Home / CEO / The Boss and I / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of The Boss and I: Chapter 1 - Chapter 10

49 Chapters

Bab 1 . Prolog

Keluarga Qin, menguasai bisnis perjudian dari generasi ke generasi. Selain itu, Keluarga Qin juga menguasai bisnis di bidang lainnya, seperti rumah sakit, pusat perbelanjaan dan perhotelan. Beberapa anggota Keluarga Qin juga terlibat dalam pemerintahan. Dapat dibilang, Keluarga Qin adalah keluarga terpandang dan terhormat di negaranya. Hanya ada satu rahasia, yang membuat Keluarga Qin dapat semakin berjaya di setiap generasinya. Rahasia itu adalah kesetiaan. Keluarga Qin hanya mengakui pewaris dari hubungan yang sah. Itu artinya, tidak ada celah bagi mereka yang tamak untuk merebut warisan atau pun jabatan. Semua sudah ditetapkan pada saat pewaris menikah dan melahirkan calon pewaris berikutnya. Robert Qin, generasi ke-10 dari Keluarga Qin, harus menunggu 20 tahun untuk mendapatkan pewaris sah. Robert Qin menikah dengan Anya Chai, putri dari hakim kota. Selama 20 tahun menjadi seorang istri, dirinya telah mengalami 5 kali keguguran. Di
Read more

Bab 2 . Titik Terendah

Madeline menatap keluar jendela rumah kecil dan sederhana, milik neneknya dulu. Dirinya menghela napas dengan berat, meratapi kehidupannya yang berubah 360°. Pernikahannya selama 5 tahun, akhirnya kandas. Itu karena emosi sesaat, di mana dirinya menuntut cerai tanpa pikir panjang dan menolak semua kompensasi dari mantan suaminya itu.Saat ini, barulah dirinya menyesal. Benar, bukan menyesal karena perceraian, tetapi karena bodoh menolak harta dari suaminya. Madeline Lu adalah menantu keluarga Kang, keluarga kaya yang memiliki bisnis travel. Suaminya, tepatnya mantan suaminya adalah putra tunggal dan pewaris bisnis keluarga itu. Namun, mantan suaminya itu sangat penurut kepada sang ibu, sebenarnya itu bukanlah hal yang buruk. Namun, mantan suaminya adalah anak mami tulen. Semua hal yang berhubungan dengan mantan suaminya diatur oleh sang ibu, bahkan setelah mereka menikah.Dulu, Madeline mengenal suaminya saat dirinya bekerja di salah satu Bank swasta ternama di kota. Saa
Read more

Bab 3 . Terlilit Hutang

TOK TOK TOK! Madeline terkejut, saat pintu depan rumah mungil ini diketuk dengan begitu kasar. Buru-buru, Madeline berjalan ke arah pintu dan membukanya. Bruk! Mantan suaminya, ya Madeline begitu yakin pria itu sudah menjadi mantannya, tersungkur di depan kakinya dengan wajah babak belur. Di belakangnya ada beberapa pria berbadan kekar dengan pakaian serba hitam. "I-ini istriku! D-dia mencuri semua uangku dan melarikan diri! Uangku ada padanya!" ujar David Kang terbata-bata dan menunjuk ke arahnya. "Serahkan uang itu!" perintah satu pria bertubuh kekar yang melangkah masuk ke dalam rumah mungil ini. Madeline mundur teratur dan otaknya berusaha mencerna apa yang sedang terjadi. "K-kita sudah bercerai!" seru Madeline. "Serahkan uangnya!" perintah pria itu sekali lagi. "A-ku tidak mengerti apa maksud Anda!" ujar Madeline. "BRENGSEK! KELUARKAN UANG YANG KAMU BAWA LARI!
Read more

Bab 4 . Tidak Memenuhi Kriteria

"Ehm! Benar, Tuan."Pria itu menjawab sambil menundukkan kepalanya. Madeline ikut menunduk, bahkan tanpa sadar kakinya mundur satu langkah. Maximillian berdiri dari duduknya dan memberikan kode agar wanita-wanita itu keluar dari ruangan ini. Ketiga wanita itu patuh dan mengambil pakaian mereka yang berserakan di lantai, lalu keluar dari ruangan ini. Pria itu masih menundukkan kepala, saat Tuannya berjalan melewatinya menghampiri Madeline. Max berdiri di hadapan Madeline dengan tatapan malas. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. "Sudah berapa lama kamu bekerja untukku, Jay?" tanya Max kepada pria itu. "Ehm, sudah hampir 5 tahun, Tuan!" jawab pria itu masih menundukkan kepala. "Jadi mengapa kamu membawa wanita seperti ini ke hadapanku?" tanya Max sambil menendang pelan karpet dengan sepatu kulit aslinya. "Ehm, karena David Kang tidak dapat melunasi hutangnya, jadi–""Jadi, k
Read more

Bab 5 . Tuan Memanggil

Ruangan yang dibersihkan tadi adalah ruang tamu. Sofa mewah berada di tengah ruangan dengan perapian digital di depannya. Ada juga televisi layar datar begitu besar, yang tergantung di dinding. Tirai tebal berwarna merah tua tertutup rapat. Madeline berjalan ke arah tirai dan menariknya hingga terbuka. Tatapannya silau, karena sinar mentari yang menembus kaca jendela raksasa itu. Hal itu membuat Madeline merasakan hangat dan suasana hatinya sedikit membaik. Dirinya berbalik dan menatap ruangan ini yang suasananya berubah, menjadi lebih hangat. Lalu, Madeline berjalan ke arah belakang yang ternyata terdapat dapur dan meja makan besar berwarna hitam. Madeline melangkah ke arah dapur yang begitu lengkap dan bersih. Memeriksa isi lemari dan kulkas. Seperti perkiraannya itu kosong, tanpa bahan makanan apapun. Dirinya mengambil sebotol air mineral dari kulkas dan meneguknya. Kemudian meninggalkan dapur dan berjalan ke pintu yang ada di ruang
Read more

Bab 6 . Sampai Tuan Bosan

Selain wanita yang bergelantungan di tiang, ada juga yang duduk di sofa menemani para pria, termasuk Maximillian Qin. Max menatap ke arah Madeline dan tatapan mereka bertemu. Max memintanya ke tempatnya dengan anggukan kepala, Madeline patuh dan berjalan ke arah di mana pria itu duduk. Musik di ruangan ini tidak terlalu kencang dan apa yang dibicarakan para pria itu dapat terdengar jelas. Mereka sedang membahas tubuh para wanita yang duduk di samping mereka. Tidak hanya itu, mereka juga menyentuh setiap bagian yang dibicarakan dan tertawa keras. Madeline mulai merasa mual. Wanita tidak ada harga di depan pria hidung belang tersebut. "Bersihkan itu!" perintah Max sambil menaikkan satu kakinya ke atas meja. Madeline terpaku saat menatap sepatu kulit berwarna hitam itu sedikit bernoda. Sepertinya terkena tumpahan anggur. "Max, apakah kamu sudah berganti selera?""Benar! Sejak kapan kamu suka wanita gemuk?"
Read more

Bab 7 . Oh My God!

Madeline pun terlelap. Ya, tubuh dan otaknya kelelahan, belum lagi masa depan yang akan dilaluinya tidak jelas. Namun, baru terlelap sebentar, kesadarannya terpanggil kembali karena keributan yang sayup-sayup terdengar. Merenggangkan tubuhnya membuka mata, seketika Madeline duduk tegak dan menatap ke asal suara. "Oh My God!" pekik Madeline. Bagaimana tidak, saat ini Madeline menatap seorang wanita meliuk-liuk seksi di hadapan Maximillian Qin dan itu membuatnya mual. Ini tidak dapat diterima. Madeline melompat berdiri dan berlari ke arah dapur. Mengambil sapu dengan gagang kayu dan berjalan ke arah dua manusia yang tidak bertingkah sesuai dengan sebutan itu. "Hei! Kalian, masuk ke dalam kamar!" ujar Madeline garang. Satu tangan memegang sapu dan tangan satu lagi berkacak di pinggang. "Hei, perempuan! Untuk apa sapu itu?" tanya Max dingin, dengan seorang wanita bergelayut manja pada tubuhnya. Wanita yang bah
Read more

Bab 8 . Harimu Buruk?

"Hei! Lepaskan! Apa yang kamu lakukan?" pekik wanita itu dengan memeluk selimutnya erat."Mengusirmu!" jawab Madeline singkat. Terus menarik dan mengabaikan protes wanita itu. Madeline membuka pintu kaca dan mendorong wanita berselimut itu ke depan. Dua pria bertubuh tegap menatap tidak percaya, dengan mata terbelalak lebar. "Jangan biarkan wanita ini masuk! Aku akan melemparkan barangnya keluar. Tunggu sebentar!" ujar Madeline dan berbalik masuk kembali. Dua pengawal itu hanya dapat mematuhi perkataannya dan menahan wanita yang mengamuk ini. Dengan gusar, Madeline mengambil sarung tangan karet di dapur, mengenakannya. Lalu, ke kamar dan memungut pakaian wanita itu yang berserakan. Ya, pakaian dalam termasuk dan itu membuat Madeline tambah murka. Mengambil dengan ujung jari, sampai di depan ruangan dan melemparkannya tepat di hadapan wanita itu. "Kamu..., kamu kurang ajar!" geram wanita itu yang tampak beg
Read more

Bab 9 . Tikus

Gila! Ya, ini gila. Jelas-jelas semua ini untuk memelihara tikus penggerogot harta dan Madeline yakin, semua tikus itu gemuk. Dari puluhan dokumen itu semua penuh dengan nilai yang dilebih-lebihkan. Madeline heran bagaimana perusahaan ini dapat bertahan sampai saat ini. Tidak! Dirinya tidak dapat mendiamkan ini. Jika uang pria itu begitu banyak, alangkah baiknya memberikan sumbangan kepada mereka yang butuh, daripada memelihara tikus berdasi. Madeline menutup map itu dan mengumpulkannya ke samping. Yang dapat dilakukannya adalah menunggu Maximillian Qin datang ke ruang bermainnya ini dan jika pria itu tidak mabuk, maka dirinya akan mencoba menyampaikan pendapatnya. Sampai siang hari, pria itu juga belum muncul. Madeline berjalan ke arah pintu depan dan mencoba menemukan Jay. Dirinya tidak ingin Jay terlibat masalah karena Madeline tidak menandatangani semua dokumen itu. "Kapan Jay akan kemari?" tanya Madeline kepada dua pengawal ya
Read more

Bab 10 . Preman

Madeline tenggelam dalam lautan dokumen dan tulisannya. Setelah semua selesai, Madeline mulai mengetik rangkumannya ke dalam laptop. Saat semua selesai, langit sudah gelap dan Madeline terkejut saat melihat waktu yang ternyata sudah pukul 10 malam. Dirinya, melupakan makan malam dan itu tidak bagus. Dokumen bertebaran di lantai dan Madeline harus melompat untuk melewati lautan kertas itu. Pergi ke dapur dan menyeduh teh. Madeline bersyukur, Jay tidak datang mengganggunya. Lebih tepatnya, bersyukur karena Max tidak memanggilnya. Madeline memasukkan satu sendok gula ke dalam tehnya dan mengambil buah, lalu memakannya. Hmmm, tinggal diperiksa ulang sekali lagi, maka apa yang dikerjakannya sudah dapat dikirim ke alamat surel pria itu. "MADELINE!" panggil Jay yang berlari masuk dalam ruangan. Teriakan Jay membuat Madeline terkejut, beruntung cangkirnya tidak terlepas dari pegangannya. "Ada apa?" tanya Madeline yang berlari kelua
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status