Share

Pengacara Baru

Penulis: ZB
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
"Bang Shabir, aku ...." 

Haziya spontan mundur ketika Shabir melangkah maju. Tubuhnya dikunci oleh lengan kekar Shabir, wajah keduanya begitu dekat. 

"Bang, jangan begini, nggak enak dilihat orang. Ini toilet perempuan," tegur Haziya berharap Shabir menjauhkan dirinya, tetapi lelaki itu malah semakin mendekatkan wajah.

"Jangan sok suci, sudah kunikmati juga. Kenapa dia bisa denganmu, sedangkan aku suamimu nggak bisa, hah?!" emosi Shabir meninju dinding di sebelah kiri wajah Haziya.

"Bang, kendalikan amarah Abang," pinta Haziya setengah serak menahan tangis, kejadian malam panas itu kembali terbayang. Dia takut Shabir jadi lepas kendali dan menamparnya untuk kedua kali. 

"Kita juga sudah bukan suami istri lagi, Bang. Aku sudah mengajukan--"

"Tidak akan, aku nggak akan pernah menceraikanmu. Kamu bisa senang bebas dengan lelaki itu, nggak akan pernah." 

Haziya merapalkan doa dalam hati, berharap ada seseorang yang menyelamatkannya dari gangguan Shabir. 

"Bang, kita sudah berpisah. Abang sendiri sudah menikah lagi," terang Haziya berharap mantan suaminya mengerti dan membiarkannya keluar.

"Poligami dibolehkan."

"Aku nggak mau dimadu, Bang. Maaf. Apalagi Abang sudah mengantarkan aku ke rumah ibu, nggak menghubungiku apalagi menafkahiku selama empat bulan. Itu artinya ... kita--astagfirullah!"

"Sori Bang Jago, Ampun Bang jago!" Zaweel mendorong keras pintu yang dikunci dari dalam, berdiri dengan seringaian khasnya.

"Aku pikir kamu mau kabur lewat pintu toilet dan menembus planet mars makanya aku ingin menyusulmu. Nah, sekarang ayo kita pulang, Miska meneleponku terus menerus karena ponselmu ketinggalan di mobil. 

"Siapa kamu?" Shabir menarik cepat  tangan Haziya ketika Zaweel hendak membawanya.

"Aku, adalah ... ayo tebak? Siapakah aku? Punya dua mata, dua lubang hidung, dan ...."

"Ah, kamu rupanya lelaki simpanan dia," cibir Shabir. "Pergi dari sini sebelum orang-orang menangkap kalian, dia urusanku." 

Haziya menggeleng, memberi isyarat pada Zaweel agar menyelamatkan. Dia tidak tahu akan seperti apa jika Shabir memaksanya ikut kembali pulang ke rumah mertua, padahal jelas bulan lalu dia sudah ke rumah Pak Geusyik di desanya untuk memberitahu kalau mereka sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. 

"Lepaskan dia atau kusiram kamu dengan air coberan ini?" 

Zaweel menenteng gayung yang sudah terisi air dari bak pembuangan. Entah dari mana idenya. Berbeda dari sinetron yang pernah Haziya lihat, ketika dua lelaki memperebutkan seorang perempuan, mereka akan saling adu jotos. 

Miska benar, otot Zaweel memang lebih kekar dari Shabir, tetapi sikap kekanakannya terlihat begitu jelas. Eh, Shabir juga belum dewasa, nyatanya rumah tangga mereka hancur hanya karena adu domba mertua. 

"Haziya pilih dia atau aku?" 

Haziya tercegang ketika Zaweel melontarkan pertanyaan yang semakin membuat Shabir berang. 


'Rinai hujan kering menyisakan aroma dan genangan pada jalanan, sedangkan rinai lara yang luruh di mataku selalu basah oleh kenangan.'

"Pilih disiram apa keluar?" Zaweel bertanya serius pada Shabir, ketika Haziya tidak menjawab pertanyaan sebelumnya. 

"Memaksa perempuan, melecehkan dan mengancamnya akan dikenai pasal. Apa ingin aku membuat laporan?" 

"Siapa kamu?" Shabir tidak mau mengalah, wajahnya begitu tegas, masih menggenggam tangan Haziya dengan erat. Tidak peduli perempuan berkerudung hitam itu menahan nyeri akibat cengkraman. 

"Aku adalah pengacara yang siap menjobloskanmu dalam penjara," jawab Zaweel tenang membuat kedua pendengar terbelalak tak percaya. Penampilannya jauh dari orang yang mengerti tentang hukum. Haziya tidak bertanya pada Miska mengenai pekerjaan lelaki yang tiba-tiba ada di rumah Miska, karena dia tidak penasaran dan tidak ikut menaruh keingintahuan lebih lanjut tentang Zaweel. Masalahnya saja sudah cukup membuatnya pusing. 

"Nggak usah ngada-ngada, lelaki simpanan. Kamu saja yang keluar, dia istriku, aku nggak punya urusan denganmu." 

"Sayangnya, aku menjadi urusan dengan klienku."

Haziya menaikkan alis, berusaha mencerna perkataan Zaweel. Bisa saja lelaki itu merancau asalan untuk menyakinkan Shabir melepaskannya. Namun, dugaannya salah ketika Zaweel memamerkan kartu nama di depan Shabir.

"Aku baru dipindahkan ke sini, dan aku nggak akan menyia-nyiakan kasus pertama kalah." 

Secetak senyum mengembang di wajah putih Zaweel, setelah membayar uang kepada petugas SPBU tadi dia menunggu Haziya balik di dalam mobil, tetapi sudah lima belas menit berlalu yang ditunggu tidak tampak juga. Tidak ingin menerka-nerka Zaweel ingin mengecek sendiri, kecurigaan ada sesuatu yang sedang terjadi bermula melihat pintu masuk dikunci dari luar padahal tidak ada peringatan bahwa toilet rusak. Dia yakin Haziya tadi masuk lewat pintu ini. 

Suara lelaki samar-samar terdengar, diikuti suara mirip Haziya. Menunggu beberapa menit sebelum dia mendobrak pintu. Benar saja, Haziya sedang dalam bahaya. Sebagai naluri lelaki melindungi perempuan, meski baru mengenal pagi tadi dia terdorong untuk menyelamatkan Haziya. 

"Suami apa mantan suami?"

"Suami, aku belum menceraikannya dan kamu jangan membual sebagai pengacaranya. Kartu nama itu nggak valid."

"Lihat di belakangmu dalam kloset itu!" tunjuk Zaweel.

"Apa yang sudah dibuang nggak bisa diambil kembali, 'kan? Begitu pun dia, jangan jadi pria egois menyakiti hati wanita yang dulu pernah menjadi terbaik di hidupmu dan setelah kamu membuatnya terluka begitu mudahnya ingin kembali dalam hidupnya?" Zaweel menghela napas berat.

"Jangan membuatku menyirammu dengan air kotoran ini biar kamu ngerasain baunya," tutur Zaweel menyengir penuh makna. "Kita ketemu di persidangan saja," pungkas Zaweel, lalu begitu cepat sebelah tangannya mengambil alih Haziya yang tidak menduga akan keberanian Zaweel merebutnya begitu saja, bahkan Zaweel menyiram sepatu Shabir dengan air dari kloset sebelum kabur dari sana membawa Haziya.  

"Cepat naik, Ziya," titah Zaweel membuka pintu, terpaksa Haziya masuk di bangku penumpang sebelah pengemudi, tidak ada pilihan. Dia ingin segera menjauh dari Shabir. Dari spion luar Haziya mengintip sosok Shabir yang berusaha mengejar dengan wajah penuh amarah. 

"Maaf, Bang, aku nggak mau terkekang oleh masa lalu lagi. Kita punya jalan hidup masing-masing," lirihnya dalam hati.

Haziya berharap pilihannya ini yang terbaik. Apa pun yang akan terjadi nanti, fitnah dan tuduhan yang akan disebar oleh Shabir dia akan berusaha untuk menyiapkan diri menerima segala kemungkinan. 

"Kamu nggak apa-apa, 'kan? Apa aku terlalu keras menarikmu?" 

"Nggak, makasih ya. Tolong rahasiakan ini pada Miska. Aku nggak mau menambah beban pikiran dia."

Zaweel mengganguk, meski dia punya mulut hobi berbicara, tetapi persoalan rahasia dirinya pandai menyembunyikannya. 

"Oh ya, maksud kamu tadi apa jadi pengacara, itu beneran?" tanya Haziya memastikan, menepis keraguan setelah melihat kartu nama. 

Sejak pagi bertemu dengan Zaweel, menemaninya ke rumah bimbel hingga ke tempat Polem, serta di SPBU tadi mustahil bagi Zaweel menyiapkan sandiwara itu dengan mengprint kartu nama hanya untuk menyelamatkannya.

"Seperti yang aku bilang, aku akan menjadi pengacaramu."

Bab terkait

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Jangan Baper Karena Zaweel

    "Pernah mencintai, tetapi disakiti. Tolong, perasaan jangan mudah terbawa suasana. Hanya karena kata-kata mutiara belaka." Tit!! "Astagfirullah! Kenapa, Bang?" tanya Haziya panik ketika suara klakson bunyi bertubi-tubi, hampir saja ponsel di tangannya terjatuh. "Itu tadi ada kuyang lagi cabutin uban," jawab Zaweel dengan wajah datar menunjuk ke depan. "Kuyang? Apaan itu kuyang? Kucing Persia?" Zaweel terbahak atas kepolosan Haziya. Kekesalannya hilang sudah, sejak dipanggil beberapa kali tidak ada sahutan dari perempuan yang duduk di samping karena terlalu sibuk dengan ponsel. "Ponselnya baru ya, dilihatin mulu?" sindir Zaweel ketika Haziya menyimpan ponsel silver itu dalam tas.

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Lamaran

    "Perempuan baik-baik untuk lelaki baik-baik, begitu juga sebaliknya. Perbaikilah dirimu menjadi lebih baik, agar jodohmu adalah yang terbaik datang untuk melengkapi hidupmu.""Jangan diterima, Bu, dia cuma bercanda," sahut Haziya cepat seraya menutup pintu kamar."Kenapa jangan diterima, orang datang melamar baik-baik kok," ujar ibunya heran dengan larangan Haziya."Pokoknya jangan, dia itu nggak serius," kekeh Haziya tetap pada pendiriannya. Dia bahkan bisa membayangkan wajah jenaka Zaweel setiap kali melontarkan gombalan kepadanya. Lelaki itu hobi menggombal, pandai merayu kepada setiap perempuan, buktinya petugas perempuan di pengisian minyak kemarin sore saja digoda.Haziya sudah cukup sekali saja menelan pahitnya kisah asmara, dan rumah tangga yang gagal. Luka perih tak terlihat lebih menyakitkan, waktu bahkan tidak bisa benar-benar menyembuhkan. Langitnya

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Ratu Baru

    "Rumah yang kuyakini sebagai tempat ternyaman untuk berteduh berubah tatkala badai menerpa. Tak ada lagi kehangatan saat bersandar di pundakmu karena kedatangan ratu baru."Tepat pukul satu siang Haziya keluar dari rumah bimbel. Sebenarnya, dari jam setengah dua belas sudah selesai tugasnya sebagai pengajar, tetapi karena harus menyusun laporan dan shalat Zuhur dulu makanya baru sekarang bisa pulang."Terima kasih, Haziya, sudah membantuku tadi." Anis memberi senyum tulus. "Besok aku bawakan flashdisk punyamu, ya?""Sama-sama, tidak perlu sungkan. Aku senang bisa membantu. Bukannya besok kamu tidak punya jadwal mengajar?"Anis mengangguk, dia menjelaskan untuk mengantarkan FD punya Haziya, karena merasa tidak enak terlalu lama menyimpannya di rumah."Sudah, tidak apa disimpan saja dulu. Lusa, kan insya Allah kita bertemu lagi di sini. Aku punya flashdisk cadangan kok.""Baik, terima kasih ya. Oh ya, kamu langsung

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Fitnahan Istri Baru Mantan Suami

    🍒🍁Tebarkan kebaikan agar kita memetik kemenangan. Jangan menabur benih kebencian agar tidak memanen permusuhan.🍁Haziya meminta izin pulang pada Zaweel. Menurutnya lebih baik mereka sekarang tidak berduaan dulu untuk menghindari fitnah jika ada yang melihat. Apalagi keberadaan Vina, istri baru mantan suaminya yang sudah menuduhnya di pertemuan pertama. Tidak bisa dihindari jika nanti mereka kembali berjumpa, apalagi sampai Vina mendapati Haziya bersama Zaweel bakal berkepanjangan.Haziy

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Lidya Pulang

    "Maaf ya, Ziya. Aku bukannya percaya sama omongan dia. Aku hanya tidak ingin pikiran burukku menilaimu." Anis meminta maaf, merasa tidak enak dengan pertanyaan barusan. Haziya mengulas senyum untuknya, sebelum mengatakan sesuatu dia meminum air mineral beberapa teguk."Tidak perlu minta maaf, Anis. Bukan suatu kesalahan kamu ingin bertabayyun, malah ini cara yang benar. Daripada kamu berprasangka buruk. Aku dan Bang Shabir sudah punya kehidupan masing-masing. Ya, seperti ceritaku tadi di telpon, dia sudah menikah lagi dengan Vina itu meskipun dia nggak mau menceraikanku. Entahlah, apa sebenarnya kemauan dia. Seharusnya jika dia memang sudah bahagia dengan kehidupan barunya, biarkan statusku jelas. Lelaki yang datang tadi telah membantuku untuk segera pergi agar nggak sampai berantem dengan Vina. Dia Zaweel, saudaranya sahabatku Miska. Zaweel menawarkan jasanya untuk menjadi pengacara di persidangan nanti. Dia bukan selingkuhanku."Rasa sesak k

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Kedatangan Zaweel Tanpa Undangan

    🍁Tamu saja memberi salam dan mengetuk pintu sebelum dipersilakan masuk oleh pemiliknya, apalagi ini hati jangan asal masuk kalau hanya ingin menyakiti.🍁 "Dek, tolong ambilkan jilbab Kakak!" seruan bernada perintah dari Haziya kepada Adil karena tidak menyangka akan kehadiran Zaweel meskipun sekadar mengantarkan Miska. Suara Haziya sedikit keras sehingga didengar oleh dua tamu yang sejak tadi menunggu di luar. "Kamu nggak bilang sama dia kalau kita ke sini?" tanya Zaweel. "Nggak lah, mau suprise. Jadi kelabakan dianya, haha. Eits, jangan celingak-celinguk tetap tegak begitu, CCTV tetangga sedang dalam masa aktif," ujar Miska yang menyadari beberapa tetangga rumah Haziya ikut penasaran dengan kedatangan mereka ke sini. Mungkin sejak deru mobil memasuki halaman rumah Haziya, orang-orang di sekitar rumah Haziya melancarkan aksinya bak detektif, mengintip melalui jendela dan saling bertanya-tanya siapa gerangan sosok lel

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Persetujuan Ayah

    Haziya menaruh nampan berisi minuman dan makanan ringan itu di atas meja secara hati-hati. Dia sedikit was-was dengan reaksi ayahnya. Seperti kata Miska, Zaweel orangnya asyik sih cuma kebanyakan bicara, takutnya sang ayah kurang nyaman. Padahal dia sedang tidak mempromosikan calon suami, tetapi entah kenapa perasaannya berharap agar Zaweel bisa bersikap baik agar ayahnya menyukai akan kehadiran lelaki itu. Lidya dilarang ibunya untuk ke depan, karena sebentar lagi akan dipinang oleh Hanif. Menghindari dari fitnah. "Aku nggak bakal jatuh cinta sama dia kok, Bu. Cuma mau lihat gimana calon kakak ipar aja hehe," pintanya memohon untuk diizinkan ke ruang tamu. "Namanya perasaan dan hati itu mudah dibolak-balik. Kamu di sini saja, tenanin ibu dan wawak," kekeh Ibu tidak bisa ditolak. Lidya mengembuskan napas kecewa, dia hanya ingin mengobrol dengan Zaweel untuk bisa menilai apakah lelaki itu lebih baik dari mantan suami kakaknya atau sebal

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Ancaman Shabir

    🍁 Perasaan bukan seperti sebuah ketikan, bisa dihapus jika ada kesalahan sebelum mengirimkan kepada penerima pesan. Tolong, jangan menulis di lembaran hatiku lagi setelah menorehkan luka yang membekas sampai sekarang.🍁 Melupakan kenangan atau kejadian sangatlah tidak mudah, apalagi mencoba mengikhlaskan sesuatu yang terjadi meninggalkan kesan buruk. Namun, namanya roda kehidupan terus berputar. Mentari tidak akan terlambat sedetik pun untuk menyapa pagi hanya karena embun jatuh di matamu. Senja tidak akan lupa melukiskan jingganya pada sudut langit meski langitmu dirundung mendung. Pun begitu, malam tidak akan sunyi oleh tebaran bintang-bintang yang menerangi gelap meskipun tidurmu tidak nyenyak. Untukmu, tak perlu kamu memilih muram di pagi hari, melewatkan indahnya menebar senyum saling menyapa dengan orang-orang terkasih. Jangan menyembunyikan diri pada sebuah ruang, tanpa obrolan sama sekali. Kobarkan semangatmu di b

Bab terbaru

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Perpisahan Zaweel dan Haziya

    Miska menyiapkan segala keperluan untuk acara syukuran nanti malam di rumahnya. Sebagai seorang sahabat, dia senang akhirnya Haziya secara resmi berpisah dengan Shabir. Bahkan dia berencana untuk memperkenalkan Haziya dengan temannya yang masih single, nanti jika Haziya sudah terlihat lebih baik dan mulai membuka hati kembali.Namun, sebenarnya dia lebih suka jika Zaweel yang menjadi lelaki hebat untuk Haziya. Meskipun sikap Zaweel terkesan suka humoris, tetapi dia yakin jika Zaweel bisa melindungi sahabatnya dari gangguan mantan suami Haziya, apalagi dari tekanan Bu Karni, dan lain-lain.Miska sedikit tahu tentang perjodohan Zaweel dengan Safia, walaupun belum ada keputusan lebih lanjut. Monika pasti akan merencanakan perjodohan itu berjalan sesuai harapan mereka. Sekar dan Monika sudah bersahabat dan saling mengenal, serta keluarga mereka juga menjalin bisnis. Tentu saja bersatunya Zaweel dan Safia akan semakin meningkatkan hubungan persahabatan mereka.&n

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Keputusan Pengadilan

    Miska akan menginap di rumah Haziya malam ini, karena dia ingin menemani sahabatnya, serta akan ikut ke pengadilan besok. Sedangkan Zaweel sudah berpamitan sejak memasuki waktu ashar, dia shalat berjamaah di masjid terdekat bersama ayah Haziya. "Makasih ya Nak, kamu mau membantu putriku." "Sama-sama, Pak. Insya Allah besok kita pasti bisa menyudahi semua perkara ini." "Aamiin." "Kamu bakal balik ke Jakarta lagi setelah ini?" tanya Ayah Haziya ketika mereka menuju parkiran Masjid. "Iya, Pak, masih ada kerjaan di Jakarta," jawab Zaweel, dia juga enggan cepat balik ke kota karena merasa nyaman di sini. Namun, statusnya masih sebagai pengacara, dia harus profesional dan kembali melanjutkan profesinya. Ditambah perusahaan papanya yang juga membutuhkan dirinya. Meskipun dia tidak lagi bekerja di bidang pembela klien, Monika tidak akan membiarkannya menetap di Aceh. Zaweel harus menjadi penerus sang papa. "Semoga saja

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Zaweel Menepati Janjinya

    Haziya bersiap untuk ke rumah bimbingan belajar, dia akan mulai mengajar lagi hari ini. Miska menghubunginya ketika dia hendak ke Sigli."Assalamualaikum, kamu baik-baik saja, kan?" Miska terdengar khawatir di seberang. "Kenapa baru aktif nomornya?""Waalaikumsalam, Alhamdulillah baik-baik saja Miska. Maaf semalam lupa aktifkan ponsel," jawab Haziya jujur."Ada apa? Dia mencoba menghubungi kamu lagi makanya kamu harus matiin HP?"Tebakan Miska tepat sasaran, Haziya membenarkan karena dia tidak akan bisa membohongi sahabatnya yang sudah terlalu pandai membaca dirinya."Lelaki pecundang. Dia pasti mencoba menggelabui kamu lagi, pura-pura menyesal dan minta balikan padahal sudah punya istri baru. Ckck!" gerutu Miska kesal dengan sikap tak berpendirian Shabir."Masih banyak lelaki lain, jangan sampai kamu masuk ke lubang yang sama. Biarkan dia bersama Tante itu, nanti yang ada kamu malah dituduh sama Tante itu merebut sua

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Larangan Ayah Haziya

    Bu Laela berdiri di depan kompor, suasana hatinya berubah tidak karuan disebabkan kedatangan tamu tadi. Bahkan tadi dia sangat bersemangat untuk memasak rebung kala merah."Bu, biar aku saja yang masak. Ibu istirahat saja ke kamar!" saran Haziya meminta Bu Laela untuk tidak memaksakan diri memasak dalam keadaan tidak konsentrasi."Enggak apa-apa, Ibu bisa lanjutin. Kamu datang?" tanya Bu Laela seraya membuka penutup panci, memasukkan bumbu yang sudah dihaluskan untuk merebus ayam."Sekarang aku kembali harus dapat izin dari ayah dan ibu kalau mau ke mana saja, Bu. Jadi, aku bakal patuhi semua kata Ibu. Ibu jangan resah, aku enggak bakal datang tanpa izin dari kalian." Haziya tersenyum hangat memberikan ketenangan pada perempuan yang begitu disayanginya itu."Assalamualaikum, Bu!" Ayah Haziya masuk tergesa-gesa setelah mengucapkan salam. Dia langsung menuju dapur karena mencium aroma harum dari masakan yang sedang dimasak."Waalaikumsala

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Bu Karni Mengundang Haziya

    Bu Karni memandang mereka dengan senyum menyeringai, begitu juga dengan Vina di sebelahnya.Mengapa mereka datang ke sini?Suami Bu Laela sedang di luar, sedangkan Adil masih kecil tidak mungkin bisa kuat mengusir keduanya dari rumah. Bu Laela sendiri tidak mau membuat keributan yang menarik perhatian dari tetangga jika dia mengusir mereka."Ada apa?" ketus Bu Laela di tempatnya."Bu, kita duduk dulu yuk!" ajak Haziya. Dia bisa memahami ketidaksukaan Ibunya pada kehadiran Bu Karni, mantan besannya setelah perlakuan mereka terhadap Haziya selama ini. Namun, bagaimanapun mereka harus menghormati dan menghargai tamu."Ibu, sebentar ya aku ambilkan minum," tawar Haziya seraya membuat air untuk Bu Karni juga Vina. Sebagai tuan rumah dia harus menyajikan setidaknya minuman pada mereka, meskipun tamu tak diundang.&nbs

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Tamu Tak Diundang

    Lidya terpaksa harus kembali ke Lhokseumawe lagi sehari setelahnya. Haziya tidak ingin adiknya ketinggalan mata kuliah. Dia juga tidak mempermasalahkan jika Lidya tidak bisa hadir di persidangan keputusan nanti."Doakan saja Kakak, Dik. Kamu belajar yang rajin di sana, ya," pesan Haziya sebelum Lidya berangkat ke Lhokseumawe."Iya, Kak. Kabarin aku ya perkembangannya. Semoga dimudahkan dan Kakak bisa memulai hidup bahagia dengan baik.""Aamiin."Haziya memasukkan baju-baju ke dalam lemari setelah menyetrikanya. Dia berniat untuk istirahat sebentar sebelum masuk waktu shalat ashar.Namun, baru saja dia memejamkan mata, ponsel di atas nakas berdering yang menunjukkan nomor tak dikenal. Dia ragu mengangkatnya, karena khawatir jika panggilan tersebut dari Shabir, atau Vina.Haziya tidak mengangkatnya, tetapi penelepon tidak putus asa meskipun telah diabaikan hingga ke dua kali. Pada panggilan ke tiga

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Haziya Pulang Tanpa Gangguan Shabir

    Lidya membelok sepeda motor mereka ke salah satu warung di pinggir jalan ketika langit mendung pekat terlihat, bahkan rintik-rintik hujan mulai bertandang. Jika dipaksakan melanjutkan perjalanan maka mereka akan kebasahan, meskipun membawa mantel, tetap saja perjalanan masih jauh akan berbahaya karena jalanan licin. "Kak mau pesan cane durian?" tanya Lidya setelah duduk di salah satu kursi, mereka duduk bersebelahan sedangkan Hanif duduk di meja seberang. Salah satu kuliner di Kota Bireuen terkenal dengan makanan manis bernama cane durian. Warung kopi berjejeran di simpang. "Teh hangat saja," ujar Haziya menyebutkan nama minuman. "Baik. Abang Hanif mau pesan apa?" "Abang samaan saja dengan kalian, biar Abang yang pesanin, kamu duduk saja," kata Hanif memberi isyarat untuk Lidya tidak bangun dari kursi. "Baik, Bang." Haziya bersyukur selama perjalanan tadi tidak ada gangguan dari Shabir. Dia berdoa dalam hati semo

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Zaweel Dilarang Pulang Ke Aceh

    Zaweel membawa pulang kue kesukaan mamanya. Dia tahu kalau Monika masih kecewa karena penolakan pertunangan semalam. Bahkan mamanya tidak menyapanya tadi pagi di meja makan."Assalamualaikum, Mama!" salam Zaweel memasuki rumah lalu berjalan mendekati sang mama yang sedang menyiapkan makan malam."Waalaikumsalam," jawab mama tanpa menoleh pada putranya."Ma, ini aku beli kue kesukaan mama." Zaweel menyodorkan sekotak kue terang bulan isi keju dan cokelat manis."Letak di sana saja, meja sudah penuh," titah Monika seraya menunjuk pantry. Biasanya Monika akan tersenyum senang menerima pemberian Zaweel, tetapi karena masih marah dia menyembunyikan kegembiraannya."Mama masih marah ya? Kalau aku beli sekalian gerobaknya mama mau enggak maafin Zaweel?"Dengan wajah polos dan dipasang sendu, Zaweel menatap mamanya lekat.

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Haziya Pulang Bersama Lidya

    Haziya sudah berulang kali menyakinkan adiknya kalau dia bisa pulang sendirian saja, tetapi masih tidak diperbolehkan. Lidya bahkan menghubungi kedua orang tua mereka untuk menceritakan masalah Shabir kemarin.Bu Laela tidak pikir panjang mengatakan akan menjemput Haziya ke Lhokseumawe sekarang juga bersama suaminya."Mak, enggak usah. Adik gimana?""Dia biar sama Wawak yang jagain. Sekalian mamak dan ayah mau jalan-jalan juga, kan?"Haziya khawatir jika ibu dan ayahnya harus melakukan perjalanan yang jauh. Namun, jika dia memilih Lidya yang mengantarkannya pulang nanti sang adik harus balik sendiri ke kota ini untuk menuntut ilmu. Serba salah.Haziya merasa selalu menyusahkan orang lain, padahal usianya sudah dewasa. Karena alasan inilah dia tidak mau memberitahukan dulu kepada ibu dan ayah soal Shabir supaya mereka tidak terlalu cemas, apalagi sampai berencana menje

DMCA.com Protection Status