Madeline terdiam sejenak, dirinya yakin jika menjawab ya, maka pria mesum itu benar-benar akan memintanya melakukan itu. Walaupun, Madeline bukan gadis perawan, tetapi dirinya mual memikirkan sudah berapa banyak wanita yang melepaskan celana pria itu.
Madeline menggeleng kepalanya dan berkata, "Lakukan sendiri dan berikan padaku celana itu!"
Max tersenyum tipis dan mengangguk, masih berdiri di hadapan Madeline, tangannya mulai melepaskan sabuk yang melingkari pinggangnya.
"K-kamu melepaskannya di sini?" tanya Madeline tergagap. Ya, dirinya tahu tubuh pria itu sempurna, tetapi ini keterlaluan. Apakah pria itu tidak memiliki rasa malu? Tentu tidak, setelah bercinta dengan begitu banyak wanita, pria itu pasti sudah tidak tahu malu.
"Mengapa? Bukankah kamu sudah berpengalaman? Bahkan, bukankah dirimu sudah memiliki suami? Ah, tentu saja, tubuh suamimu tidak dapat dibandingkan denganku!" ujar Max tersenyum dan menarik sabuknya lepas dalam sat
Madeline dapat bernapas lega setelah pria itu meninggalkan ruangan ini. Buru-buru Madeline membawa cangkir tadi ke dapur dan mencucinya segera. Apakah perkataan pria itu berarti, dirinya tidak perlu melakukan apapun selama satu bulan ini? Hanya perlu memeriksa dokumen dan mengirimkan laporan? Kenyataan itu membuat Madeline bersorak gembira."Apa yang membuatmu begitu senang?" tanya Hans yang baru tiba dan bersandar di dinding pintu masuk ke dapur.Madeline berbalik dan berjalan ke arah Hans, lalu berkata, "Apakah ajakanmu masih berlaku? Mengajak diriku berkeliling?""Tentu! Sekarang?" tanya Hans hendak berbalik.Madeline menangkap lengan pria itu dan berkata, "Besok! Besok saja. Aku tidak mau mencari masalah dengan pria itu.""Maksudmu Max? Dirinya sibuk hari ini. Max perlu mempersiapkan diri untuk perjalanan besok!" ujar Hans dan menarik kursi meja makan, lalu duduk."Oh ya?" tanya Madeline penasaran dan duduk di hadapan H
Di kelas bisnis pesawat komersil yang terbang ke Negara Z.Max duduk bersandar, sambil memejamkan mata. Dirinya tidak membawa apapun. Semua pakaian dan keperluannya sudah disiapkan di sana. Dirinya bahkan memiliki seorang sekretaris yang disiapkan oleh ayahnya. Ya, Max hanya perlu mengikuti jadwal yang sudah disusun dan beristirahat.Penerbangan 8 jam menuju Negara Z dan itu cukup membosankan. Max mengeluarkan ponsel, tetapi tidak ada yang dapat dilakukannya. Apa yang sedang dilakukan Madeline? Dirinya sudah meminta Jay melaporkan semua kegiatan perempuan itu. Max harus bersabar sampai pesawat mendarat.Kembali ke ruang gym.Madeline telah berganti pakaian olah raga dan mengenakan sepatu sport.Moly mengukur tubuh Madeline, baik itu diameter lingkar seluruh bagian tubuhnya, termasuk berat badannya."70 kg! Kamu ingin berat badanmu turun sampai ke angka berapa?" tanya Moly sambil mencatat.Wow dirinya
Madeline baru sadar pria itu tertawa. Apakah Hans berbohong? batinnya kesal. Lagipula jika dipikirkan, tidak mungkin ada serangga di ruangan ini.Madeline melepaskan tangan pria itu dan berjalan ke hadapannya, sambil berkacak pinggang."Kamu berbohong?" tanya Madeline tidak percaya.Melihat ekspresi marah Madeline, barulah Hans berhenti tertawa."Maafkan aku," ujar Hans langsung."Itu tidak lucu! Aku takut serangga. Sangat membencinya!" ujar Madeline dengan suara bergetar dan bola matanya mulai berkaca-kaca.Hans panik melihat raut wajah Madeline yang sepertinya akan menangis. Hans maju satu langkah dan kedua tangannya memegang masing-masing sisi lengan bagian atas wanita itu. Lalu, membungkuk sedikit agar mata mereka sejajar."Maafkan aku," Hans kembali menyuarakan permintaan maafnya.Kembali bibir Madeline mengerucut dan menatap pria itu dengan mata berkaca-kaca. Hans menatap wajah itu
Madeline menatap layar ponselnya, panggilan sudah diputus. Sungguh menyebalkan, andai dirinya dapat melempar ponsel ini untuk melampiaskan kekesalannya. Namun, itu tidak mungkin dan jika dilakukan, maka hanya akan menambah jumlah hutang yang melilitnya.Hidup pria itu sungguh indah bukan? Tidak ada yang perlu dirisaukan dan dapat melakukan semua yang diinginkannya.Madeline melangkah ke depan jendela dan masuk ke balik selimut. Ya, Madeline akan membuat dirinya dan otak cerdasnya berguna. Dirinya akan mencari kesempatan untuk membahas masalah ini dengan Maximillian Qin. Jika dirinya ditahan di tempat ini, maka hutang suaminya tidak mungkin dapat dilunasi. Madeline berencana mencari pekerjaan dan mengangsur hutang itu, walaupun itu mungkin butuh puluhan tahun. Itu lebih baik, daripada terjebak di tempat ini.***Keesokan paginya, di Negara Z.Max melakukan persiapan, sebelum menjalani operasi. Dirinya didampingi seorang sekretaris
Hans membawa Madeline berkeliling kota dan perlahan rasa takutnya menguap, tergantikan rasa penasaran dan antusias.Hans tersenyum, karena tangan Madeline memeluknya begitu erat."SENANG?" tanya Hans sambil teriak."YAAA!" teriak Madeline. Ini sangat menyenangkan. Seakan beban hidup yang melilitnya, terbang tertiup angin kencang.Hans membawa motornya ke taman kota dan parkir di sana.Madeline melompat turun dan melepaskan helmnya, begitu juga dengan Hans."Kamu suka?" tanya Hans sambil melepaskan jaketnya.Madeline mengangguk."Terima kasih," ujar Madeline tulus."Ayo, kita duduk di sana!" ajak Hans sambil menunjuk ke arah hamparan rumput hijau yang membentang luas. Banyak pasangan yang duduk bersantai di sana.Mereka berjalan ke dalam taman dan Madeline memilih duduk di kursi kayu yang ada di sana. Ya, dirinya tidak suka serangga dan tidak ingin duduk di atas
Madeline memutar bola matanya kesal. Apakah terlalu lelah? Lelah mengejar-ngejar artis cantik itu? Namun, itu tidak diucapkan olehnya, hanya menggerutu di dalam hati."Terlalu lelah?"[Mungkin.]Lalu, mereka berdua terdiam untuk sejenak.[Apakah menyenangkan?]"Apanya?"[Menyelinap keluar dengan Hans?]What? Dia tahu? Bagaimana mungkin? Mereka bahkan berhasil mengelabui kedua pengawal itu."Hmmm."[Itu artinya menyenangkan?]"Ya, ya itu menyenangkan! Apakah kamu memasang penyadap padaku?"[Ya, aku menanamkannya di kepalamu!]Segera Madeline meletakkan ponselnya dan menyentuh kepalanya. Memeriksa.Di ujung panggilan, Max sedang tertawa geli. Dirinya yakin perempuan itu sedang memeriksa kepalanya sendiri.Madeline mendengar suara tawa itu dan segera mengambil ponsel itu kembali."Hei, kamu menggodaku?"[Ini adalah hotelku, yang artin
Lima hari lagi, tepat satu bulan dan Max akan kembali ke negara ini. Kenyataan itu membuat Madeline uring-uringan. Bagaimana tidak, pria itu tidak membalas satu pun surel yang dikirimnya. Ya, pria itu sibuk berkencan, tetapi apa sulitnya memeriksa surelnya yang sudah sangat padat dan jelas.Madeline menutup layar laptopnya kuat. Bahkan, artikel hampir tiap hari memberitakan pasangan yang sedang kasmaran itu."Ada apa? Kamu terlihat begitu kesal," tanya Hans dari balik meja kerjanya. Ya, rutinitas barunya setiap hari adalah menghabiskan siang hari bersama Madeline, di ruang kerjanya. Itu menjadi kebiasaan yang selalu ditunggu olehnya dan Hans selalu menunda pertemuan, ke waktu di mana Madeline kembali ke ruang bermain sepupunya itu. Namun, di sisi lain, Madeline mulai menjaga jarak dan membalas rayuannya dengan kejujuran yang cukup menusuk di hati. Bukan Hansen Qin namanya, jika dirinya menyerah begitu mudah. Lagipula sepupunya akan segera kembali, jadi Hans
Hans membawa Madeline ke bagian plaza hotel. Satu lantai yang saling terhubung antara gedung hotel dengan kasino, begitu luas. Deretan toko yang menjual barang-barang branded mengejutkan mata Madeline. Whoa, dirinya baru tahu ada plaza seperti ini di dalam gedung."Ini semua amat mahal!" ujar Madeline, sambil melihat ke sekeliling."Jangan pikirkan harganya," jawab Hans santai.Hans membawa Madeline ke toko paling besar yang ada di sana. Selain butik, di dalam toko itu juga ada salon kecantikan."Selamat siang, Tuan Hansen," sapa seorang pramuniaga ramah."Selamat siang. Bisakah kamu membantu Nona ini?" tanya Hans sambil menatap ke arah Madeline.Madeline tersenyum."Tentu, Tuan. Seperti apa penampilan yang Tuan kehendaki untuk Nona ini?" tanya pramuniaga itu sopan."Ikuti keinginannya," jawab Hans dan tersenyum kepada Madeline.Madeline tersenyum dan bersyukur Hans m
Satu bulan, ya satu bulan Madeline berada di sisi Max. Rutinitas mereka setiap hari adalah melakukan konseling dan beberapa perawatan lainnya. Saat malam tiba, Madeline akan tidur di samping pria itu, menemaninya.Sesekali saat Madeline berbicara, Max akan menatap dirinya. Namun, hanya sesekali.Setelah pertimbangan yang matang, Madeline memutuskan untuk membawa Max junior ke tempat ini.Hari itu pun tiba.Bibi Lian datang bersama dengan Max junior, semua tranportasi diatur oleh Robert Qin."Mommy!" panggil Max junior saat bertemu dengan Madeline.Madeline memeluk putranya itu dan mendaratkan kecupan bertubi-tubi di wajah tampan itu."Apakah Bibi lelah?" tanya Madeline dengan Max junior sudah berada dalam gendongnya."Tidak, tidak," jawab Bibi Lian yang sibuk menatap ke sekeliling rumah mewah ini."Mari saya antar ke kamar Anda, Nyonya," pinta salah seorang staff kepada Bib
Madeline menggandeng lengan Max dan mereka meninggalkan hotel, menuju ke rumah besar.Di dalam perjalanan, Madeline menggenggam tangan Max dengan tatapan yang terus menatap wajah pria itu."Sudah berapa lama dia seperti ini?" tanya Madeline pelan."Semenjak Nona pergi, sikap Tuan mulai berubah," jawab sang pengawal yang mengemudikan mobil."Apakah ayahnya tidak melakukan apa pun?" tanya Madeline kembali."Sudah banyak Dokter handal yang diterbangkan kemari untuk memeriksa Tuan. Namun, kesehatan Tuan semakin memburuk."Setelah itu, mereka tidak lagi berbicara. Madeline selalu menatap wajah pria itu, tetapi Max selalu menatap kosong keluar jendela mobil.Mobil berbelok masuk, melewati gerbang utama kediaman besar Keluarga Qin. Madeline sudah pernah sekali datang ke rumah ini, saat masih menjadi sekretaris pria itu.Mobil berhenti di depan gedung bergaya Eropa dan mereka turun. Madeline ma
Tuan Besar pasti akan mengakui cucunya itu. Bagaimana tidak, Maximillian Qin hanya memiliki keturunan dari wanita itu.Di dalam kapal laut, ponsel Jay berdering dan itu adalah panggilan dari Tuan Besar."Ya, Tuan."[Setelah menemukan mereka, bawa mereka ke hadapanku sesegera mungkin!]"Baik, Tuan!"Lalu, sambungan telepon diputus. Jay berharap, kehadiran Madeline dan putranya mampu menyembuhkan Tuannya.***Madeline melangkah masuk ke dalam lobi hotel milik Keluarga Qin. Tempat di mana dirinya pertama kali bertemu dengan Maximillian Qin. Apakah dirinya ingin bernostalgia? Benar, Madeline merindukan tempat ini. Merindukan pria brengsek itu.Berdiri di depan meja resepsionis, Madeline memesan kamar. Tentu saja, kamar standar bukan kamar tipe mahal. Itu disesuaikan dengan uang yang ada dalam dompetnya."Ini kartu kamar Anda, Nona Madeline."Madeline menerima kartu itu dan menuju ke lantai di m
Di Negara Z, Max dirawat di salah satu rumah sakit swasta ternama di sana dan menempati satu lantai rumah sakit itu. Lantai ruang rawat untuk pasien VVIP, biasanya untuk para publik figur ternama. Ya, Robert Qin menyewa seluruh lantai VVIP itu, tentu saja agar penyakit putranya tidak terendus.Di perusahaan, Maximillian Qin dikatakan mengambil cuti panjang untuk berpelesiran bersama sang istri. Siapa yang berani berkomentar di saat pewaris perusahaan melakukan hal tersebut. Namun nyatanya, Max dirawat di sini."Kapan dia bisa meninggalkan rumah sakit?" tanya Robert Qin kepada Dokter Cha, yang juga merupakan Direktur rumah sakit.Robert Qin dan Dokter Cha berdiri di depan pintu ruangan rawat inap Maximillian Qin."Tidakkah kamu bisa melakukan hipnoterapi lain untuk membantunya sadar?" tanya Robert Qin."Biar aku katakan sejujurnya. Saat ini, kondisi putramu sangat buruk. Dia hanya dapat menerima perawatan melalui obat-obatan.
Belum sempat Robert Qin menyapa, Max sudah kehilangan kesadarannya. Max pingsan di hadapan ayahnya, karena ketakutan.Apakah Robert Qin menyesal? Tidak. Hal tersebut dianggap sebagai harga yang harus dibayar, atas pernikahan yang akan segera dilangsungkan. Robert Qin dapat menerima bahwa putranya kembali tidak mampu bertemu dengannya, tetapi setidaknya kali ini Max mematuhi perkataannya.Max dilarikan ke rumah sakit dan tinggal di sana selama satu minggu. Mendapatkan perawatan psikis dari psikiater ternama di kota ini, tentu dengan pegangan catatan medis dari Dokter Cha.***Madeline membersihkan kaca jendela yang buram, karena jejak debu yang begitu tebal. Sudah satu minggu dirinya berada di pulau ini. Seperti perkataan almarhum neneknya, penduduk sangat ramah dan udara di sini amatlah segar.Satu minggu yang lalu, setelah turun dari kapal, Madeline mencari rumah untuk disewa. Beruntung, harga sewa rumah di pulau ini
Ha ha ha!Madeline tertawa dingin, sebelum berkata, "Ini adalah pilihanku. Aku memilih untuk mengambil kesempatan itu dan mempercayai Max. Semua itu adalah keputusanku, lagipula usiaku sudah 30 tahun, tidak ada masalah jika aku tidur dengan pria bukan? Jadi, aku mohon jangan memperbesar masalah!" ujar Madeline dingin. Setidaknya dengan terlihat tidak peduli, Madeline berharap dapat melindungi harga dirinya yang tersisa. Apakah harga dirinya masih tersisa? batinnya miris."Benar, kamu adalah wanita dewasa, bahkan seorang janda! Tentu kamu bebas hendak bercinta dengan pria mana pun yang kamu inginkan!" balas Hans dingin dan maju beberapa langkah mendekati Madeline."Jika begitu, mari kita bercinta!" bisik Hans tepat di telinga Madeline.Tangan Hans diselipkan ke pinggang Madeline dan menarik tubuh itu, agar menempel pada tubuhnya. Tanpa permisi, Hans langsung mendaratkan ciuman ke bibir indah Madeline Lu.Madeline tidak
"Aku menyukai wanita cantik dan kamu, salah satunya! Bukankah kamu sudah jelas tahu akan hal tersebut?" tanya Max dingin.Madeline memejamkan matanya untuk sesaat, menahan emosinya yang hendak meledak."Baik! Aku mengerti," jawab Madeline.Max menghela napas lega, bersyukur wanita itu tidak bersikeras. Bersikeras agar Max hanya setia pada dirinya, pada satu wanita. Karena, itu tidaklah mungkin."Bagus, jika kamu mengerti. Lagipula, aku menyukai cara kerjamu dan berharap, kamu terus menjadi sekretarisku!" jelas Max, sambil berbalik menatap Madeline.Madeline membuka mata dan menatap dingin ke arah pria itu, dingin. Dirinya yang begitu bodoh, mempercayai harapan palsu yang diberikan oleh pria itu. Bukankah sudah cukup dirinya dikecewakan oleh mantan suaminya dan kini, dirinya kembali masuk dalam jeratan pria yang sama brengseknya.DING!Pintu lift terbuka dan seorang wanita cantik melangkah masuk.&nbs
Spontan Max bangkit dari duduknya dan mengejar wanita itu. Mengejar Madeline Lu.Di tengah-tengah restoran itu, Max menarik pergelangan tangan Madeline Lu. Tarikan yang cukup kuat, membuat tubuh Madeline membentur dada bidang Max.Madeline yang kesal, langsung menghentakkan tangannya agar terlepas dari pegangan Max. Lalu, berbalik dan berjalan cepat, meninggalkan restoran, meninggalkan pria brengsek itu.Mendorong pintu kayu restoran hingga terbuka lebar, Madeline berlari menuruni beberapa anak tangga yang ada di sana. Max mengejarnya."Berhenti!" perintah Max.Madeline mengabaikan perintah pria itu dan berlari kecil, menjauhi Max. Tidak tahu berjalan ke arah atau menuju mana, Madeline hanya terus berlari menjauhi pria itu. Namun, sepatu hak tinggi membatasi langkah kakinya dan Max kembali berhasil menangkap pergelangan tangannya, saat Madeline berbelok ke jalan kecil yang ada di sana.Max tidak tahu apa y
Madeline melihat isi amplop itu dan menatap Max dengan tatapan gembira. Bagaimana tidak, ini adalah surat cerai yang sudah ditandatangani oleh David Kang."Bagaimana? Bagaimana kamu membuatnya menandatangani ini?" tanya Madeline penasaran."Bukan masalah besar," jawab Max sambil mengangkat bahu.Madeline tersenyum. Dirinya ingin bertanya, apakah setelah dirinya bercerai, Max ingin menjalin hubungan serius dengannya? Namun, Madeline tidak berani mengutarakan pertanyaan itu. Dirinya takut. Takut ditolak, takut dikecewakan.Max tersenyum puas, saat melihat Madeline menandatangani surat cerai itu. Setelah dipukul babak belur dan diancam, David Kang masih menolak untuk menandatangani surat cerai itu. Akhirnya, Max menawarkan sejumlah uang yang tidak mampu ditolak. Ya, akhirnya pria bajingan itu bersedia melepaskan Madeline Lu."Baiklah! Nanti kita makan malam," ujar Max dan mengecup kening kekasihnya itu.Madeline me