Madeline duduk di samping Max dengan Jay yang mengemudi. Tentu, di belakang mereka ada mobil lain yang mengkawal pewaris Keluarga Qin ini.
"Jadi, apa yang ingin kamu lakukan sekarang?" tanya Max tanpa menatap Madeline.
"Ehm, sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan!" seru Madeline.
"Katakan," jawab Max, kali ini dirinya memalingkan wajah menatap wanita yang duduk di sampingnya.
"Aku tahu keberadaanku di sini adalah karena hutang David Kang. Jika Anda puas dengan apa yang aku lakukan tadi, maka apakah aku dapat bekerja untuk Anda? Maksudnya, jika aku resmi bekerja maka akan ada gaji yang dapat Anda potong, untuk pelunasan hutang."
Max mengangguk. Madeline sedikit tersenyum melihat reaksi positif pria itu, secercah harapan tumbuh di dalam hatinya.
Max menatap untuk sepersekian detik ke arah lesung pipi yang terlihat di wajah itu dan terpana. Saat lesung pipi itu tidak lagi terlihat, barulah Max berkata, "Apakah kam
DING!Pintu lift terbuka dan itu Hansen Qin, yang melangkah masuk ke dalam ruang kerja.Madeline mengangkat wajah dan mendapati itu Hans, lalu langsung berdiri. Ada sedikit rasa bersalah, karena kemarin malam Madeline meninggalkan Hans sendirian di acara reuni itu."Hans, maafkan soal semalam!" ujar Madeline yang sudah berada di hadapan Hans.Hans mengangguk dan menjawab, "Bukan salahmu."Hans tersenyum lembut saat melihat wanita itu. Seperti biasa, Madeline terlihat memukau terlepas dari penampilannya sekarang."Apa yang kalian lakukan?" tanya Hans yang tidak ingin membahas masalah kemarin malam.Setelah Madeline meninggalkan acara reuni itu, Hans juga melakukan hal yang sama. Dirinya kembali ke kamar dan menghabiskan berbotol-botol wiski, yang membuatnya langsung terlelap sampai pagi."Kemarilah," ajak Madeline dan berjalan kembali ke arah sofa.Madeline kembali duduk di
Di dalam mobil, akhirnya Max menyerah dan bertanya, "Apa yang dilakukan mereka?"Menjaga raut wajah sedatar mungkin, Jay menjawab, "Nona Madeline menolak pernyataan cinta Tuan Hans dan mengatakan bahwa ciuman semalam terjadi karena, dirinya yang kurang mendapat perhatian dari seorang pria."Barulah, seulas senyum menghiasi wajah tampan itu. Jay, melihat bagaimana Tuannya tersenyum dan ikut tersenyum. Jay tahu, Tuannya tidak seperti yang terlihat dan sisi itu muncul, saat berhadapan dengan Madeline Lu."Tuan Robert Qin, hendak bertemu dengan Tuan," ujar Jay. Ya, Jay tahu nama sang ayah Tuannya itu, akan membuat suasana hati Tuannya memburuk. Namun, sekretaris Tuan Besar sudah begitu sering menghubungi dirinya, semua terkait dengan acara ulang tahun perusahaan yang akan segera tiba. Ini kali pertama bagi Tuannya untuk muncul di depan publik."Tidak perlu! Katakan padanya, bahwa aku akan bertemu dengannya saat acara itu berlangsung!" tegas Max. D
Max memundurkan kursinya dan langsung berdiri."Madeline, ayo!" perintah Max sambil merapikan jas dan langsung berbalik, melangkah keluar dari restoran.Bukankah sudah tidak ada pertemuan apa pun lagi? batin Madeline. Tapi, siapa yang tahu akan apa isi pikiran bosnya itu. Mematuhi perintah, Madeline buru-buru membersihkan bibirnya menggunakan serbet dan langsung berdiri, mengejar pria itu.Anna Chu sedikit kesal dengan sikap acuh tak acuh pria itu. Namun, pria yang ada dihadapannya juga merupakan salah satu pewaris Keluarga Qin. Lalu, Anna Chu memfokuskan tatapannya ke arah pria di hadapannya. Kedua pria Qin sama tampan, Maximillian mencerminkan maskulinitas dan Hansen mencerminkan pemuda tampan yang manis. Dua-duanya amat menarik."Kamu Hansen Qin, bukan? Perkenalkan aku Anna Chu."Anna Chu memperkenalkan diri, sambil mengulurkan tangannya ke hadapan Hans.Hans mengabaikan uluran tangan itu dan berdiri dari dud
Madeline memalingkan wajah dan menatap keluar jendela mobil. Jantungnya masih berdegup kencang. Ini gila, dirinya terlalu terpengaruh.Dari pantulan kaca jendela, Madeline dapat melihat wajah pria itu yang terlihat biasa saja. Ya, mungkin ini adalah hal yang biasa bagi Max.Madeline berhasil mengendalikan perasaannya dan berpikir, sudah saatnya untuk sadar. Sadar akan keberadaannya, yang hanya merupakan jaminan hutang suami brengseknya. Kalaupun Max tertarik padanya, itu pasti karena penampilan barunya dan setelah itu apa? Tidak akan ada apa-apa, selain Madeline masuk dalam deretan mantan kekasih pria itu.Hari-hari berikutnya, cukup sibuk. Sebab, kabar akan keterlibatan Maximillian Qin dalam acara tahunan itu sudah tersebar. Ini kali pertama bagi Max tampil di depan umum. Biasanya, para reporter hanya dapat mengambil foto pria itu saat terlibat cinta kilat dengan para artis. Tentu, kesempatan kali ini amat langka dan akan digunakan sebaik mung
Max tidak bergeming, itu tidak sesuai dengan perkiraan Madeline. Wajah mereka begitu dekat dan tatapan Max seakan menghipnotis.Saat itulah, pintu ruangan itu terbuka dan Jay berkata, "Tuan Besar sudah tiba, beliau.... Maaf!"Setelah sadar apa yang sedang terjadi antara Tuannya dengan Madeline, Jay langsung berbalik dan keluar dari ruangan itu. Ya, jika dilihat dari jauh, mereka terlihat seperti sedang berciuman. Bukankah ini langkah besar? Selama mengikuti Tuannya itu, Jay belum pernah melihatnya mencium wanita.Suara Jay sudah menyadarkan Madeline dari tatapan hipnotis pria itu. Madeline mundur satu langkah dan berkata, "Bukankah itu artinya kita sudah harus berangkat?""Ehem! Ya!"Max langsung berjalan ke arah pintu dan keluar, Madeline mengikuti.Dirinya hampir mencium wanita itu. Dorongan itu amat besar. Namun, rasa takut akan akibatnya amat mengganggu dan membuat Max ragu. Dirinya selalu merasa jijik saat memikirkan t
Akhirnya, Max melonggarkan pelukannya, tetapi tidak melepaskannya. Mengangkat wajah dan menatap wanita yang ada di hadapannya."Ayo, kamu harus memberikan kata sambutan untuk acara ini. Apakah kamu bisa?" tanya Madeline.Madeline tidak akan bertanya apakah pria itu baik-baik saja. Sebab, sudah pasti pria itu tidak baik-baik saja."Apakah kamu bisa?" tanya Madeline kembali.Max memejamkan mata untuk sesaat. Mencoba mencerna perasaannya saat ini. Namun, saat ini sama sekali tidak ada sedikitpun rasa khawatir atau cemas dalam hatinya."Jika kamu berkenan, aku akan ikut naik ke atas panggung bersamamu. Kamu dapat memperkenalkan diriku sebagai sekretaris. Wajar bagi seorang sekretaris mendampingi bosnya bukan?" ujar Madeline, menawarkan diri."Semua orang tahu siapa kamu!" balas Max. Madeline cukup terkenal dengan ucapannya yang langsung menusuk dan tanpa ampun. Ya, seperti itulah wanita itu di ruang rapat, mew
Max menatap Madeline. Tangan hangat wanita itu menangkup wajahnya dan mereka begitu dekat."Kamu mengerti?" bisik Madeline sekali lagi.Max tersenyum. Dirinya sudah tahu akan jebakan itu. Jebakan disiapkan oleh, orang-orang yang membencinya. Max, sudah memiliki rencana bagaimana menghadapi wanita sewaan itu. Wanita itu seharusnya dihentikan saat tiga langkah mencapai dirinya. Para pengawal sudah bersiaga di sana dan hanya tinggal mengikuti instruksi. Jika wanita itu ditangkap, maka akan membawanya kepada dalang rencana busuk ini. Trauma miliknya hanya diketahui oleh keluarga inti. Ini artinya, ada anggota keluarga yang membocorkan rahasianya itu.Namun, yang tidak diperhitungkan adalah penolong dadakan. Madeline Lu.Max tersenyum dan berkata, "Mari kita tunjukkan apa yang ingin mereka lihat!"Belum sempat mencerna apa maksud perkataan pria itu, Madeline merasakan tangan Max melingkari pinggangnya. Menarik tubuhnya semakin me
Handuk kecil itu dibasahi dengan air hangat. Lalu, menggunakan handuk itu, Madeline mulai menggosok lembut seluruh tubuh dan wajah pria itu, kemudian mengeringkannya dengan handuk kering. Dulu, ya dulu, saat bayinya demam tinggi, hal ini juga dilakukannya untuk menurunkan suhu tubuh.Setelah beberapa waktu, tubuh pria itu tidak lagi begitu panas."Max! Max!" Kembali Madeline mencoba membangunkan pria itu.Kali ini, Max membuka matanya dan menatap Madeline. Pria itu terlihat lemah dan masih pucat pasi."Bisakah kamu berdiri? Aku akan memindahkan dirimu ke kamar," jelas Madeline.Max mengangguk pelan dan berusaha berdiri. Madeline membantu pria itu dengan menggunakan tubuhnya sebagai penyangga.Tangan Madeline melingkari pinggang pria itu, yang tidak terlapisi pakaian. Saat ini, Max bertelanjang dada dan Madeline menempel di kulit yang hangat itu.Perlahan, mereka berjalan ke arah kamar dan Made