Home / CEO / Nafsu Bejat CEO / 45. Hadiah Sebuah Tamparan

Share

45. Hadiah Sebuah Tamparan

Author: Cececans
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Jack memincing melihat Merry yang sudah duduk di ruangannya. Ia tahu apa yang telah membawa perempuan setengah baya itu ke mari. Kalau bukan surat kabar apa lagi?

Senyum terulas di bibir tipis Jack, seraya bersiul pelan ia memasuki ruangannya. Kedua tangan ia selipkan ke saku celana. Sepertinya hari ini mood Jack sedang membaik.

Merry tersentak, memutar badannya ketika ia mendapati kedatangan Jack dengan gaya angkuh pria itu yang semakin membuatnya meremang. Surat kabar di tangannya ia remas erat, sangat erat. Ia tak menyangka kalau putra bungsunya itu berani berbuat ulah lagi. Jack bahkan tega meninggalkan Fay, calon tunangannya sendirian. Padahal, Fay adalah perempuan yang baik, tapi malah disia-siakan begitu saja oleh Jack. Tentu, Merry tak akan terima perempuan pilihannya malah tak diacuhkan, sementara Jack malah lebih memilih perempuan lain yang Merry sendiri tidak tahu siapa. Wajahnya tak terlihat. Merry juga payah jika harus mencari tahu tentang seseorang.

<
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Nafsu Bejat CEO   46. Enggan Menyapa

    Max melambaikan tangan sebelum ia menjalankan mobilnya, dibalas oleh senyuman dan anggukan oleh Zeta.Mobil Max keluar dari halaman rumah Jack, dan kini sudah tak terlihat. Zeta lalu masuk kembali ke rumah.Zeta menautkan kedua alisnya seraya berpikir. Sikap Max padanya sangat lembut dan perhatian, itu memang sifatnya dan bukan karena pria itu tertarik padanya kan? Semoga saja, Max memang orang yang seperti itu, dia tak hanya memperlakukan hal baik kepada Zeta saja, tetapi kepada semua orang yang pria itu temui. Ya, semoga saja.Zeta menghela napas lega ketika mampu mengalihkan pemikirannya ke hal yang lebih positif. Ia berderap ke kamarnya sendiri untuk membasuh wajah agar lebih segar, ia juga akan memakai skincare pembelian Jack. Ia ingin tampil maksimal ketika pria itu melihatnya.Zeta duduk di pinggir tempat tidur sebentar, ia raih ponselnya yang tergeletak di meja nakas. Ia ingin menghubungi Sena. Sena pasti terpukul dan juga syok melihat kekas

  • Nafsu Bejat CEO   47. Menjemukan

    Max hanya tersenyum menanggapi sindiran Jack. "Kau tahu. Kadang kau terlalu egois, Jack."Sorot mata Max menajam, ia berlalu dengan menabrak bahu Jack kasar.Jack melihat kepergian Max dengan rahang terkatup, kedua tangannya terkepal erat.***Fay melempar surat kabar yang baru ia baca ke tong sampah. Dengan kekesalan penuh ia menggiring kakinya kembali menuju ruang utama apartemennya."Fay..." panggil seorang perempuan yang duduk di sofa dengan menyandarkan kepalanya ke samping."Hmmm..." Fay ikut mendudukkan diri di samping Elle yang kini menegakkan kembali kepalanya itu."Kau pasti kesal ya? Tapi, itu konsekuensimu juga sih karena kau mau bertunangan dengan Jack." Elle memiringkan kepalanya untuk memperhatikan fitur wajah Fay yang nyaris sempurna. Lalu ia berkata lagi, "Sebenarnya Jack melihat apa sih dari perempuan itu. Jelas-jelas perempuan di depanku ini jauh lebih cantik, seperti boneka barbie.""Aku ha

  • Nafsu Bejat CEO   48. Mengelak Terus

    Fay merasakan debaran jantungnya mengencang ketika ia bertemu dengan Aiden tadi. Tidak banyak percakapan di antara keduanya karena Aiden lebih memilih sibuk dengan bukunya.Fay bertanya pada Aiden dengan senyum termanisnya, senyum yang sangat 'mahal' karena hanya orang-orang tertentu yang bisa melihat senyum tersebut. Namun, Aiden tak membalas senyumnya, bahkan untuk menolehkan kepalanya untuk melihat wajah Fay saja tidak Aiden lakukan. Itu yang membuat Fay gemas.Fay sudah bosan dengan banyaknya pria yang datang kepadanya penuh dengan rayuan, dan tak sedikit yang memamerkan hartanya. Semua akan Fay tolak mentah-mentah. Tapi, Aiden sangat bertolak belakang. Pria itu memancing Fay, ia jadi tergugah untuk membuat pria itu jatuh cinta kepadanya. Lagi pula, Fay sudah banyak menaklukkan banyak hati pria dengan sangat mudah. Begitu pun dengan Aiden, mungkin Fay bisa menaklukkannya juga.Tidak ada yang bisa menolak cinta dariku. Yakin Fay dalam hati penuh percaya

  • Nafsu Bejat CEO   49. Mencemaskan Sesuatu

    Jack sudah berada di kantor sejak pagi. Harinya diganggu oleh panggilan dari Fay yang berulang kali masuk ke ponselnya. Jack menatap jengah layar ponselnya setiap kali nama Fay muncul di sana. Tak satu pun panggilan perempuan itu yang ia terima. Sementara, di ruang utama apartemen, Fay berdecak kesal ketika panggilannya direject oleh Jack. Padahal, tujuannya menelepon pria itu adalah supaya ia bisa mengajak Aiden jalan-jalan. Tapi, pria itu tak memberinya kesempatan untuk berbicara di telepon. Fay lalu mengirim pesan kepada Jack perihal keinginannya itu. Pesan Fay terkirim, menyembul di layar ponsel Jack. Pria itu mengernyit mendapati Fay yang tak pantang menyerah, dan malah mengiriminya sebuah pesan. Jack menggeser layar ponselnya, ia buka dan baca kiriman dari Fay. Alis Jack menyatu setelah selesai membaca. Ternyata Fay menyuruh Jack mengizinkan dan mendesak Aiden agar pria itu bersedia diajak Fay pergi jalan-jalan. Jack mengulas senyum miring

  • Nafsu Bejat CEO   50. Ditolak Mentah-Mentah

    Fay membuka pintu apartemen dan mendongakkan kepala ke luar. Ia tersenyum malu ketika matanya bertabrakan dengan mata coklat Aiden."Selamat pagi, Nona." Aiden menunduk memberikan salam."Pagi juga, Aiden." Fay memperlebar pintunya dan mempersilahkan Aiden untuk masuk."Tidak, Nona. Lebih baik kita berangkat sekarang," tolak Aiden tegas."Baik, Aiden." Fay merapikan rambutnya dengan tangan. Ia segera menutup pintu apartemen dan menguncinya. Ia lalu mengekor di belakang Aiden.Fay melangkah cepat agar bisa menjajari Aiden. Ia berdehem sembari menyelipkan sebagian rambutnya ke belakang telinga. "Apakah ada tempat yang ingin kau kunjungi, Aiden?"Aiden menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Fay. "Tidak ada, Nona," jawab Aiden datar."Baiklah. Kalau begitu biar aku saja yang menentukan tempatnya. Ada satu tempat yang ingin aku kunjungi." Fay meraih tangan Aiden, hendak menggenggamnya. Tapi, Aiden dengan cepat menepisnya.

  • Nafsu Bejat CEO   51. Max Yang Manis

    "Bagaimana hatimu sudah mulai membaik?" Jack memiringkan kepala kepada Aiden.Aiden berhenti meneguk minumannya. "Sudah, Tuan. Karena Anda, saya menjadi lebih baik sekarang."Jack menarik dua sudut mulutnya ke atas.*Max mondar-mandir penuh gelisah di ruangannya. Ia melirik ponselnya sekilas, tak ada tanda-tanda adanya balasan pesan di layarnya. Ia lalu bergerak lagi, sampai suara deringan ponsel menghentikannya."Dia membalas apa ya?" gumam Max seraya menggulir layar ponselnya dan membuka sebuah pesan yang masuk.Max mengulas senyum, lalu beranjak keluar.Max pergi ke rumah Jack untuk menemui Zeta. Tadi ia sempat bertanya dulu, boleh kah ia menemui Zeta. Dan, perempuan itu menjawabnya boleh. Maka, Max segera bergegas.Sebelum mencapai rumah Jack, Max berhenti di sebuah toko bunga. Ia meminta seorang florist untuk merangkaikan sebuah buket bunga yang indah untuknya."Buatkan aku buket bunga yang cantik," Max

  • Nafsu Bejat CEO   52. Masakan Zeta Tak Terkalahkan

    Max menyesap teh yang dibuatkan Lerry pelan. Ia menengok ke arah Zeta yang kini berderap ke arahnya. Perempuan itu mendesah lega sembari melepaskan celemek dari tubuhnya."Sudah matang, Max. Aku memasakkan makanan yang enak untukmu, kau harus mencobanya.""Aku kan sudah bilang tak perlu repot-repot kau membuatnya, Zeta. Aku hanya bilang kalau aku suka dengan masakanmu, tapi bukan berarti aku ingin kau memasakkan untukku sekarang.""Sudahlah. Aku memang ingin memasakkanmu. Lagi pula sekarang memang waktunya makan siang, malah sudah terlewat beberapa jam." Zeta menarik tangan Max lalu menggiringnya di meja makan. Zeta sama sekali lupa kalau Jack bisa melihat semua yang ia lakukan ini.Max terduduk di kursi, ia pandangi makanan yang sudah tersaji di atas meja makan dengan menelan ludahnya."Kau harus habiskan semuanya." Zeta menepuk pundak Max, kemudian berlalu.Max mengambil piring. Ia menaruh semua makanan buatan Zeta itu ke piringnya.

  • Nafsu Bejat CEO   53. Kecurigaan Tak Mendasar

    Zeta membuka matanya pelan. Hari sudah pagi, waktunya ia bangun. Tatapan pertamanya ia arahkan ke meja nakas untuk melihat bunga segar. Ia tercengang sebentar, lalu meloncat turun dari kasur. Zeta menggigit bibir bawahnya. Di atas meja tak ia dapati vas bunga yang ia letakkan di sana kemarin. Semalam vas itu masih ada, tapi sekarang sudah menghilang.Zeta keluar dari kamar, menemui Lerry. "Bibi..." panggil Zeta membuat Lerry berbalik ke arahnya."Ada apa, Nona?""Bibi tahu vas bunga yang ada di atas meja, di kamarku tidak?" tanya Zeta tak sabar.Lerry mencoba mengingat-ingat. Pasalnya tadi ketika ia mengunjungi kamar Zeta di saat perempuan itu masih tidur, tak ada vas bunga di meja. Lerry tak melihat benda selain ponsel di sana. "Tidak, Nona.""Bibi benar-benar tak melihatnya?" Wajah Zeta tertekuk kecewa."Iya, Nona. Tidak ada vas bunga di meja Nona." Lerry bergeleng pelan."Baiklah, Bi." Zeta memaksakan senyumnya, kemudian berlalu.

Latest chapter

  • Nafsu Bejat CEO   120. After Everything (The End)

    Zeta dan Jack baru saja keluar dari gedung megah Grands Magasins di kota Paris. Zeta sama sekali tak menyurutkan senyumnya sedari tadi, membuat Jack ikut mengulas senyum melihatnya. "Kau terlihat sangat senang, Zeta. Setelah ini kita mau ke mana?" Jack melirik Zeta sebelum masuk ke taksi yang ia sewa untuk berkeliling kota Paris. "Tentu saja aku senang, Jack. Hari ini aku sudah mengunjungi banyak sekali tempat yang menakjubkan." Zeta menunjuk ke arah kedua tangannya yang membawa dua kantong belanja berisi parfum dan pakaian bermerk yang tadi Jack belikan untuknya. Zeta menarik napas. "Lebih baik setelah ini kita kembali ke hotel. Badanku sudah lelah, Jack. Tapi, sebelumnya aku ingin beli buket bunga," ucap Zeta dengan mata berkedip penuh harap. "Baiklah." Jack mengangguk paham. Ia dan Zeta masuk ke taksi yang segera membawanya ke sebuah toko bunga yang letaknya tak jauh dari lokasi hotel yang mereka inapi. Di dalam taksi, Zeta meletakkan kepal

  • Nafsu Bejat CEO   119. Honeymoon Kedua

    "Sepertinya kota Paris bagus, Dad. Sekalian aku dan Zeta akan honeymoon kedua di kota romantis itu." Jack menaik turunkan alisnya. Ia tersenyum penuh arti kepada Zeta."Jack, kita kan sudah honeymoon. Masa mau honeymoon lagi?" Zeta bergeleng, menolak ide Jack tersebut.Edwin mengamati Jack dan Zeta bergantian. "Baiklah. Aku akan membelikan dua tiket ke Paris untuk besok.""Apa besok, Om. Eh... Dad?" Zeta terbelalak tak percaya. Ia semakin keras bergeleng."Thanks, Dad." Jack menyela, ia merangkul pundak Zeta dan mengulas senyum manis kepada Edwin.*Aiden menatap bangunan besar yang berdiri angkuh di depannya. Ia tak berpikir panjang lagi dan memilih untuk menggerakkan kaki memasuki gedung tersebut.Kedatangan Aiden disambut oleh para staf yang menjaga rumah sakit jiwa, di mana Lisa sedang dirawat. Terlihat ada beberapa perawat berlarian menuju ke pintu ruangan yang tertutup."Ada yang bisa say

  • Nafsu Bejat CEO   118. Max, Putra Manisku

    "Kau mau ikut, Merry?" Edwin berdiri lalu menghampiri Merry yang bersedekap di depannya."Tidak. Kau saja yang pergi." Merry membalas dengan acuh tak acuh."Kau tidak mau melihat cucumu? Kau tidak penasaran seperti apa rupanya?" Edwin menyentuh pelan kedua pundak Merry.Merry bergeleng. "Tidak.""Hmmm... Kau berubahlah, Merry. Kau jangan terus menaruh rasa bencimu itu kepada Jack, apalagi kepada cucumu yang baru saja lahir. Dia tidak tahu apa-apa. Ya... Meski kau begitu, karena merasa tertekan sejak kau melahirkan Jack sampai sekarang. Tapi, Jack juga darah dagingmu. Berhentilah membencinya, Merry." Edwin menatap Merry dengan sendu.Merry terbungkam oleh perkataan Edwin. Sejak kapan pria itu berubah? Merry merasa Edwin kembali seperti masa mudanya, ketika mereka masih berpacaran dulu. Edwin begitu peduli, dan ucapannya selalu meneduhkan. Sosok Edwin itu telah tenggelam lama dalam ambisius pria itu yang ingin mendirikan perusahaan besar, sampa

  • Nafsu Bejat CEO   117. Tak Sanggup Jadi Mama

    Jack menggendong Max kecil, berusaha untuk menenangkannya. Ia lalu membaringkan Max ke atas ranjang yang kemudian diperiksa oleh dokter sebelum bayi tersebut diperbolehkan pulang.Zeta yang ada di sisinya menatap Jack. Ia baru saja diperiksa dan keadaannya baik. Maka, besok pagi ia sudah diizinkan meninggalkan rumah sakit."Jack..." panggil Zeta yang langsung ditanggapi oleh senyuman lembut Jack."Apa Zeta?" Jack bergerak mendekati Zeta. Ia membawa dirinya untuk berdiri tepat di sisi Zeta."Besok aku sudah diperbolehkan pulang, Jack. Tinggal menunggu Max selesai diperiksa." Zeta menyentuh punggung tangan Jack yang dipakai pria itu untuk menyangga tubuhnya di tepi ranjang, sementara wajahnya mencondong pada Zeta.Jack mengangguk mengerti. "Jadi, apa kau ingin membuat pesta kecil untuk menyambut bayi kita? Pesta baby newborn?"Zeta beralih memandang langit-langit ruangan seraya berpikir sejenak. "Sepertinya, boleh juga, Jack. Harus ada h

  • Nafsu Bejat CEO   116. Wajahnya Seperti Jack

    "Tuan..." Aiden menunduk pelan di depan Edwin. Ia lalu menegakkan kembali kepalanya, menanti ucapan apa yang akan Edwin lontarkan ketika dirinya kedapatan hendak meninggalkan kantor tanpa izin.Edwin mengamati Aiden dengan alis terangkat satu. "Kau mau ke mana, Aiden?"Aiden tidak langsung membalas pertanyaan Edwin tersebut. Ia mencoba mencari jawaban lain, namun tak kunjung dapat. Maka, ia berucap jujur. "Saya hendak ke rumah sakit untuk menegok Tuan Jack dan Nona Zeta."Edwin melipat kedua tangannya di depan dada. "Zeta sudah melahirkan?"."Sepertinya belum, Tuan. Maka dari itu saya hendak ke sana untuk mencari tahu karena... Tuan Jack sulit untuk saya hubungi." Aiden nyaris keceplosan. Ia tadi hampir saja mengatakan kalau Jack tak memperbolehkannya ke rumah sakit. Kalau saja ia sampai berkata demikian, ia tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan pria paruh baya di depannya.Edwin hanya mengangguk. Ia berbalik, berderap meninggalkan Ai

  • Nafsu Bejat CEO   115. Ditemani Suami

    Sembilan bulan telah berlalu, semenjak kematian Max. Jack kini meluangkan banyak waktunya untuk menemani Zeta. Ia tak pernah jenak jika harus meninggalkan Zeta sendirian, bahkan untuk bekerja. Pikirannya akan dipenuhi Zeta dan itu membuatnya tidak bisa berkonsentrasi.Untung saja, Edwin memaklumi itu, bahkan dirinya ikut membantu mengelola Baron group sehingga pekerjaan Jack jadi tidak terlampau berat. Entah kenapa, sejak kematian Max semua telah berubah.*Jack duduk di tepi ranjang, ia mengulurkan tangan untuk memberikan sapuan lembut kepada Zeta yang terbaring di sisinya. Perempuan itu tersenyum padanya.Zeta sudah memasuki usia kandungan sembilan bulan. Perutnya sudah buncit dan jika menurut prediksi dokter, ia akan melahirkan di waktu dekat ini."Jack, kau tidak bekerja lagi hari ini?" Zeta mendongak dengan alis yang tertaut.Jack menggeleng. "Tidak. Aku ingin menemanimu terus, Zeta," tekan Jack seraya mengulas senyum lembut

  • Nafsu Bejat CEO   114. Di Balik Semuanya

    Jack menggenggam erat tangan Zeta sesampainya ia di pemakaman. Ia melihat langsung bagaimana peti Max dimasukkan ke dalam liang lahat. Menatapnya dengan perih.Zeta mengusap punggung tangan Jack dalam diam. Kedua matanya terasa panas, ingin menangis lagi. Ia segera mengerjap ketika Jack menggeser pandangan padanya."Aku kan sudah bilang kalau kau sebaiknya berada di penthouse. Bagaimana kalau kesehatanmu down lagi dan membahayakan bayi di kandunganmu?" Jack berkata lirih dan sangat lembut, sampai Zeta tak kuasa menahan tangis. Pria di depannya itu telah kehilangan orang yang teramat dicintai, tapi tetap saja Jack mau memperhatikan Zeta."Aku tidak apa-apa, Jack." Zeta mengusap kasar pipinya, menghilangkan jejak air mata dari sana."Hei... Udah dong." Jack mengusap pipi Zeta dengan pelan. Ia menghentikan usapan kasar dari tangan Zeta yang bisa saja melukai pipinya yang kini terlihat kemerahan."Jadi merah kan pipimu," imbuh Jack memaksakan sen

  • Nafsu Bejat CEO   113. Harus Merelakanmu

    Napas Jack memburu. Ia menghentikan langkah ketika ia sudah berdiri tepat di depan sebuah rumah yang telah lama tak ia singgahi. Rumah itu sekarang terlihat lebih suram.Jack berjalan pelan, semakin mendekati pintu utama rumah keluarganya. Rumah ini terasa asing setelah ia tinggalkan, dan tak pernah memberikan kenangan indah baginya. Bahkan ketika Jack menginjakkan kakinya lagi di sini. Ia pun disuguhkan dengan hal yang membuatnya seolah tak mau bernapas lagi. Sesak dan sakit rasanya.Jack terus bergerak. Ia menerobos tanpa permisi beberapa orang yang menghalangi pemandangannya. Ia kini sudah berdiri di depan sebuah peti. Peti yang sangat Jack takutkan jika ia melihatnya.Merry menangis sambil memeluk peti itu, tak mau melepaskannya meski Edwin berusaha menarik Merry dari peti tersebut.Edwin mendesah berat ketika usahanya gagal. Ia lalu melempar pandangan yang tak sengaja menangkap Jack yang diam mematung di tempatnya berdiri."Jack," lirih Edwin

  • Nafsu Bejat CEO   112. Kehilangan Di Hari Yang Berbahagia

    "Olivia... Kau datang?" Jack memperlebar senyumnya."Ya, tentu saja. Aku datang, Jack. Selamat ya atas penikahan kalian. Aku sangat senang." Olivia beralih menatap Zeta yang juga balas menatapnya dengan raut wajah ramah."Jack, istrimu sangat cantik. Kau harus menjaganya," bisik Olivia memperingatkan Jack."Tentu saja, Olivia. Aku akan menjaga Zeta, bahkan dari jangkauanmu." Jack menarik Zeta agar menempel padanya."Ho... Ho... Kau sangat protektif, Jack," kekeh Olivia menggoda."Kau tinggal di Chicago sekarang?" tanya Jack seraya meletakkan tangannya ke pundak Zeta, merangkulnya dengan gestur melindungi."Tidak. Aku akan kembali ke New York. Aku di Chicago hanya karena menghadiri pernikahanmu." Olivia mengedikkan bahu."Sebelum kau pergi, tidak bisakah kau mengunjungi Max di rumah sakit? Setelah ini aku dan Zeta rencananya juga akan ke sana untuk menjenguknya." Senyum Jack tak pernah luruh dari wajah tampannya."Ah... Iya... A

DMCA.com Protection Status