Gila! Ya, ini gila. Jelas-jelas semua ini untuk memelihara tikus penggerogot harta dan Madeline yakin, semua tikus itu gemuk. Dari puluhan dokumen itu semua penuh dengan nilai yang dilebih-lebihkan. Madeline heran bagaimana perusahaan ini dapat bertahan sampai saat ini.
Tidak! Dirinya tidak dapat mendiamkan ini. Jika uang pria itu begitu banyak, alangkah baiknya memberikan sumbangan kepada mereka yang butuh, daripada memelihara tikus berdasi.
Madeline menutup map itu dan mengumpulkannya ke samping. Yang dapat dilakukannya adalah menunggu Maximillian Qin datang ke ruang bermainnya ini dan jika pria itu tidak mabuk, maka dirinya akan mencoba menyampaikan pendapatnya.
Sampai siang hari, pria itu juga belum muncul. Madeline berjalan ke arah pintu depan dan mencoba menemukan Jay. Dirinya tidak ingin Jay terlibat masalah karena Madeline tidak menandatangani semua dokumen itu.
"Kapan Jay akan kemari?" tanya Madeline kepada dua pengawal ya
Madeline tenggelam dalam lautan dokumen dan tulisannya. Setelah semua selesai, Madeline mulai mengetik rangkumannya ke dalam laptop. Saat semua selesai, langit sudah gelap dan Madeline terkejut saat melihat waktu yang ternyata sudah pukul 10 malam. Dirinya, melupakan makan malam dan itu tidak bagus.Dokumen bertebaran di lantai dan Madeline harus melompat untuk melewati lautan kertas itu. Pergi ke dapur dan menyeduh teh. Madeline bersyukur, Jay tidak datang mengganggunya. Lebih tepatnya, bersyukur karena Max tidak memanggilnya.Madeline memasukkan satu sendok gula ke dalam tehnya dan mengambil buah, lalu memakannya. Hmmm, tinggal diperiksa ulang sekali lagi, maka apa yang dikerjakannya sudah dapat dikirim ke alamat surel pria itu."MADELINE!" panggil Jay yang berlari masuk dalam ruangan.Teriakan Jay membuat Madeline terkejut, beruntung cangkirnya tidak terlepas dari pegangannya."Ada apa?" tanya Madeline yang berlari kelua
"Aku tidak menyukaimu!" balas Madeline dingin."Mengapa harus sejujur itu?" keluh Hans dan memasang wajah sedih."Oh, ayolah! Aku tidak tahu semua pria Qin begitu murahan," ejek Madeline."Itu kasar!" jawab Hans, sambil tersenyum.Madeline mengangkat bahu dan lanjut mengetik. Dirinya senang berseluncur di dunia maya, mencari informasi tentang perusahaan keluarga Qin. Setelah memeriksa semua dokumen itu, membuat Madeline penasaran."Apa yang kamu kerjakan?" tanya Hans penasaran."Hmmm, aku membuat pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen itu dan dari sana banyak yang ingin aku ketahui!" ujar Madeline sambil menunjuk ke lantai dekat jendela, ya dokumen itu masih berserakan di sana."Benarkah? Boleh aku lihat apa yang kamu temukan?" tanya Hans.Madeline mengangguk dan membuka file miliknya, lalu membalikkan laptop ke hadapan Hans.Hans membaca rangkuman yang dibuat Madeline dan berde
Maximillian Qin berada di ruang pakaian yang ada di ruang kerjanya. Semalam dirinya tidak dapat terlelap. Lusa, perjalanannya ke Negara Z membuat Max cemas. Dirinya merapikan dasi dan mengenakan jas, lalu menatap tampilannya di cermin. Seorang artis pemula sudah menandatangani kontrak dengannya, tentu dengan bayaran yang besar. Lagipula, selain uang, pamor artis itu akan langsung melejit jika terlibat rumor percintaan dengannya. Apalagi, rumor yang dibuat adalah Max mengejar wanita itu mati-matian. Ya, tiga artis pemula yang sebelumnya terikat kontrak dengannya, sudah begitu terkenal dan Max yakin artis ini juga akan mengalami hal yang sama.Semua ini terjadi karena kecelakaan yang dialaminya saat berusia 11 tahun. Saat dirinya memergoki sang ayah bercumbu dengan seorang wanita muda. Ya, ingatan itu masih menguasai dirinya. Dirinya yang baru berusia 11 tahun, berlari keluar dengan cepat setelah menyaksikan hal tersebut. Dengan pandangan kabur karena genangan air ma
Max menenggak anggur miliknya dan berkata, "Ini kali pertama kita membahas seorang wanita. Bukankah menggelikan, perempuan itu yang kita bahas?""Itu tidak menggelikan! Bukankah kita sudah sepakat untuk membahas segala sesuatu yang mengganjal," balas Hans santai dan menenggak anggur miliknya.Lalu, mereka berdua duduk dalam diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Entah berapa lama mereka duduk di sana, yang pasti 3 botol anggur telah kosong dan itu artinya sudah cukup."Istirahalah!" ujar Hans dan berdiri dari duduknya.Max mengangguk dan menatap sampai Hans menghilang dari pandangannya. Lalu, memanggil Jay."Ya, Tuan!""Panggil perempuan itu!" ujar Max sambil menuangkan anggur yang tersisa di gelasnya ke celana panjang mahalnya, tepat di bagian paha.Jay mengangguk dan langsung berlari menuju ke ruang bermain Tuannya itu, untuk memanggil Madeline. Perasaannya tidak enak, biasanya beberapa hari sebel
Madeline terdiam sejenak, dirinya yakin jika menjawab ya, maka pria mesum itu benar-benar akan memintanya melakukan itu. Walaupun, Madeline bukan gadis perawan, tetapi dirinya mual memikirkan sudah berapa banyak wanita yang melepaskan celana pria itu.Madeline menggeleng kepalanya dan berkata, "Lakukan sendiri dan berikan padaku celana itu!"Max tersenyum tipis dan mengangguk, masih berdiri di hadapan Madeline, tangannya mulai melepaskan sabuk yang melingkari pinggangnya."K-kamu melepaskannya di sini?" tanya Madeline tergagap. Ya, dirinya tahu tubuh pria itu sempurna, tetapi ini keterlaluan. Apakah pria itu tidak memiliki rasa malu? Tentu tidak, setelah bercinta dengan begitu banyak wanita, pria itu pasti sudah tidak tahu malu."Mengapa? Bukankah kamu sudah berpengalaman? Bahkan, bukankah dirimu sudah memiliki suami? Ah, tentu saja, tubuh suamimu tidak dapat dibandingkan denganku!" ujar Max tersenyum dan menarik sabuknya lepas dalam sat
Madeline dapat bernapas lega setelah pria itu meninggalkan ruangan ini. Buru-buru Madeline membawa cangkir tadi ke dapur dan mencucinya segera. Apakah perkataan pria itu berarti, dirinya tidak perlu melakukan apapun selama satu bulan ini? Hanya perlu memeriksa dokumen dan mengirimkan laporan? Kenyataan itu membuat Madeline bersorak gembira."Apa yang membuatmu begitu senang?" tanya Hans yang baru tiba dan bersandar di dinding pintu masuk ke dapur.Madeline berbalik dan berjalan ke arah Hans, lalu berkata, "Apakah ajakanmu masih berlaku? Mengajak diriku berkeliling?""Tentu! Sekarang?" tanya Hans hendak berbalik.Madeline menangkap lengan pria itu dan berkata, "Besok! Besok saja. Aku tidak mau mencari masalah dengan pria itu.""Maksudmu Max? Dirinya sibuk hari ini. Max perlu mempersiapkan diri untuk perjalanan besok!" ujar Hans dan menarik kursi meja makan, lalu duduk."Oh ya?" tanya Madeline penasaran dan duduk di hadapan H
Di kelas bisnis pesawat komersil yang terbang ke Negara Z.Max duduk bersandar, sambil memejamkan mata. Dirinya tidak membawa apapun. Semua pakaian dan keperluannya sudah disiapkan di sana. Dirinya bahkan memiliki seorang sekretaris yang disiapkan oleh ayahnya. Ya, Max hanya perlu mengikuti jadwal yang sudah disusun dan beristirahat.Penerbangan 8 jam menuju Negara Z dan itu cukup membosankan. Max mengeluarkan ponsel, tetapi tidak ada yang dapat dilakukannya. Apa yang sedang dilakukan Madeline? Dirinya sudah meminta Jay melaporkan semua kegiatan perempuan itu. Max harus bersabar sampai pesawat mendarat.Kembali ke ruang gym.Madeline telah berganti pakaian olah raga dan mengenakan sepatu sport.Moly mengukur tubuh Madeline, baik itu diameter lingkar seluruh bagian tubuhnya, termasuk berat badannya."70 kg! Kamu ingin berat badanmu turun sampai ke angka berapa?" tanya Moly sambil mencatat.Wow dirinya
Madeline baru sadar pria itu tertawa. Apakah Hans berbohong? batinnya kesal. Lagipula jika dipikirkan, tidak mungkin ada serangga di ruangan ini.Madeline melepaskan tangan pria itu dan berjalan ke hadapannya, sambil berkacak pinggang."Kamu berbohong?" tanya Madeline tidak percaya.Melihat ekspresi marah Madeline, barulah Hans berhenti tertawa."Maafkan aku," ujar Hans langsung."Itu tidak lucu! Aku takut serangga. Sangat membencinya!" ujar Madeline dengan suara bergetar dan bola matanya mulai berkaca-kaca.Hans panik melihat raut wajah Madeline yang sepertinya akan menangis. Hans maju satu langkah dan kedua tangannya memegang masing-masing sisi lengan bagian atas wanita itu. Lalu, membungkuk sedikit agar mata mereka sejajar."Maafkan aku," Hans kembali menyuarakan permintaan maafnya.Kembali bibir Madeline mengerucut dan menatap pria itu dengan mata berkaca-kaca. Hans menatap wajah itu
Satu bulan, ya satu bulan Madeline berada di sisi Max. Rutinitas mereka setiap hari adalah melakukan konseling dan beberapa perawatan lainnya. Saat malam tiba, Madeline akan tidur di samping pria itu, menemaninya.Sesekali saat Madeline berbicara, Max akan menatap dirinya. Namun, hanya sesekali.Setelah pertimbangan yang matang, Madeline memutuskan untuk membawa Max junior ke tempat ini.Hari itu pun tiba.Bibi Lian datang bersama dengan Max junior, semua tranportasi diatur oleh Robert Qin."Mommy!" panggil Max junior saat bertemu dengan Madeline.Madeline memeluk putranya itu dan mendaratkan kecupan bertubi-tubi di wajah tampan itu."Apakah Bibi lelah?" tanya Madeline dengan Max junior sudah berada dalam gendongnya."Tidak, tidak," jawab Bibi Lian yang sibuk menatap ke sekeliling rumah mewah ini."Mari saya antar ke kamar Anda, Nyonya," pinta salah seorang staff kepada Bib
Madeline menggandeng lengan Max dan mereka meninggalkan hotel, menuju ke rumah besar.Di dalam perjalanan, Madeline menggenggam tangan Max dengan tatapan yang terus menatap wajah pria itu."Sudah berapa lama dia seperti ini?" tanya Madeline pelan."Semenjak Nona pergi, sikap Tuan mulai berubah," jawab sang pengawal yang mengemudikan mobil."Apakah ayahnya tidak melakukan apa pun?" tanya Madeline kembali."Sudah banyak Dokter handal yang diterbangkan kemari untuk memeriksa Tuan. Namun, kesehatan Tuan semakin memburuk."Setelah itu, mereka tidak lagi berbicara. Madeline selalu menatap wajah pria itu, tetapi Max selalu menatap kosong keluar jendela mobil.Mobil berbelok masuk, melewati gerbang utama kediaman besar Keluarga Qin. Madeline sudah pernah sekali datang ke rumah ini, saat masih menjadi sekretaris pria itu.Mobil berhenti di depan gedung bergaya Eropa dan mereka turun. Madeline ma
Tuan Besar pasti akan mengakui cucunya itu. Bagaimana tidak, Maximillian Qin hanya memiliki keturunan dari wanita itu.Di dalam kapal laut, ponsel Jay berdering dan itu adalah panggilan dari Tuan Besar."Ya, Tuan."[Setelah menemukan mereka, bawa mereka ke hadapanku sesegera mungkin!]"Baik, Tuan!"Lalu, sambungan telepon diputus. Jay berharap, kehadiran Madeline dan putranya mampu menyembuhkan Tuannya.***Madeline melangkah masuk ke dalam lobi hotel milik Keluarga Qin. Tempat di mana dirinya pertama kali bertemu dengan Maximillian Qin. Apakah dirinya ingin bernostalgia? Benar, Madeline merindukan tempat ini. Merindukan pria brengsek itu.Berdiri di depan meja resepsionis, Madeline memesan kamar. Tentu saja, kamar standar bukan kamar tipe mahal. Itu disesuaikan dengan uang yang ada dalam dompetnya."Ini kartu kamar Anda, Nona Madeline."Madeline menerima kartu itu dan menuju ke lantai di m
Di Negara Z, Max dirawat di salah satu rumah sakit swasta ternama di sana dan menempati satu lantai rumah sakit itu. Lantai ruang rawat untuk pasien VVIP, biasanya untuk para publik figur ternama. Ya, Robert Qin menyewa seluruh lantai VVIP itu, tentu saja agar penyakit putranya tidak terendus.Di perusahaan, Maximillian Qin dikatakan mengambil cuti panjang untuk berpelesiran bersama sang istri. Siapa yang berani berkomentar di saat pewaris perusahaan melakukan hal tersebut. Namun nyatanya, Max dirawat di sini."Kapan dia bisa meninggalkan rumah sakit?" tanya Robert Qin kepada Dokter Cha, yang juga merupakan Direktur rumah sakit.Robert Qin dan Dokter Cha berdiri di depan pintu ruangan rawat inap Maximillian Qin."Tidakkah kamu bisa melakukan hipnoterapi lain untuk membantunya sadar?" tanya Robert Qin."Biar aku katakan sejujurnya. Saat ini, kondisi putramu sangat buruk. Dia hanya dapat menerima perawatan melalui obat-obatan.
Belum sempat Robert Qin menyapa, Max sudah kehilangan kesadarannya. Max pingsan di hadapan ayahnya, karena ketakutan.Apakah Robert Qin menyesal? Tidak. Hal tersebut dianggap sebagai harga yang harus dibayar, atas pernikahan yang akan segera dilangsungkan. Robert Qin dapat menerima bahwa putranya kembali tidak mampu bertemu dengannya, tetapi setidaknya kali ini Max mematuhi perkataannya.Max dilarikan ke rumah sakit dan tinggal di sana selama satu minggu. Mendapatkan perawatan psikis dari psikiater ternama di kota ini, tentu dengan pegangan catatan medis dari Dokter Cha.***Madeline membersihkan kaca jendela yang buram, karena jejak debu yang begitu tebal. Sudah satu minggu dirinya berada di pulau ini. Seperti perkataan almarhum neneknya, penduduk sangat ramah dan udara di sini amatlah segar.Satu minggu yang lalu, setelah turun dari kapal, Madeline mencari rumah untuk disewa. Beruntung, harga sewa rumah di pulau ini
Ha ha ha!Madeline tertawa dingin, sebelum berkata, "Ini adalah pilihanku. Aku memilih untuk mengambil kesempatan itu dan mempercayai Max. Semua itu adalah keputusanku, lagipula usiaku sudah 30 tahun, tidak ada masalah jika aku tidur dengan pria bukan? Jadi, aku mohon jangan memperbesar masalah!" ujar Madeline dingin. Setidaknya dengan terlihat tidak peduli, Madeline berharap dapat melindungi harga dirinya yang tersisa. Apakah harga dirinya masih tersisa? batinnya miris."Benar, kamu adalah wanita dewasa, bahkan seorang janda! Tentu kamu bebas hendak bercinta dengan pria mana pun yang kamu inginkan!" balas Hans dingin dan maju beberapa langkah mendekati Madeline."Jika begitu, mari kita bercinta!" bisik Hans tepat di telinga Madeline.Tangan Hans diselipkan ke pinggang Madeline dan menarik tubuh itu, agar menempel pada tubuhnya. Tanpa permisi, Hans langsung mendaratkan ciuman ke bibir indah Madeline Lu.Madeline tidak
"Aku menyukai wanita cantik dan kamu, salah satunya! Bukankah kamu sudah jelas tahu akan hal tersebut?" tanya Max dingin.Madeline memejamkan matanya untuk sesaat, menahan emosinya yang hendak meledak."Baik! Aku mengerti," jawab Madeline.Max menghela napas lega, bersyukur wanita itu tidak bersikeras. Bersikeras agar Max hanya setia pada dirinya, pada satu wanita. Karena, itu tidaklah mungkin."Bagus, jika kamu mengerti. Lagipula, aku menyukai cara kerjamu dan berharap, kamu terus menjadi sekretarisku!" jelas Max, sambil berbalik menatap Madeline.Madeline membuka mata dan menatap dingin ke arah pria itu, dingin. Dirinya yang begitu bodoh, mempercayai harapan palsu yang diberikan oleh pria itu. Bukankah sudah cukup dirinya dikecewakan oleh mantan suaminya dan kini, dirinya kembali masuk dalam jeratan pria yang sama brengseknya.DING!Pintu lift terbuka dan seorang wanita cantik melangkah masuk.&nbs
Spontan Max bangkit dari duduknya dan mengejar wanita itu. Mengejar Madeline Lu.Di tengah-tengah restoran itu, Max menarik pergelangan tangan Madeline Lu. Tarikan yang cukup kuat, membuat tubuh Madeline membentur dada bidang Max.Madeline yang kesal, langsung menghentakkan tangannya agar terlepas dari pegangan Max. Lalu, berbalik dan berjalan cepat, meninggalkan restoran, meninggalkan pria brengsek itu.Mendorong pintu kayu restoran hingga terbuka lebar, Madeline berlari menuruni beberapa anak tangga yang ada di sana. Max mengejarnya."Berhenti!" perintah Max.Madeline mengabaikan perintah pria itu dan berlari kecil, menjauhi Max. Tidak tahu berjalan ke arah atau menuju mana, Madeline hanya terus berlari menjauhi pria itu. Namun, sepatu hak tinggi membatasi langkah kakinya dan Max kembali berhasil menangkap pergelangan tangannya, saat Madeline berbelok ke jalan kecil yang ada di sana.Max tidak tahu apa y
Madeline melihat isi amplop itu dan menatap Max dengan tatapan gembira. Bagaimana tidak, ini adalah surat cerai yang sudah ditandatangani oleh David Kang."Bagaimana? Bagaimana kamu membuatnya menandatangani ini?" tanya Madeline penasaran."Bukan masalah besar," jawab Max sambil mengangkat bahu.Madeline tersenyum. Dirinya ingin bertanya, apakah setelah dirinya bercerai, Max ingin menjalin hubungan serius dengannya? Namun, Madeline tidak berani mengutarakan pertanyaan itu. Dirinya takut. Takut ditolak, takut dikecewakan.Max tersenyum puas, saat melihat Madeline menandatangani surat cerai itu. Setelah dipukul babak belur dan diancam, David Kang masih menolak untuk menandatangani surat cerai itu. Akhirnya, Max menawarkan sejumlah uang yang tidak mampu ditolak. Ya, akhirnya pria bajingan itu bersedia melepaskan Madeline Lu."Baiklah! Nanti kita makan malam," ujar Max dan mengecup kening kekasihnya itu.Madeline me