All Chapters of Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia): Chapter 1 - Chapter 10

43 Chapters

Kenangan

"Kupikir kamu akan menjadi imam selamanya untukku, ternyata kamu memiliki makmum selain aku." Januari 2019  "Dik, coba kamu telepon Shabir, kenapa sudah pukul delapan belum sampai. Kepala KUA sudah nanyain itu, katanya kalau masih jauh, beliau mau ke Bale dulu soalnya harus akad temanmu itu."  Haziya mengangguk seraya mengambil ponsel dari tas kecil yang diletakkan di atas meja. Wajahnya sudah dirias sejak selesai salat subuh. Keterlambatan Shabir ke KUA membuatnya cemas, meski sudah berusaha bersikap tenang, tetapi pikiran sudah melesat jauh. Mengingat semalam mereka sempat cekcok sebentar. Dalam hati tak hentinya dia terus berdoa agar diberi kemudahan.  Mungkinkah Shabir membatalkan niat suci itu? Sudah dua kali dia mencoba menghubungi, hanya suara operator yang terdengar.  "Gimana, Dik?" Syukri kembali bertanya. Gel
Read more

Kado Terindah

"Aku menantimu dalam gemuruh, layaknya ombak memeluk karang, sesabar embun hangati pagi dan setia senja pada jingga."Haziya penuh haru memegangi tespack, matanya berubah samudera lautan, air mata membasahi pipi dan kerudung yang dia pakai. Dia begitu tidak sabaran usai pulang dari apotik membeli alat tes kehamilan, langsung masuk kamar mandi setelah meletakkan tas sembarangan di atas kasur."Alhamdulillah, Ya Allah, penantianku selama ini." Lututnya lemas, tubuhnya gemetaran saking bahagianya mendapatkan jawaban dari doa-doanya hampir setahun ini. Allah telah mengijabah rintihan di persetiga malam. Haziya tidak henti-hentinya tersenyum melihat dua garis merah. Suaminya juga pasti begitu senang mendengar berita bahagia ini.Krek! Pintu terdorong dari luar. Haziya tersentak dari duduknya, lantas berdiri ketika sosok sang suami muncul. 
Read more

Bukti Cinta

"Hujan yang pernah bertandang mulai reda. Bunga-bunga cinta yang kamu semi, mulai mekar.  Kuharap kasih sayangmu jangan pernah memudar."Haziya tidak bisa lagi menahan ombak dalam dada, sejak tadi gemuruh  sudah bertalu-talu. Perut bawahnya diolesi gel oleh perawat, dilanjutkan penempelan alat transduser USG oleh dokter hingga matanya basah ketika melihat layar di pojok dinding atas. Meski masih belum tampak jelas, bahkan hanya ada bulatan kecil, dia sendiri tidak tahu apa itu jika dokter tidak segera menjelaskan. "Lingkaran kecil seperti biji kacang ini namanya embrio, Bu. Memang masih sangat kecil karena kandungan Ibu baru memasuki empat Minggu. Sebelumnya, selamat Ibu sedang hamil." Haziya membalas ucapan dokter dengan seulas senyum, dia masih begitu haru melihat pemandangan di depan, Shabir yang menggantikannya dengan kata-kata."Terima kasih, Pak. Ini anak pertama kami setelah penantian
Read more

Kehilangan

"Darinya aku belajar mencintai dalam Isak tangis, perlahan mengikhlaskan meski aku tak tahu bagaimana cara bersabar ketika langit kembali roboh menghancurkan asa dan karsa."Dersik membelai wajah Haziya, saat tapaknya menginjak lantai pertama masjid berbahan granit itu setelah menaiki tangga, dia langsung merasakan kesejukan dan ketenangan. Angin berdesir dari celah jendela kaca, semakin masuk ke dalam masjid yang mempunyai dua lantai ini hawa menetramkan begitu terasa. Masjid berkubah biru yang dinamakan Masjid At Taqarrub tidak pernah sepi, letaknya di kawasan pertokoan ramai disinggahi oleh para jamaah yang ingin salat dan tampak anak-anak juga berada di sebelah kanan masjid. Mereka sedang mengaji rutin setiap sore. Selain terdapat Pendidikan Anak Usia Dini, di masjid yang dulunya terkenal nama Masjid Phep juga memiliki fasilitas perpustakaan, ruang Bilal, ruang Imam dan juga ruang rapat, serta kantor sekret
Read more

Kuat?

"Perempuan bisa tegar sambil  tersenyum padahal hatinya bergetar isakan getir yang disembunyikan. Sandaran pundak membuatnya kuat, dengarkan keluh kesahnya dan berikan kenyamanan agar dukanya tidak semakin melebar.""Bang, aku takut!" bisik Haziya ketika dia hendak dibawa menuju ruang operasi untuk dikuret. Meski sudah dijelaskan berulang kali oleh dokter yang menanganinya, proses kuret hanya beberapa menit  dan Haziya akan diinfus sehingga tidak akan merasakan sakit. Namun, dia tetap saja diselimuti rasa takut. Ditambah emosional duka menerima kenyataan bahwa harus kehilangan bayi yang dinantinya lahir ke dunia beberapa bulan ke depan. Bahkan sebelum mereka tahu jenis kelamin sang janin. "Baca doa terus, Sayang. Abang, Mak dan ayah di luar bakal terus berdoa juga untukmu. Tenang, ya, insya Allah semua lancar dan dimudahkan." Shabir mengenggam tangan Haziya, mengelus pun
Read more

Luka

"Jangan berharap lebih pada manusia. Peluk lukamu dengan doa. Bersihkan jiwamu dari dendam. Ikhlaskan segala keadaan dan serahkan semuanya kepada Pemilik Segala Alam."Bang, Abang mau ke mana? Ini masakan sudah adek siapin, Abang makan saja dulu," cegat Haziya ketika melihat Shabir hendak memegang ganggang pintu."Abang ke rumah ibu, Kakak Lathif katanya masak kuah pliek. Abang makan di sana saja. Jangan lupa kunci pintu," papar Shabir, kemudian menarik ganggang dan keluar menuju halaman depan. Segera mengenderai motor, menyisakan deru yang semakin menjauh dan meninggalkan Haziya berdiri kedinginan di teras seraya menatap kepergian suaminya untuk ke sekian kali. Haziya memang tidak pandai memasak, tetapi dia terus belajar cara masak yang benar. Mencatat resep dari ibu, juga menonton tutorial memasak dari YouTube supaya Shabir bisa makan masakan sehat di rumah. Namun, perjuangannya selalu menyiapkan hi
Read more

Jangan Jatuh Cinta Lagi!

"Aku pernah terjatuh berkali-kali, dan saat aku bangkit di antara bintang-bintang, secercah harapan menerangi. Meski langit telah gelap, bukankah mimpiku punya kesempatan untuk mewujudkannya?"Dulu saat sebelum menikah, cita-citanya mengajar di sekolah dasar asal Haziya menuntut ilmu. Namun, rencananya tidak sesuai keinginan ketika mantan suami melarangnya bekerja. Kepindahan ke desa mertua, membuat jarak pulang pergi butuh hampir sejam. Shabir khawatir dia tidak bisa membagi waktu. Mengejar ridha suami, Haziya menurut saja. Sekarang, setelah keduanya berpisah. Tidak ada nafkah dari Shabir sejak kepulangannya ke rumah ibu sendiri, membuat Haziya harus memutar otak mencari pekerjaan. Meski kedua orang tua mengatakan masih sanggup membiayai kebutuhannya, tetapi Haziya tidak ingin membebani mereka di usia hampir dua puluh lima ini. Dia ingin membantu meringankan kehidupan mereka. "Aduh, hampir tela
Read more

Kenapa Bertemu Lagi?

Haziya tidak enak berada di satu meja yang sama dengan Zaweel, bagaimanapun dia sudah pernah menikah mesti sekarang statusnya masih gantung karena pengadilan belum memutuskan. Shabir tidak hadir pada sidang perceraian pertama, membuat persidangan tertunda lagi. "Kalian mau ke mana sudah rapi?""Bukan urusan Abang, nggak usah minta ikut. Ingat, Abang ke sini buat kerja bukan cari mangsa."Zaweel tertawa seperti orang kerasukan. "Aku kerja buat siapa? Ya, buat istri dan anak-anakku nanti lah. Restui Abang dengan Ziya aja, gimana?" "Bang, mau matamu aku colok dengan garpu?""Ampun bang jago!" Zaweel berdiri, meninggalkan mereka dengan gema tawa."Lihat, kan, anak tiktok nyasar.'' Miska menghabiskan nasi di piringnya, sejak semalam dia dibuat pusing oleh kelakuan Zaweel. "Silakan masuk para
Read more

Pengacara Baru

"Bang Shabir, aku ...." Haziya spontan mundur ketika Shabir melangkah maju. Tubuhnya dikunci oleh lengan kekar Shabir, wajah keduanya begitu dekat. "Bang, jangan begini, nggak enak dilihat orang. Ini toilet perempuan," tegur Haziya berharap Shabir menjauhkan dirinya, tetapi lelaki itu malah semakin mendekatkan wajah."Jangan sok suci, sudah kunikmati juga. Kenapa dia bisa denganmu, sedangkan aku suamimu nggak bisa, hah?!" emosi Shabir meninju dinding di sebelah kiri wajah Haziya."Bang, kendalikan amarah Abang," pinta Haziya setengah serak menahan tangis, kejadian malam panas itu kembali terbayang. Dia takut Shabir jadi lepas kendali dan menamparnya untuk kedua kali. "Kita juga sudah bukan suami istri lagi, Bang. Aku sudah mengajukan--""Tidak akan, aku nggak akan pernah menceraikanmu. Kamu bisa senang beb
Read more

Jangan Baper Karena Zaweel

"Pernah mencintai, tetapi disakiti. Tolong, perasaan jangan mudah terbawa suasana. Hanya karena kata-kata mutiara belaka." Tit!! "Astagfirullah! Kenapa, Bang?" tanya Haziya panik ketika suara klakson bunyi bertubi-tubi, hampir saja ponsel di tangannya terjatuh.  "Itu tadi ada kuyang lagi cabutin uban," jawab Zaweel dengan wajah datar menunjuk ke depan.  "Kuyang? Apaan itu kuyang? Kucing Persia?"  Zaweel terbahak atas kepolosan Haziya. Kekesalannya hilang sudah, sejak dipanggil beberapa kali tidak ada sahutan dari perempuan yang duduk di samping karena terlalu sibuk dengan ponsel.  "Ponselnya baru ya, dilihatin mulu?" sindir Zaweel ketika Haziya menyimpan ponsel silver itu dalam tas. 
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status