-tutupi."Ah... Benarkah, Tuan Jack sampai melakukan itu?" Kedua pipi Zeta seketika merona ketika tahu kalau selama ini ia tak lepas dari perhatian Jack. "Iya, Nona." Aiden mengangguk pelan."Sampai kapan kau mau menahan Aiden, huh? Sudah malam, dia harus segera pulang," seru sebuah suara dari belakang Zeta dan Aiden.Sontak Zeta dan Aiden menoleh ke belakang dan mendapati Jack masih memakai bathrobe sambil bersedekap. "
Read more

45. Hadiah Sebuah Tamparan

Jack memincing melihat Merry yang sudah duduk di ruangannya. Ia tahu apa yang telah membawa perempuan setengah baya itu ke mari. Kalau bukan surat kabar apa lagi?Senyum terulas di bibir tipis Jack, seraya bersiul pelan ia memasuki ruangannya. Kedua tangan ia selipkan ke saku celana. Sepertinya hari ini mood Jack sedang membaik.Merry tersentak, memutar badannya ketika ia mendapati kedatangan Jack dengan gaya angkuh pria itu yang semakin membuatnya meremang. Surat kabar di tangannya ia remas erat, sangat erat. Ia tak menyangka kalau putra bungsunya itu berani berbuat ulah lagi. Jack bahkan tega meninggalkan Fay, calon tunangannya sendirian. Padahal, Fay adalah perempuan yang baik, tapi malah disia-siakan begitu saja oleh Jack. Tentu, Merry tak akan terima perempuan pilihannya malah tak diacuhkan, sementara Jack malah lebih memilih perempuan lain yang Merry sendiri tidak tahu siapa. Wajahnya tak terlihat. Merry juga payah jika harus mencari tahu tentang seseorang.
Read more

46. Enggan Menyapa

Max melambaikan tangan sebelum ia menjalankan mobilnya, dibalas oleh senyuman dan anggukan oleh Zeta.Mobil Max keluar dari halaman rumah Jack, dan kini sudah tak terlihat. Zeta lalu masuk kembali ke rumah. Zeta menautkan kedua alisnya seraya berpikir. Sikap Max padanya sangat lembut dan perhatian, itu memang sifatnya dan bukan karena pria itu tertarik padanya kan? Semoga saja, Max memang orang yang seperti itu, dia tak hanya memperlakukan hal baik kepada Zeta saja, tetapi kepada semua orang yang pria itu temui. Ya, semoga saja.Zeta menghela napas lega ketika mampu mengalihkan pemikirannya ke hal yang lebih positif. Ia berderap ke kamarnya sendiri untuk membasuh wajah agar lebih segar, ia juga akan memakai skincare pembelian Jack. Ia ingin tampil maksimal ketika pria itu melihatnya.Zeta duduk di pinggir tempat tidur sebentar, ia raih ponselnya yang tergeletak di meja nakas. Ia ingin menghubungi Sena. Sena pasti terpukul dan juga syok melihat kekas
Read more

47. Menjemukan

Max hanya tersenyum menanggapi sindiran Jack. "Kau tahu. Kadang kau terlalu egois, Jack." Sorot mata Max menajam, ia berlalu dengan menabrak bahu Jack kasar.Jack melihat kepergian Max dengan rahang terkatup, kedua tangannya terkepal erat.***Fay melempar surat kabar yang baru ia baca ke tong sampah. Dengan kekesalan penuh ia menggiring kakinya kembali menuju ruang utama apartemennya."Fay..." panggil seorang perempuan yang duduk di sofa dengan menyandarkan kepalanya ke samping."Hmmm..." Fay ikut mendudukkan diri di samping Elle yang kini menegakkan kembali kepalanya itu."Kau pasti kesal ya? Tapi, itu konsekuensimu juga sih karena kau mau bertunangan dengan Jack." Elle memiringkan kepalanya untuk memperhatikan fitur wajah Fay yang nyaris sempurna. Lalu ia berkata lagi, "Sebenarnya Jack melihat apa sih dari perempuan itu. Jelas-jelas perempuan di depanku ini jauh lebih cantik, seperti boneka barbie.""Aku ha
Read more

48. Mengelak Terus

Fay merasakan debaran jantungnya mengencang ketika ia bertemu dengan Aiden tadi. Tidak banyak percakapan di antara keduanya karena Aiden lebih memilih sibuk dengan bukunya.Fay bertanya pada Aiden dengan senyum termanisnya, senyum yang sangat 'mahal' karena hanya orang-orang tertentu yang bisa melihat senyum tersebut. Namun, Aiden tak membalas senyumnya, bahkan untuk menolehkan kepalanya untuk melihat wajah Fay saja tidak Aiden lakukan. Itu yang membuat Fay gemas. Fay sudah bosan dengan banyaknya pria yang datang kepadanya penuh dengan rayuan, dan tak sedikit yang memamerkan hartanya. Semua akan Fay tolak mentah-mentah. Tapi, Aiden sangat bertolak belakang. Pria itu memancing Fay, ia jadi tergugah untuk membuat pria itu jatuh cinta kepadanya. Lagi pula, Fay sudah banyak menaklukkan banyak hati pria dengan sangat mudah. Begitu pun dengan Aiden, mungkin Fay bisa menaklukkannya juga.Tidak ada yang bisa menolak cinta dariku. Yakin Fay dalam hati penuh percaya
Read more

49. Mencemaskan Sesuatu

Jack sudah berada di kantor sejak pagi. Harinya diganggu oleh panggilan dari Fay yang berulang kali masuk ke ponselnya.  Jack menatap jengah layar ponselnya setiap kali nama Fay muncul di sana. Tak satu pun panggilan perempuan itu yang ia terima. Sementara, di ruang utama apartemen, Fay berdecak kesal ketika panggilannya direject oleh Jack. Padahal, tujuannya menelepon pria itu adalah supaya ia bisa mengajak Aiden jalan-jalan. Tapi, pria itu tak memberinya kesempatan untuk berbicara di telepon. Fay lalu mengirim pesan kepada Jack perihal keinginannya itu. Pesan Fay terkirim, menyembul di layar ponsel Jack. Pria itu mengernyit mendapati Fay yang tak pantang menyerah, dan malah mengiriminya sebuah pesan. Jack menggeser layar ponselnya, ia buka dan baca kiriman dari Fay. Alis Jack menyatu setelah selesai membaca. Ternyata Fay menyuruh Jack mengizinkan dan mendesak Aiden agar pria itu bersedia diajak Fay pergi jalan-jalan. Jack mengulas senyum miring
Read more

50. Ditolak Mentah-Mentah

Fay membuka pintu apartemen dan mendongakkan kepala ke luar. Ia tersenyum malu ketika matanya bertabrakan dengan mata coklat Aiden."Selamat pagi, Nona." Aiden menunduk memberikan salam."Pagi juga, Aiden." Fay memperlebar pintunya dan mempersilahkan Aiden untuk masuk."Tidak, Nona. Lebih baik kita berangkat sekarang," tolak Aiden tegas."Baik, Aiden." Fay merapikan rambutnya dengan tangan. Ia segera menutup pintu apartemen dan menguncinya. Ia lalu mengekor di belakang Aiden.Fay melangkah cepat agar bisa menjajari Aiden. Ia berdehem sembari menyelipkan sebagian rambutnya ke belakang telinga. "Apakah ada tempat yang ingin kau kunjungi, Aiden?" Aiden menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Fay. "Tidak ada, Nona," jawab Aiden datar."Baiklah. Kalau begitu biar aku saja yang menentukan tempatnya. Ada satu tempat yang ingin aku kunjungi." Fay meraih tangan Aiden, hendak menggenggamnya. Tapi, Aiden dengan cepat menepisnya.
Read more
PREV
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status