Hans membawa Madeline berkeliling kota dan perlahan rasa takutnya menguap, tergantikan rasa penasaran dan antusias.
Hans tersenyum, karena tangan Madeline memeluknya begitu erat.
"SENANG?" tanya Hans sambil teriak.
"YAAA!" teriak Madeline. Ini sangat menyenangkan. Seakan beban hidup yang melilitnya, terbang tertiup angin kencang.
Hans membawa motornya ke taman kota dan parkir di sana.
Madeline melompat turun dan melepaskan helmnya, begitu juga dengan Hans.
"Kamu suka?" tanya Hans sambil melepaskan jaketnya.
Madeline mengangguk.
"Terima kasih," ujar Madeline tulus.
"Ayo, kita duduk di sana!" ajak Hans sambil menunjuk ke arah hamparan rumput hijau yang membentang luas. Banyak pasangan yang duduk bersantai di sana.
Mereka berjalan ke dalam taman dan Madeline memilih duduk di kursi kayu yang ada di sana. Ya, dirinya tidak suka serangga dan tidak ingin duduk di atas
Madeline memutar bola matanya kesal. Apakah terlalu lelah? Lelah mengejar-ngejar artis cantik itu? Namun, itu tidak diucapkan olehnya, hanya menggerutu di dalam hati."Terlalu lelah?"[Mungkin.]Lalu, mereka berdua terdiam untuk sejenak.[Apakah menyenangkan?]"Apanya?"[Menyelinap keluar dengan Hans?]What? Dia tahu? Bagaimana mungkin? Mereka bahkan berhasil mengelabui kedua pengawal itu."Hmmm."[Itu artinya menyenangkan?]"Ya, ya itu menyenangkan! Apakah kamu memasang penyadap padaku?"[Ya, aku menanamkannya di kepalamu!]Segera Madeline meletakkan ponselnya dan menyentuh kepalanya. Memeriksa.Di ujung panggilan, Max sedang tertawa geli. Dirinya yakin perempuan itu sedang memeriksa kepalanya sendiri.Madeline mendengar suara tawa itu dan segera mengambil ponsel itu kembali."Hei, kamu menggodaku?"[Ini adalah hotelku, yang artin
Lima hari lagi, tepat satu bulan dan Max akan kembali ke negara ini. Kenyataan itu membuat Madeline uring-uringan. Bagaimana tidak, pria itu tidak membalas satu pun surel yang dikirimnya. Ya, pria itu sibuk berkencan, tetapi apa sulitnya memeriksa surelnya yang sudah sangat padat dan jelas.Madeline menutup layar laptopnya kuat. Bahkan, artikel hampir tiap hari memberitakan pasangan yang sedang kasmaran itu."Ada apa? Kamu terlihat begitu kesal," tanya Hans dari balik meja kerjanya. Ya, rutinitas barunya setiap hari adalah menghabiskan siang hari bersama Madeline, di ruang kerjanya. Itu menjadi kebiasaan yang selalu ditunggu olehnya dan Hans selalu menunda pertemuan, ke waktu di mana Madeline kembali ke ruang bermain sepupunya itu. Namun, di sisi lain, Madeline mulai menjaga jarak dan membalas rayuannya dengan kejujuran yang cukup menusuk di hati. Bukan Hansen Qin namanya, jika dirinya menyerah begitu mudah. Lagipula sepupunya akan segera kembali, jadi Hans
Hans membawa Madeline ke bagian plaza hotel. Satu lantai yang saling terhubung antara gedung hotel dengan kasino, begitu luas. Deretan toko yang menjual barang-barang branded mengejutkan mata Madeline. Whoa, dirinya baru tahu ada plaza seperti ini di dalam gedung."Ini semua amat mahal!" ujar Madeline, sambil melihat ke sekeliling."Jangan pikirkan harganya," jawab Hans santai.Hans membawa Madeline ke toko paling besar yang ada di sana. Selain butik, di dalam toko itu juga ada salon kecantikan."Selamat siang, Tuan Hansen," sapa seorang pramuniaga ramah."Selamat siang. Bisakah kamu membantu Nona ini?" tanya Hans sambil menatap ke arah Madeline.Madeline tersenyum."Tentu, Tuan. Seperti apa penampilan yang Tuan kehendaki untuk Nona ini?" tanya pramuniaga itu sopan."Ikuti keinginannya," jawab Hans dan tersenyum kepada Madeline.Madeline tersenyum dan bersyukur Hans m
Hans mengejar Madeline yang sudah keluar dari butik."Kamu marah?" tanya Hans saat berhasil menyamakan langkah mereka.Madeline memalingkan wajah menatap Hans. Pria itu terlihat berbeda dari biasanya. Malam ini, rambutnya tersisir rapi dan mengenakan kemeja hitam slim fit dengan celana jeans pudar. Tampan dan muda, itu yang dapat mewakili penampilan pria itu."Apakah harus memulai rumor seperti itu?" tanya Madeline sambil menaikkan sebelah alisnya."Rumor sudah dimulai sejak satu bulan yang lalu. Lagipula, apa yang aku katakan tadi benar apa adanya," jawab Hans santai.Madeline kehilangan kata-kata dan tidak tahu harus berkata apa. Apakah harus melontarkan penolakan lagi? Bukankah seharusnya pria itu sudah tahu apa jawabannya? batin Madeline yang berhenti melangkah dan menatap Hans dengan melotot."Kamu sangat cantik malam ini," ujar Hans. Ya, Madeline sangat cantik malam ini. Gaun hitam itu melekat sempur
Madeline memoles kembali bibirnya. Beruntung tadi dirinya mengambil lipstik ini dari si penata rias. Ini baru dan Madeline menyukai warnanya. Yang diambilnya hanya satu lipstik ini.Setelah lipstik terpoles sempurna, Madeline merapikan rambutnya yang sedikit kusut. Madeline berusaha menguasai dirinya. Ciuman tadi cukup berpengaruh dan jantungnya masih berdebar. Tidak! Dirinya tidak boleh terpengaruh. Hanya ciuman, tidak lebih! Madeline berusaha meyakinkan dirinya. Lagipula, dirinya tidak tahu sudah berapa banyak wanita yang dicium oleh Hansen Qin. Mengingat kemungkinan itu, membuat Madeline mual. Seketika itu juga, dirinya tidak lagi merasa salah tingkah, melainkan sedikit kesal karena pria itu menciumnya tanpa izin.Berhasil mengendalikan diri, Madeline akhirnya keluar dari kamar mandi. Hans masih berdiri di tempat yang sama dan kembali mengulurkan tangan. Namun, kali ini Madeline tidak menyambut, melainkan menyerahkan kantongan butik kepada pria itu dan b
Max menarik tangan Madeline di sepanjang koridor yang mereka lewati untuk mencapai lift. Madeline berusaha melepaskan tangannya, tetapi hal itu membuat cengkeraman pria itu semakin erat.Tepat di depan lift, Madeline menghentakkan tangannya dengan kuat dan itu terlepas.Max menatap tajam ke arah perempuan itu, berpikir Madeline hendak melarikan diri. Namun, Madeline tetap berdiri di sisinya dan menarik kesal jas yang tersampir di pundaknya, hingga lepas."Ini! Aku tidak perlu ini!" ujar Madeline ketus dan menyodorkan jas itu tepat ke depan wajah Maximilian Qin.Max tidak menerima jas itu dan memalingkan wajahnya menatap ke layar digital petunjuk lift di hadapan mereka.Madeline kesal dan berpikir, apakah jas ini akan dibuang ke lantai. Namun, mengingat betapa mahal semua barang yang melekat pada pria itu, membuatnya mengurungkan niat itu. Ya, Madeline tidak mau menambah daftar hutangnya."Kita tidak bisa m
Madeline membanting pintu kamar mandi cukup kuat, di belakangnya. Apa yang salah dengannya? Madeline menyentuh pipinya yang terasa memanas. Di usianya yang sudah kepala tiga, tidak seharusnya masih begitu terpengaruh. Ciuman dengan Hans kembali berputar di benaknya dan itu membuat wajahnya kembali merah padam.Buru-buru, Madeline membasuh wajahnya dengan air dingin. Setelah merasa tenang, Madeline melepaskan gaun hitamnya dan diganti dengan kaos tadi. Kaos itu menelan tubuhnya dengan panjang mencapai lutut, ini cukup sopan. Jauh lebih sopan, dibandingkan dengan gaunnya tadi.Dengan langkah lebar, Madeline melangkah keluar dari kamar mandi. Melihat ke sekeliling kamar, tetapi tidak menemukan Max. Di mana pria itu? batinnya.Buru-buru, Madeline keluar dari kamar dan mendapati Max sudah berdiri di tengah ruang tamu, menatapnya.Madeline mengabaikan tatapan itu dan melangkah ke dapur. Mulai mengumpulkan bahan yang akan digunakan. Jumla
Pukul 9 lewat sedikit, Madeline sudah berada di dalam lift, turun ke lantai 20, ruang kerja Max. Penampilannya menakjubkan, setelan merah ini memeluk sempurna tubuhnya. Membuat penampilan terlihat layaknya eksekutif profesional. Untuk rambut, Madeline mengikatnya menjadi sanggul sederhana dan masih menggunakan sumpit kemarin untuk menahannya. Kantongan miliknya berada di tempat tinggal Max, jadi dirinya dapat menggunakan lipstik merah itu.DINGGG!Pintu lift terbuka dan dengan langkah penuh percaya diri, Madeline melangkah masuk.Jay ada di sana, beserta beberapa pengawal. Tatapan mereka menunjukkan kekaguman. Sebelumnya, mereka sudah tahu betapa hebat tindakan Madeline dalam mengusir wanita-wanita Tuan mereka. Apalagi saat ini, selain penampilannya yang berubah drastis, mereka juga tahu semalam Madeline bermalam di kamar Tuan mereka. Yang mana, belum pernah ada satu wanita pun yang memiliki keberuntungan itu. Mereka yakin, Madeline akan menjad