Madeline memoles kembali bibirnya. Beruntung tadi dirinya mengambil lipstik ini dari si penata rias. Ini baru dan Madeline menyukai warnanya. Yang diambilnya hanya satu lipstik ini.
Setelah lipstik terpoles sempurna, Madeline merapikan rambutnya yang sedikit kusut. Madeline berusaha menguasai dirinya. Ciuman tadi cukup berpengaruh dan jantungnya masih berdebar. Tidak! Dirinya tidak boleh terpengaruh. Hanya ciuman, tidak lebih! Madeline berusaha meyakinkan dirinya. Lagipula, dirinya tidak tahu sudah berapa banyak wanita yang dicium oleh Hansen Qin. Mengingat kemungkinan itu, membuat Madeline mual. Seketika itu juga, dirinya tidak lagi merasa salah tingkah, melainkan sedikit kesal karena pria itu menciumnya tanpa izin.
Berhasil mengendalikan diri, Madeline akhirnya keluar dari kamar mandi. Hans masih berdiri di tempat yang sama dan kembali mengulurkan tangan. Namun, kali ini Madeline tidak menyambut, melainkan menyerahkan kantongan butik kepada pria itu dan b
Max menarik tangan Madeline di sepanjang koridor yang mereka lewati untuk mencapai lift. Madeline berusaha melepaskan tangannya, tetapi hal itu membuat cengkeraman pria itu semakin erat.Tepat di depan lift, Madeline menghentakkan tangannya dengan kuat dan itu terlepas.Max menatap tajam ke arah perempuan itu, berpikir Madeline hendak melarikan diri. Namun, Madeline tetap berdiri di sisinya dan menarik kesal jas yang tersampir di pundaknya, hingga lepas."Ini! Aku tidak perlu ini!" ujar Madeline ketus dan menyodorkan jas itu tepat ke depan wajah Maximilian Qin.Max tidak menerima jas itu dan memalingkan wajahnya menatap ke layar digital petunjuk lift di hadapan mereka.Madeline kesal dan berpikir, apakah jas ini akan dibuang ke lantai. Namun, mengingat betapa mahal semua barang yang melekat pada pria itu, membuatnya mengurungkan niat itu. Ya, Madeline tidak mau menambah daftar hutangnya."Kita tidak bisa m
Madeline membanting pintu kamar mandi cukup kuat, di belakangnya. Apa yang salah dengannya? Madeline menyentuh pipinya yang terasa memanas. Di usianya yang sudah kepala tiga, tidak seharusnya masih begitu terpengaruh. Ciuman dengan Hans kembali berputar di benaknya dan itu membuat wajahnya kembali merah padam.Buru-buru, Madeline membasuh wajahnya dengan air dingin. Setelah merasa tenang, Madeline melepaskan gaun hitamnya dan diganti dengan kaos tadi. Kaos itu menelan tubuhnya dengan panjang mencapai lutut, ini cukup sopan. Jauh lebih sopan, dibandingkan dengan gaunnya tadi.Dengan langkah lebar, Madeline melangkah keluar dari kamar mandi. Melihat ke sekeliling kamar, tetapi tidak menemukan Max. Di mana pria itu? batinnya.Buru-buru, Madeline keluar dari kamar dan mendapati Max sudah berdiri di tengah ruang tamu, menatapnya.Madeline mengabaikan tatapan itu dan melangkah ke dapur. Mulai mengumpulkan bahan yang akan digunakan. Jumla
Pukul 9 lewat sedikit, Madeline sudah berada di dalam lift, turun ke lantai 20, ruang kerja Max. Penampilannya menakjubkan, setelan merah ini memeluk sempurna tubuhnya. Membuat penampilan terlihat layaknya eksekutif profesional. Untuk rambut, Madeline mengikatnya menjadi sanggul sederhana dan masih menggunakan sumpit kemarin untuk menahannya. Kantongan miliknya berada di tempat tinggal Max, jadi dirinya dapat menggunakan lipstik merah itu.DINGGG!Pintu lift terbuka dan dengan langkah penuh percaya diri, Madeline melangkah masuk.Jay ada di sana, beserta beberapa pengawal. Tatapan mereka menunjukkan kekaguman. Sebelumnya, mereka sudah tahu betapa hebat tindakan Madeline dalam mengusir wanita-wanita Tuan mereka. Apalagi saat ini, selain penampilannya yang berubah drastis, mereka juga tahu semalam Madeline bermalam di kamar Tuan mereka. Yang mana, belum pernah ada satu wanita pun yang memiliki keberuntungan itu. Mereka yakin, Madeline akan menjad
Madeline duduk di samping Max dengan Jay yang mengemudi. Tentu, di belakang mereka ada mobil lain yang mengkawal pewaris Keluarga Qin ini."Jadi, apa yang ingin kamu lakukan sekarang?" tanya Max tanpa menatap Madeline."Ehm, sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan!" seru Madeline."Katakan," jawab Max, kali ini dirinya memalingkan wajah menatap wanita yang duduk di sampingnya."Aku tahu keberadaanku di sini adalah karena hutang David Kang. Jika Anda puas dengan apa yang aku lakukan tadi, maka apakah aku dapat bekerja untuk Anda? Maksudnya, jika aku resmi bekerja maka akan ada gaji yang dapat Anda potong, untuk pelunasan hutang."Max mengangguk. Madeline sedikit tersenyum melihat reaksi positif pria itu, secercah harapan tumbuh di dalam hatinya.Max menatap untuk sepersekian detik ke arah lesung pipi yang terlihat di wajah itu dan terpana. Saat lesung pipi itu tidak lagi terlihat, barulah Max berkata, "Apakah kam
DING!Pintu lift terbuka dan itu Hansen Qin, yang melangkah masuk ke dalam ruang kerja.Madeline mengangkat wajah dan mendapati itu Hans, lalu langsung berdiri. Ada sedikit rasa bersalah, karena kemarin malam Madeline meninggalkan Hans sendirian di acara reuni itu."Hans, maafkan soal semalam!" ujar Madeline yang sudah berada di hadapan Hans.Hans mengangguk dan menjawab, "Bukan salahmu."Hans tersenyum lembut saat melihat wanita itu. Seperti biasa, Madeline terlihat memukau terlepas dari penampilannya sekarang."Apa yang kalian lakukan?" tanya Hans yang tidak ingin membahas masalah kemarin malam.Setelah Madeline meninggalkan acara reuni itu, Hans juga melakukan hal yang sama. Dirinya kembali ke kamar dan menghabiskan berbotol-botol wiski, yang membuatnya langsung terlelap sampai pagi."Kemarilah," ajak Madeline dan berjalan kembali ke arah sofa.Madeline kembali duduk di
Di dalam mobil, akhirnya Max menyerah dan bertanya, "Apa yang dilakukan mereka?"Menjaga raut wajah sedatar mungkin, Jay menjawab, "Nona Madeline menolak pernyataan cinta Tuan Hans dan mengatakan bahwa ciuman semalam terjadi karena, dirinya yang kurang mendapat perhatian dari seorang pria."Barulah, seulas senyum menghiasi wajah tampan itu. Jay, melihat bagaimana Tuannya tersenyum dan ikut tersenyum. Jay tahu, Tuannya tidak seperti yang terlihat dan sisi itu muncul, saat berhadapan dengan Madeline Lu."Tuan Robert Qin, hendak bertemu dengan Tuan," ujar Jay. Ya, Jay tahu nama sang ayah Tuannya itu, akan membuat suasana hati Tuannya memburuk. Namun, sekretaris Tuan Besar sudah begitu sering menghubungi dirinya, semua terkait dengan acara ulang tahun perusahaan yang akan segera tiba. Ini kali pertama bagi Tuannya untuk muncul di depan publik."Tidak perlu! Katakan padanya, bahwa aku akan bertemu dengannya saat acara itu berlangsung!" tegas Max. D
Max memundurkan kursinya dan langsung berdiri."Madeline, ayo!" perintah Max sambil merapikan jas dan langsung berbalik, melangkah keluar dari restoran.Bukankah sudah tidak ada pertemuan apa pun lagi? batin Madeline. Tapi, siapa yang tahu akan apa isi pikiran bosnya itu. Mematuhi perintah, Madeline buru-buru membersihkan bibirnya menggunakan serbet dan langsung berdiri, mengejar pria itu.Anna Chu sedikit kesal dengan sikap acuh tak acuh pria itu. Namun, pria yang ada dihadapannya juga merupakan salah satu pewaris Keluarga Qin. Lalu, Anna Chu memfokuskan tatapannya ke arah pria di hadapannya. Kedua pria Qin sama tampan, Maximillian mencerminkan maskulinitas dan Hansen mencerminkan pemuda tampan yang manis. Dua-duanya amat menarik."Kamu Hansen Qin, bukan? Perkenalkan aku Anna Chu."Anna Chu memperkenalkan diri, sambil mengulurkan tangannya ke hadapan Hans.Hans mengabaikan uluran tangan itu dan berdiri dari dud
Madeline memalingkan wajah dan menatap keluar jendela mobil. Jantungnya masih berdegup kencang. Ini gila, dirinya terlalu terpengaruh.Dari pantulan kaca jendela, Madeline dapat melihat wajah pria itu yang terlihat biasa saja. Ya, mungkin ini adalah hal yang biasa bagi Max.Madeline berhasil mengendalikan perasaannya dan berpikir, sudah saatnya untuk sadar. Sadar akan keberadaannya, yang hanya merupakan jaminan hutang suami brengseknya. Kalaupun Max tertarik padanya, itu pasti karena penampilan barunya dan setelah itu apa? Tidak akan ada apa-apa, selain Madeline masuk dalam deretan mantan kekasih pria itu.Hari-hari berikutnya, cukup sibuk. Sebab, kabar akan keterlibatan Maximillian Qin dalam acara tahunan itu sudah tersebar. Ini kali pertama bagi Max tampil di depan umum. Biasanya, para reporter hanya dapat mengambil foto pria itu saat terlibat cinta kilat dengan para artis. Tentu, kesempatan kali ini amat langka dan akan digunakan sebaik mung