Selain wanita yang bergelantungan di tiang, ada juga yang duduk di sofa menemani para pria, termasuk Maximillian Qin.
Max menatap ke arah Madeline dan tatapan mereka bertemu. Max memintanya ke tempatnya dengan anggukan kepala, Madeline patuh dan berjalan ke arah di mana pria itu duduk.
Musik di ruangan ini tidak terlalu kencang dan apa yang dibicarakan para pria itu dapat terdengar jelas. Mereka sedang membahas tubuh para wanita yang duduk di samping mereka. Tidak hanya itu, mereka juga menyentuh setiap bagian yang dibicarakan dan tertawa keras.
Madeline mulai merasa mual. Wanita tidak ada harga di depan pria hidung belang tersebut.
"Bersihkan itu!" perintah Max sambil menaikkan satu kakinya ke atas meja.
Madeline terpaku saat menatap sepatu kulit berwarna hitam itu sedikit bernoda. Sepertinya terkena tumpahan anggur.
"Max, apakah kamu sudah berganti selera?"
"Benar! Sejak kapan kamu suka wanita gemuk?"
Ha ha ha!
"Ya, ya, Max sudah bosan dengan wanita cantik!"
Mereka mengejek Madeline, seakan dirinya tidak ada di sana. Hal itu membuat wajah Madeline merona, karena menahan amarah akan ejekan tersebut.
Max mengabaikan ejekan itu dan tetap menatap Madeline, melihat jelas bagaimana raut wajah wanita itu berubah. Max menggoyangkan kakinya, memberi tanda agar noda itu dibersihkan.
Madeline menarik napas dalam dan menatap ke sekitar Maximillian. Dirinya tidak akan menggunakan tisu untuk menghapus noda itu. Dasi pria itu yang terlepas dan masih melingkari lehernya, menarik perhatian Madeline.
Dirinya maju satu langkah mendekati Max dan mengabaikan bagaimana tatapan menghina dari wanita yang berada di pelukan pria itu. Apa gunanya tubuh cantik, jika digunakan secara murahan! Kata-kata itu yang ingin dilontarkan Madeline ke wajah pelacur itu. Namun, ditahannya karena Madeline yakin Max akan semakin mempersulit dirinya.
Tangan Madeline menyentuh ujung dasi yang berada di dada bidang Maximillian. Lalu, dengan satu sentakan kuat menarik dasi itu lepas dari leher pria itu. Dengan santai Madeline meremas dasi yang diketahuinya pasti mahal, lalu berbalik menatap sepatu pria itu. Tanpa rasa bersalah, Madeline mulai menghapus noda di sepatu itu menggunakan dasi.
Semua terdiam menatap apa yang dilakukan Madeline. Namun, ada satu tamu pria yang tidak dapat menahan diri dan bertanya, " Apa yang kamu lakukan?"
Madeline mengangkat wajahnya dan menatap pria yang bertanya dengan wajah polos, lalu berkata, "Sepatu kulit ini sangat mahal dan tidak pantas bagi kertas tisu biasa menyentuh kulit itu. Bukankah dasi ini lebih pantas?"
Max menatap tidak percaya ke arah Madeline. Mulut tajam itu sangat mengganggu dirinya dan hanya akan membuatnya semakin mempersulit wanita itu.
"Selesai, Tuan!" ujar Madeline, sambil melemparkan dasi itu ke atas meja.
Semua orang tegang, termasuk para wanita penghibur. Tidak ada orang waras yang berani mencari masalah dengan Maximillian, Qin yang terkenal kejam dan brutal.
Max menurunkan kakinya dan duduk tegak memperhatikan sepatu yang telah dibersihkan itu. Lalu, menatap Madeline dan berkata, "Apakah kamu tidak senang?"
"Oh, aku sangat bahagia, Tuan! Bagaimana tidak, wanita dengan penampilan seperti ini memiliki kesempatan untuk melayani Tuan Maximillian Qin! Bukankah seharusnya aku membuat persembahan besar-besaran di kuil, untuk mensyukuri berkah ini?" balas Madeline.
"Mungkin! Namun, malam ini baru dimulai dan banyak hal yang masih harus kamu lakukan! Jadi, aku rasa jangan terlalu cepat merasa bahagia!" ujar Max dingin dan mengangkat tangannya meminta Madeline untuk menyingkir.
Jay menarik tangannya, saat Madeline mengabaikan instruksi Tuannya itu. Dirinya dan Jay berdiri di belakang Max, tepatnya di sudut ruangan bagian belakang. Mereka menyaksikan bagaimana pria-pria meminta para wanita memuaskan berahi mereka. Madeline merasa mual dan bersyukur dirinya memiliki tubuh seperti sekarang ini. Setidaknya, dirinya tidak perlu melakukan yang dilakukan wanita-wanita penghibur itu.
Namun, satu hal yang menarik perhatian Madeline. Max tidak berciuman dengan satupun wanita di sana. Pria itu hanya duduk dan membiarkan para wanita bekerja. Tidak ada wanita yang berani menyentuh bagian wajah pria itu.
"He eh, bukankah sangat menggelikan di saat dirinya menikmati semua sentuhan itu, tetapi membatasi bagian tertentu tubuhnya agar tidak tersentuh!" gumam Madeline.
"Jaga ucapanmu!" Jay memperingatkan Madeline.
Madeline mual melihat bagaimana sekumpulan orang itu terlihat seperti hewan. Jadi, Madeline memutuskan untuk menatap keluar dinding kaca. Melihat lautan orang-orang yang menari dengan gila. Dirinya sangat anti dengan kehidupan malam seperti ini, yang hanya merusak moral, otak dan tubuh.
"Perempuan!" panggil Max yang tentunya ditujukan padanya.
Menarik napas dalam, Madeline menghampiri Max dan menunggu perintahnya.
"Bersihkan kekacauan ini!" ujar Max sambil mengancingkan celananya kembali.
Para pria yang sudah terpuaskan mulai berdiri dan melemparkan setumpuk uang di atas meja. Para wanita saling merebut uang itu dan Madeline tidak lagi tahu apa istilah yang cocok untuk manusia-manusia ini.
Madeleine berdiri membeku sambil menunggu mereka semua meninggalkan ruangan ini. Lalu, mulai merapikan botol minuman.
"Peralatan kebersihan ada di balik pintu itu!" ujar Jay.
"Dan, nanti satu pengawal akan mengantarmu kembali ke lantai 30! Kamu beristirahat di sana!" Jay kembali menjelaskan.
Madeline mengangguk dan bertanya, "Berapa lama aku akan terikat seperti ini?"
"Sampai Tuan bosan! Untuk membuatnya cepat bosan, maka aku harap kamu tidak melakukan hal-hal bodoh seperti tadi. Karena, itu hanya akan membuat Tuan semakin merperhatikan dirimu! Dan jika ada yang kamu butuhkan maka tuliskan dan serahkan catatan itu kepada salah satu pengawal!" jelas Jay.
"Apakah saat ini Tuan Max ada di lantai 30?" tanya Madeline cemas.
"Tidak! Tuan memiliki kamar pribadi lainnya. Lantai 30 hanya tempatnya bermain, bukan beristirahat!"
Madeline dapat bernapas lega dan mulai membersihkan kekacauan itu. Kembali mual saat membersihkan bekas-bekas percintaan tadi. Dengan kesal, Madeline melempar dasi tadi ke dalam tempat sampah.
Madeline kembali ke lantai 30 dan sudah ada makanan ringan tersaji di atas meja makan. Dirinya tahu, Jay cukup memperhatikan dirinya dan Madeline bersyukur akan hal tersebut.
Namun, Madeline berencana menurunkan bobot tubuhnya dan makanan ini sungguh memiliki begitu banyak kalori. Maka, Madeline mengambil kertas dan pena, lalu mulai mencatat apa yang dibutuhkannya.
Setelah selesai, Madeline menyerahkan catatan itu kepada salah satu pengawal di depan pintu. Dirinya yakin mereka akan berjaga 24 jam non stop.
Madeline mulai mengantuk dan tidak berencana tidur di ranjang maupun sofa, karena itu sangat menjijikkan.
Madeline mengambil selimut bersih dari lemari dan membentangkannya, di depan kaca jendela besar yang ada di ruang tamu. Ya, dirinya akan tidur di sini ditemani lembutnya cahaya rembulan.
Berharap, sinar rembulan dalam menghangatkan hatinya yang terasa begitu dingin.
Madeline pun terlelap. Ya, tubuh dan otaknya kelelahan, belum lagi masa depan yang akan dilaluinya tidak jelas. Namun, baru terlelap sebentar, kesadarannya terpanggil kembali karena keributan yang sayup-sayup terdengar.Merenggangkan tubuhnya membuka mata, seketika Madeline duduk tegak dan menatap ke asal suara."Oh My God!" pekik Madeline.Bagaimana tidak, saat ini Madeline menatap seorang wanita meliuk-liuk seksi di hadapan Maximillian Qin dan itu membuatnya mual.Ini tidak dapat diterima. Madeline melompat berdiri dan berlari ke arah dapur. Mengambil sapu dengan gagang kayu dan berjalan ke arah dua manusia yang tidak bertingkah sesuai dengan sebutan itu."Hei! Kalian, masuk ke dalam kamar!" ujar Madeline garang. Satu tangan memegang sapu dan tangan satu lagi berkacak di pinggang."Hei, perempuan! Untuk apa sapu itu?" tanya Max dingin, dengan seorang wanita bergelayut manja pada tubuhnya. Wanita yang bah
"Hei! Lepaskan! Apa yang kamu lakukan?" pekik wanita itu dengan memeluk selimutnya erat."Mengusirmu!" jawab Madeline singkat.Terus menarik dan mengabaikan protes wanita itu. Madeline membuka pintu kaca dan mendorong wanita berselimut itu ke depan. Dua pria bertubuh tegap menatap tidak percaya, dengan mata terbelalak lebar."Jangan biarkan wanita ini masuk! Aku akan melemparkan barangnya keluar. Tunggu sebentar!" ujar Madeline dan berbalik masuk kembali.Dua pengawal itu hanya dapat mematuhi perkataannya dan menahan wanita yang mengamuk ini.Dengan gusar, Madeline mengambil sarung tangan karet di dapur, mengenakannya. Lalu, ke kamar dan memungut pakaian wanita itu yang berserakan. Ya, pakaian dalam termasuk dan itu membuat Madeline tambah murka.Mengambil dengan ujung jari, sampai di depan ruangan dan melemparkannya tepat di hadapan wanita itu."Kamu..., kamu kurang ajar!" geram wanita itu yang tampak beg
Gila! Ya, ini gila. Jelas-jelas semua ini untuk memelihara tikus penggerogot harta dan Madeline yakin, semua tikus itu gemuk. Dari puluhan dokumen itu semua penuh dengan nilai yang dilebih-lebihkan. Madeline heran bagaimana perusahaan ini dapat bertahan sampai saat ini.Tidak! Dirinya tidak dapat mendiamkan ini. Jika uang pria itu begitu banyak, alangkah baiknya memberikan sumbangan kepada mereka yang butuh, daripada memelihara tikus berdasi.Madeline menutup map itu dan mengumpulkannya ke samping. Yang dapat dilakukannya adalah menunggu Maximillian Qin datang ke ruang bermainnya ini dan jika pria itu tidak mabuk, maka dirinya akan mencoba menyampaikan pendapatnya.Sampai siang hari, pria itu juga belum muncul. Madeline berjalan ke arah pintu depan dan mencoba menemukan Jay. Dirinya tidak ingin Jay terlibat masalah karena Madeline tidak menandatangani semua dokumen itu."Kapan Jay akan kemari?" tanya Madeline kepada dua pengawal ya
Madeline tenggelam dalam lautan dokumen dan tulisannya. Setelah semua selesai, Madeline mulai mengetik rangkumannya ke dalam laptop. Saat semua selesai, langit sudah gelap dan Madeline terkejut saat melihat waktu yang ternyata sudah pukul 10 malam. Dirinya, melupakan makan malam dan itu tidak bagus.Dokumen bertebaran di lantai dan Madeline harus melompat untuk melewati lautan kertas itu. Pergi ke dapur dan menyeduh teh. Madeline bersyukur, Jay tidak datang mengganggunya. Lebih tepatnya, bersyukur karena Max tidak memanggilnya.Madeline memasukkan satu sendok gula ke dalam tehnya dan mengambil buah, lalu memakannya. Hmmm, tinggal diperiksa ulang sekali lagi, maka apa yang dikerjakannya sudah dapat dikirim ke alamat surel pria itu."MADELINE!" panggil Jay yang berlari masuk dalam ruangan.Teriakan Jay membuat Madeline terkejut, beruntung cangkirnya tidak terlepas dari pegangannya."Ada apa?" tanya Madeline yang berlari kelua
"Aku tidak menyukaimu!" balas Madeline dingin."Mengapa harus sejujur itu?" keluh Hans dan memasang wajah sedih."Oh, ayolah! Aku tidak tahu semua pria Qin begitu murahan," ejek Madeline."Itu kasar!" jawab Hans, sambil tersenyum.Madeline mengangkat bahu dan lanjut mengetik. Dirinya senang berseluncur di dunia maya, mencari informasi tentang perusahaan keluarga Qin. Setelah memeriksa semua dokumen itu, membuat Madeline penasaran."Apa yang kamu kerjakan?" tanya Hans penasaran."Hmmm, aku membuat pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen itu dan dari sana banyak yang ingin aku ketahui!" ujar Madeline sambil menunjuk ke lantai dekat jendela, ya dokumen itu masih berserakan di sana."Benarkah? Boleh aku lihat apa yang kamu temukan?" tanya Hans.Madeline mengangguk dan membuka file miliknya, lalu membalikkan laptop ke hadapan Hans.Hans membaca rangkuman yang dibuat Madeline dan berde
Maximillian Qin berada di ruang pakaian yang ada di ruang kerjanya. Semalam dirinya tidak dapat terlelap. Lusa, perjalanannya ke Negara Z membuat Max cemas. Dirinya merapikan dasi dan mengenakan jas, lalu menatap tampilannya di cermin. Seorang artis pemula sudah menandatangani kontrak dengannya, tentu dengan bayaran yang besar. Lagipula, selain uang, pamor artis itu akan langsung melejit jika terlibat rumor percintaan dengannya. Apalagi, rumor yang dibuat adalah Max mengejar wanita itu mati-matian. Ya, tiga artis pemula yang sebelumnya terikat kontrak dengannya, sudah begitu terkenal dan Max yakin artis ini juga akan mengalami hal yang sama.Semua ini terjadi karena kecelakaan yang dialaminya saat berusia 11 tahun. Saat dirinya memergoki sang ayah bercumbu dengan seorang wanita muda. Ya, ingatan itu masih menguasai dirinya. Dirinya yang baru berusia 11 tahun, berlari keluar dengan cepat setelah menyaksikan hal tersebut. Dengan pandangan kabur karena genangan air ma
Max menenggak anggur miliknya dan berkata, "Ini kali pertama kita membahas seorang wanita. Bukankah menggelikan, perempuan itu yang kita bahas?""Itu tidak menggelikan! Bukankah kita sudah sepakat untuk membahas segala sesuatu yang mengganjal," balas Hans santai dan menenggak anggur miliknya.Lalu, mereka berdua duduk dalam diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Entah berapa lama mereka duduk di sana, yang pasti 3 botol anggur telah kosong dan itu artinya sudah cukup."Istirahalah!" ujar Hans dan berdiri dari duduknya.Max mengangguk dan menatap sampai Hans menghilang dari pandangannya. Lalu, memanggil Jay."Ya, Tuan!""Panggil perempuan itu!" ujar Max sambil menuangkan anggur yang tersisa di gelasnya ke celana panjang mahalnya, tepat di bagian paha.Jay mengangguk dan langsung berlari menuju ke ruang bermain Tuannya itu, untuk memanggil Madeline. Perasaannya tidak enak, biasanya beberapa hari sebel
Madeline terdiam sejenak, dirinya yakin jika menjawab ya, maka pria mesum itu benar-benar akan memintanya melakukan itu. Walaupun, Madeline bukan gadis perawan, tetapi dirinya mual memikirkan sudah berapa banyak wanita yang melepaskan celana pria itu.Madeline menggeleng kepalanya dan berkata, "Lakukan sendiri dan berikan padaku celana itu!"Max tersenyum tipis dan mengangguk, masih berdiri di hadapan Madeline, tangannya mulai melepaskan sabuk yang melingkari pinggangnya."K-kamu melepaskannya di sini?" tanya Madeline tergagap. Ya, dirinya tahu tubuh pria itu sempurna, tetapi ini keterlaluan. Apakah pria itu tidak memiliki rasa malu? Tentu tidak, setelah bercinta dengan begitu banyak wanita, pria itu pasti sudah tidak tahu malu."Mengapa? Bukankah kamu sudah berpengalaman? Bahkan, bukankah dirimu sudah memiliki suami? Ah, tentu saja, tubuh suamimu tidak dapat dibandingkan denganku!" ujar Max tersenyum dan menarik sabuknya lepas dalam sat
Satu bulan, ya satu bulan Madeline berada di sisi Max. Rutinitas mereka setiap hari adalah melakukan konseling dan beberapa perawatan lainnya. Saat malam tiba, Madeline akan tidur di samping pria itu, menemaninya.Sesekali saat Madeline berbicara, Max akan menatap dirinya. Namun, hanya sesekali.Setelah pertimbangan yang matang, Madeline memutuskan untuk membawa Max junior ke tempat ini.Hari itu pun tiba.Bibi Lian datang bersama dengan Max junior, semua tranportasi diatur oleh Robert Qin."Mommy!" panggil Max junior saat bertemu dengan Madeline.Madeline memeluk putranya itu dan mendaratkan kecupan bertubi-tubi di wajah tampan itu."Apakah Bibi lelah?" tanya Madeline dengan Max junior sudah berada dalam gendongnya."Tidak, tidak," jawab Bibi Lian yang sibuk menatap ke sekeliling rumah mewah ini."Mari saya antar ke kamar Anda, Nyonya," pinta salah seorang staff kepada Bib
Madeline menggandeng lengan Max dan mereka meninggalkan hotel, menuju ke rumah besar.Di dalam perjalanan, Madeline menggenggam tangan Max dengan tatapan yang terus menatap wajah pria itu."Sudah berapa lama dia seperti ini?" tanya Madeline pelan."Semenjak Nona pergi, sikap Tuan mulai berubah," jawab sang pengawal yang mengemudikan mobil."Apakah ayahnya tidak melakukan apa pun?" tanya Madeline kembali."Sudah banyak Dokter handal yang diterbangkan kemari untuk memeriksa Tuan. Namun, kesehatan Tuan semakin memburuk."Setelah itu, mereka tidak lagi berbicara. Madeline selalu menatap wajah pria itu, tetapi Max selalu menatap kosong keluar jendela mobil.Mobil berbelok masuk, melewati gerbang utama kediaman besar Keluarga Qin. Madeline sudah pernah sekali datang ke rumah ini, saat masih menjadi sekretaris pria itu.Mobil berhenti di depan gedung bergaya Eropa dan mereka turun. Madeline ma
Tuan Besar pasti akan mengakui cucunya itu. Bagaimana tidak, Maximillian Qin hanya memiliki keturunan dari wanita itu.Di dalam kapal laut, ponsel Jay berdering dan itu adalah panggilan dari Tuan Besar."Ya, Tuan."[Setelah menemukan mereka, bawa mereka ke hadapanku sesegera mungkin!]"Baik, Tuan!"Lalu, sambungan telepon diputus. Jay berharap, kehadiran Madeline dan putranya mampu menyembuhkan Tuannya.***Madeline melangkah masuk ke dalam lobi hotel milik Keluarga Qin. Tempat di mana dirinya pertama kali bertemu dengan Maximillian Qin. Apakah dirinya ingin bernostalgia? Benar, Madeline merindukan tempat ini. Merindukan pria brengsek itu.Berdiri di depan meja resepsionis, Madeline memesan kamar. Tentu saja, kamar standar bukan kamar tipe mahal. Itu disesuaikan dengan uang yang ada dalam dompetnya."Ini kartu kamar Anda, Nona Madeline."Madeline menerima kartu itu dan menuju ke lantai di m
Di Negara Z, Max dirawat di salah satu rumah sakit swasta ternama di sana dan menempati satu lantai rumah sakit itu. Lantai ruang rawat untuk pasien VVIP, biasanya untuk para publik figur ternama. Ya, Robert Qin menyewa seluruh lantai VVIP itu, tentu saja agar penyakit putranya tidak terendus.Di perusahaan, Maximillian Qin dikatakan mengambil cuti panjang untuk berpelesiran bersama sang istri. Siapa yang berani berkomentar di saat pewaris perusahaan melakukan hal tersebut. Namun nyatanya, Max dirawat di sini."Kapan dia bisa meninggalkan rumah sakit?" tanya Robert Qin kepada Dokter Cha, yang juga merupakan Direktur rumah sakit.Robert Qin dan Dokter Cha berdiri di depan pintu ruangan rawat inap Maximillian Qin."Tidakkah kamu bisa melakukan hipnoterapi lain untuk membantunya sadar?" tanya Robert Qin."Biar aku katakan sejujurnya. Saat ini, kondisi putramu sangat buruk. Dia hanya dapat menerima perawatan melalui obat-obatan.
Belum sempat Robert Qin menyapa, Max sudah kehilangan kesadarannya. Max pingsan di hadapan ayahnya, karena ketakutan.Apakah Robert Qin menyesal? Tidak. Hal tersebut dianggap sebagai harga yang harus dibayar, atas pernikahan yang akan segera dilangsungkan. Robert Qin dapat menerima bahwa putranya kembali tidak mampu bertemu dengannya, tetapi setidaknya kali ini Max mematuhi perkataannya.Max dilarikan ke rumah sakit dan tinggal di sana selama satu minggu. Mendapatkan perawatan psikis dari psikiater ternama di kota ini, tentu dengan pegangan catatan medis dari Dokter Cha.***Madeline membersihkan kaca jendela yang buram, karena jejak debu yang begitu tebal. Sudah satu minggu dirinya berada di pulau ini. Seperti perkataan almarhum neneknya, penduduk sangat ramah dan udara di sini amatlah segar.Satu minggu yang lalu, setelah turun dari kapal, Madeline mencari rumah untuk disewa. Beruntung, harga sewa rumah di pulau ini
Ha ha ha!Madeline tertawa dingin, sebelum berkata, "Ini adalah pilihanku. Aku memilih untuk mengambil kesempatan itu dan mempercayai Max. Semua itu adalah keputusanku, lagipula usiaku sudah 30 tahun, tidak ada masalah jika aku tidur dengan pria bukan? Jadi, aku mohon jangan memperbesar masalah!" ujar Madeline dingin. Setidaknya dengan terlihat tidak peduli, Madeline berharap dapat melindungi harga dirinya yang tersisa. Apakah harga dirinya masih tersisa? batinnya miris."Benar, kamu adalah wanita dewasa, bahkan seorang janda! Tentu kamu bebas hendak bercinta dengan pria mana pun yang kamu inginkan!" balas Hans dingin dan maju beberapa langkah mendekati Madeline."Jika begitu, mari kita bercinta!" bisik Hans tepat di telinga Madeline.Tangan Hans diselipkan ke pinggang Madeline dan menarik tubuh itu, agar menempel pada tubuhnya. Tanpa permisi, Hans langsung mendaratkan ciuman ke bibir indah Madeline Lu.Madeline tidak
"Aku menyukai wanita cantik dan kamu, salah satunya! Bukankah kamu sudah jelas tahu akan hal tersebut?" tanya Max dingin.Madeline memejamkan matanya untuk sesaat, menahan emosinya yang hendak meledak."Baik! Aku mengerti," jawab Madeline.Max menghela napas lega, bersyukur wanita itu tidak bersikeras. Bersikeras agar Max hanya setia pada dirinya, pada satu wanita. Karena, itu tidaklah mungkin."Bagus, jika kamu mengerti. Lagipula, aku menyukai cara kerjamu dan berharap, kamu terus menjadi sekretarisku!" jelas Max, sambil berbalik menatap Madeline.Madeline membuka mata dan menatap dingin ke arah pria itu, dingin. Dirinya yang begitu bodoh, mempercayai harapan palsu yang diberikan oleh pria itu. Bukankah sudah cukup dirinya dikecewakan oleh mantan suaminya dan kini, dirinya kembali masuk dalam jeratan pria yang sama brengseknya.DING!Pintu lift terbuka dan seorang wanita cantik melangkah masuk.&nbs
Spontan Max bangkit dari duduknya dan mengejar wanita itu. Mengejar Madeline Lu.Di tengah-tengah restoran itu, Max menarik pergelangan tangan Madeline Lu. Tarikan yang cukup kuat, membuat tubuh Madeline membentur dada bidang Max.Madeline yang kesal, langsung menghentakkan tangannya agar terlepas dari pegangan Max. Lalu, berbalik dan berjalan cepat, meninggalkan restoran, meninggalkan pria brengsek itu.Mendorong pintu kayu restoran hingga terbuka lebar, Madeline berlari menuruni beberapa anak tangga yang ada di sana. Max mengejarnya."Berhenti!" perintah Max.Madeline mengabaikan perintah pria itu dan berlari kecil, menjauhi Max. Tidak tahu berjalan ke arah atau menuju mana, Madeline hanya terus berlari menjauhi pria itu. Namun, sepatu hak tinggi membatasi langkah kakinya dan Max kembali berhasil menangkap pergelangan tangannya, saat Madeline berbelok ke jalan kecil yang ada di sana.Max tidak tahu apa y
Madeline melihat isi amplop itu dan menatap Max dengan tatapan gembira. Bagaimana tidak, ini adalah surat cerai yang sudah ditandatangani oleh David Kang."Bagaimana? Bagaimana kamu membuatnya menandatangani ini?" tanya Madeline penasaran."Bukan masalah besar," jawab Max sambil mengangkat bahu.Madeline tersenyum. Dirinya ingin bertanya, apakah setelah dirinya bercerai, Max ingin menjalin hubungan serius dengannya? Namun, Madeline tidak berani mengutarakan pertanyaan itu. Dirinya takut. Takut ditolak, takut dikecewakan.Max tersenyum puas, saat melihat Madeline menandatangani surat cerai itu. Setelah dipukul babak belur dan diancam, David Kang masih menolak untuk menandatangani surat cerai itu. Akhirnya, Max menawarkan sejumlah uang yang tidak mampu ditolak. Ya, akhirnya pria bajingan itu bersedia melepaskan Madeline Lu."Baiklah! Nanti kita makan malam," ujar Max dan mengecup kening kekasihnya itu.Madeline me