Home / CEO / Nafsu Bejat CEO / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Nafsu Bejat CEO: Chapter 31 - Chapter 40

120 Chapters

31. Sebuah Godaan

"Jack," panggil Zeta menyadarkan Jack, pasalnya pria itu mencengkeram perutnya sangat kencang sambil sesekali merintih."Kau kenapa?" Zeta berusaha melepas kedua tangan kekar Jack dari perutnya agar ia bisa berbalik dan melihat apa yang telah terjadi kepada Jack. Sepertinya bermimpi buruk, pikirnya.Zeta berhasil. Tangan Jack melonggar, ia pakai kesempatan itu untuk berguling menghadap pria itu. Ia tak bisa melihat jelas wajah Jack karena pencahayaan minim di dalam kamar. Ia hanya bisa mendengar napas Jack yang tersengal-sengal seakan baru saja berlari jauh. Zeta ulurkan sebelah tangan untuk membelai kepala Jack. "Kau kenapa?"Zeta terdiam, ia bisa menangkap pergerakan Jack yang mencondongkan kepala ke dada Zeta, sangat dekat. Ia merasa tidak nyaman dengan posisi Jack yang kini menenggelamkan kepala ke dua gundukannya."Jack..." Suara Zeta terpotong oleh desahan Jack."Begini. Sebentar saja." Jack memejamkan mata erat, mengusir bayangan menyeramkan
Read more

32. Berlari Sejauh Mungkin

Zeta menghentikan langkahnya. Ia tangkup dadanya yang terasa sakit. Ia tak bisa menahan lajur air mata yang terus mengalir deras di kedua pipinya. Ia menggerakkan kakinya kembali seraya mengusap air mata. Tatapannya kemudian terpaku kepada seorang pria yang tengah berjalan ke arahnya. Max.Max sempat terkejut ketika hampir berpapasan dengan Zeta, namun ia bisa menetralkan ekspresinya dengan cepat. Ia melangkah lebar menghampiri Zeta. Terlihat perempuan itu berkali-kali mengusap kelopak matanya, kemudian tersenyum kepada Max, seakan mengatakan tak apa-apa meski Max belum bertanya.Zeta menyerahkan kotak bekal yang awalnya ia buat untuk Jack kepada Max ketika ia sudah berhadapan dengan pria itu. Tanpa berkata ia juga menyodorkan jam tangan milik Jack."Apa ini?" Max menerima sodoran dari Zeta. Ia menaikkan kedua alisnya tak paham dengan perlakuan yang ia terima secara tiba-tiba ini. "Ini untukku?" "Iya. Dan, jam tangannya milik Jack. Aku minta tolong
Read more

33. Keluar Dari Rumah Jack

"Tuan, Nona Zeta sedang berada di rumah sahabatnya. Saya sudah mencari tahu semua tentang sahabat Nona Zeta yang bernama Sena itu. Dan, pacarnya Sena adalah lelaki yang pernah melecehkan Nona," tutur Aiden dari seberang telepon."Awasi Zeta terus, jangan sampai lengah," balas Jack dengan mata menggelap.Jack menghempaskan ponselnya ke meja setelah menutup sambungan telepon dari Aiden. Ia beranjak dari kursi, berjalan mondar-mandir tak tenang.Tak ada tanda-tanda keberadaan Camelia di ruangan Jack, karena perempuan itu telah Jack pecat. Camelia sempat melakukan perlawanan hingga akhirnya dia diusir paksa oleh petugas keamanan. Jack sudah kehabisan kesabarannya untuk Camelia.Jack meraih ponselnya kembali, merenung dengan wajah sendu. Ia tak akan membiarkan Zeta, miliknya berada jauh darinya. Ia akan segera membawa Zeta kembali ke rumahnya. Secepatnya.Ponsel Jack berderit kembali, menunjukkan nama Aiden tertera jelas di layarnya. Jack segera menerim
Read more

34. Cinta Yang Tak Terbalaskan

Jack duduk di kursi penunggu dengan jengah, sementara Aiden tetap berdiri setia di sampingnya."Ini sudah satu setengah jam lebih, Aiden. Mau sampai kapan kita tetap menunggu di sini, huh?" Jack nyaris beranjak dari kursi, jika Aiden tak mencegahnya."Sebentar lagi, Tuan. Nona Fay mungkin masih mengantre untuk mengambil..." Belum juga Aiden melanjutkan ucapannya itu, Fay sudah muncul dengan menggiring trolley berisi koper dan barangnya yang lain. "Tuan, Nona Fay" sambung Jack menunjuk ke arah Fay yang tengah celingukan, sepertinya sedang mencari keberadaan Jack.Namun, Jack hanya merespon dengan memutar tatapannya menuju Fay. Ia sebelumnya tak pernah bertemu langsung dengan perempuan itu. Jack dan Fay memang tak pernah bertemu, mereka hanya bertukar foto dan saling berbalas pesan. Jack menatap Fay penuh kritik. Layaknya model yang berlenggak-lenggok di karpet fashion show yang pernah Jack lihat, Fay juga seperti mereka, sangat kurus. Melihat Fay, me
Read more

35. Menuruti Kemauan Merry

Jack menatapi langit-langit kamarnya yang dihiasi lampu yang berpedar temaram, tersorot juga cahaya matahari yang menerobos dari celah tirai yang tersingkap sedikit.Semalaman Jack tak bisa tidur. Meski, sudah meminum banyak pil obat tidur, tak kunjung membuatnya merasa mengantuk. Kebiasaannya yang sering bergadang dulu ketika ia bekerja keras untuk posisi CEO di Baron group dan tekanan dari ayahnya memberikan efek bagi Jack sampai sekarang. Jack terkena insomnia akut. Ia akan kesulitan tidur tanpa bantuan obat tidur. Bahkan kini lebih parah, obat tidur yang memiliki dosis tinggi pun tak memberikan efek seperti yang Jack inginkan.Jack mendorong keras napas dari hidungnya. Ia menegakkan tubuhnya hingga posisinya sekarang duduk bersandar pada sandaran tempat tidur. Lalu, dengan tak bersemangat ia melempar pandangannya ke jam di dinding. Sudah waktunya Jack bersiap. Ia gerakkan tubuhnya pelan namun pasti memasuki kamar mandi. Ia segera mengguyur tubuhnya den
Read more

36. Sekelebat Bayanganmu

Jack berhenti sebelum mencapai pintu masuk toko khusus pakaian dalam wanita. Ia berdehem canggung. Jack sebelumnya tidak pernah pergi ke tempat seperti ini, dan tatapan orang-orang yang berlalu begitu mengusiknya."Tuan, ada yang bisa saya bantu," tanya si pelayan toko menghampiri Jack.Jack sempat tersentak beberapa detik, ia lalu memasang wajah dingin dan garang. Harga diri Jack tercoreng sudah. "Aku ingin beli... Bra dan celana dalam perempuan. Ini ukurannya." Jack berucap lirih nyaris berbisik, seraya menaruh secarik kertas kecil kepada si pelayan."Untuk warnanya, Tuan?" Si pelayan tak berkedip melihat Jack. Ia tahu siapa pria di depannya itu. Meski yang dilakukan Jack ini sedikit memalukan jika dilakukan oleh seorang pria, tapi si pelayan sama sekali tak memedulikan hal itu. Ia juga akan merahasiakannya tanpa Jack minta. Si pelayan rela melakukan apa saja untuk Jack. Tentu, ia merasa sangat beruntung karena bisa bertatap muka langsung dengan pria itu.
Read more

37. Dimata-matai

Jack turun dari mobil menatapi gedung apartemen mewah di depannya. Lalu, disusul Aiden dengan membawa kantong belanja di kedua tangan. Jack menoleh ke arah Aiden. "Aku bawakan satu kantongnya." Ia menyambar satu kantong belanja dari tangan Aiden.Aiden hanya mengangguk, kemudian mereka berdua berjalan beriringan menuju ke tempat Fay. Mereka melewati beberapa lantai sampai akhirnya mereka sudah berada di depan apartemen yang ditinggali oleh Fay.Jack tak sabar menekan bel sambil mengentak-entakkan sebelah kaki ke lantai untuk menetralisir emosinya.Tak lama kemudian, Fay membuka pintu dan mendongak. "Maaf telah merepotkanmu, Jack." Jack memutar mata malas. "Sangat merepotkan."Fay menahan diri. Ia tetap memaksakan diri agar bibirnya terus melengkung ke atas."Ini semuanya untukku?" Fay terkesiap dengan semua belanjaan yang dibawa Jack dan Aiden. Tak terhitung banyaknya."Jangan banyak tanya. Izinkan aku dan Aiden mas
Read more

38. Menahan Malu

Edwin mengetuk jemarinya ke meja dengan tatapan fokus kepada sebuah pigora berisi foto keluarganya—Max kecil, Jack kecil, Edwin, dan Merry—yang terpajang sempurna di depannya."Bagaimana perkembangan Jack?""Tuan Jack sudah lama tak mengunjungi club dan tak terlihat bersama dengan wanita lagi, Tuan.""Hmm... Menarik," gumam Edwin menyuruh pria itu pergi dari ruangannya. Ia mengangguk dan mengibaskan sebelah tangan ke udara.Edwin menautkan tangannya dan ia pakai untuk menyangga dagunya. Ia tersenyum. Kali ini ia akan mengawasi Jack. Dan ia harus bersikap keras lagi jika putra bungsunya itu sampai membangkang. Sementara untuk Max, tak banyak yang Edwin perhatikan dari pria itu. Max, hanya akan merintangi rencana Edwin untuk membesarkan Baron group dan Grotesque group yang ada di dalam kekuasaannya.*Fay menurunkan ponselnya setelah menelepon teman-temannya yang ada di Jepang. Ia melirik jam sekilas, pukul tiga sore. Masih a
Read more

39. Merindukanmu

"Fay mau menerimanya, Aiden?" tanya Jack ketika pengawalnya muncul dari balik pintu kamarnya yang terbuka."Iya, Tuan. Nona Fay sudah menerima tiketnya, Nona berujar kalau Nona lebih suka menonton daripada dinner." Aiden menunduk dengan kedua tangan tertaut di depan badannya yang tegap."Bagus." Jack mengangguk puas sambil mengelus dagunya dengan sebelah tangan.Jack lalu kembali fokus menatap foto-foto yang berhasil orang suruhannya ambil ketika Zeta berada di jalan. Perempuan di foto itu memperlihatkan wajah kecewa dengan membawa banyak kertas di tangannya. "Aku akan segera bertemu denganmu," gumam Jack menyapu wajah Zeta di dalam foto tersebut.Aiden hanya diam melihat Jack bergumam sambil memandangi lekat foto-foto yang berhamburan di depannya. ***Matahari pagi menyapa Zeta ketika perempuan itu sedang merenung di sofa sendirian, sedang Sena telah pergi sedari tadi bersama Antony. Zeta sempat bersembunyi ketika Antony
Read more

40. Benar-Benar Bajingan

Zeta bergeleng pelan. Ia tak kunjung mengganti pakaiannya meski di depannya, Sena sudah berdandan cantik dan siap untuk berangkat ke bioskop."Zeta... Aku sudah beli tiga tiket loh. Masa mau kau sia-sia kan perjuanganku demi mendapatkan tiket ini, huh?" Sena menurunkan dua sisi mulutnya sambil terus menyisiri rambut gelombangnya yang ia biarkan tergerai dengan handband terselip di sana."Aku kan sudah menolaknya sejak awal." Zeta masih bersikukuh untuk mempertahankan pendiriannya agar ia gagal nonton, sementara biar hanya Antony dan Sena saja yang pergi."Zeta... Ayolah." Sena menarik tangan Zeta. Lebih kencang lagi ia tarik, sampai ia hampir terjungkal ketika Zeta berdiri dengan tiba-tiba."Baiklah." Sena tersenyum. "Aku akan menunggumu di ruang tamu."Zeta mengacak rambutnya kesal. Kalau saja bukan karena bujukan dari Sena, ia tak akan sudi pergi.Zeta kemudian memilih pakaian dengan asal. Ia mencomot kaos, celana jeans, dan j
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status