Beranda / CEO / The Boss and I / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab The Boss and I: Bab 31 - Bab 40

49 Bab

Bab 31

Max memundurkan kursinya dan langsung berdiri. "Madeline, ayo!" perintah Max sambil merapikan jas dan langsung berbalik, melangkah keluar dari restoran. Bukankah sudah tidak ada pertemuan apa pun lagi? batin Madeline. Tapi, siapa yang tahu akan apa isi pikiran bosnya itu. Mematuhi perintah, Madeline buru-buru membersihkan bibirnya menggunakan serbet dan langsung berdiri, mengejar pria itu. Anna Chu sedikit kesal dengan sikap acuh tak acuh pria itu. Namun, pria yang ada dihadapannya juga merupakan salah satu pewaris Keluarga Qin. Lalu, Anna Chu memfokuskan tatapannya ke arah pria di hadapannya. Kedua pria Qin sama tampan, Maximillian mencerminkan maskulinitas dan Hansen mencerminkan pemuda tampan yang manis. Dua-duanya amat menarik. "Kamu Hansen Qin, bukan? Perkenalkan aku Anna Chu."Anna Chu memperkenalkan diri, sambil mengulurkan tangannya ke hadapan Hans. Hans mengabaikan uluran tangan itu dan berdiri dari dud
Baca selengkapnya

Bab 32

Madeline memalingkan wajah dan menatap keluar jendela mobil. Jantungnya masih berdegup kencang. Ini gila, dirinya terlalu terpengaruh. Dari pantulan kaca jendela, Madeline dapat melihat wajah pria itu yang terlihat biasa saja. Ya, mungkin ini adalah hal yang biasa bagi Max. Madeline berhasil mengendalikan perasaannya dan berpikir, sudah saatnya untuk sadar. Sadar akan keberadaannya, yang hanya merupakan jaminan hutang suami brengseknya. Kalaupun Max tertarik padanya, itu pasti karena penampilan barunya dan setelah itu apa? Tidak akan ada apa-apa, selain Madeline masuk dalam deretan mantan kekasih pria itu. Hari-hari berikutnya, cukup sibuk. Sebab, kabar akan keterlibatan Maximillian Qin dalam acara tahunan itu sudah tersebar. Ini kali pertama bagi Max tampil di depan umum. Biasanya, para reporter hanya dapat mengambil foto pria itu saat terlibat cinta kilat dengan para artis. Tentu, kesempatan kali ini amat langka dan akan digunakan sebaik mung
Baca selengkapnya

Bab 33

Max tidak bergeming, itu tidak sesuai dengan perkiraan Madeline. Wajah mereka begitu dekat dan tatapan Max seakan menghipnotis. Saat itulah, pintu ruangan itu terbuka dan Jay berkata, "Tuan Besar sudah tiba, beliau.... Maaf!"Setelah sadar apa yang sedang terjadi antara Tuannya dengan Madeline, Jay langsung berbalik dan keluar dari ruangan itu. Ya, jika dilihat dari jauh, mereka terlihat seperti sedang berciuman. Bukankah ini langkah besar? Selama mengikuti Tuannya itu, Jay belum pernah melihatnya mencium wanita. Suara Jay sudah menyadarkan Madeline dari tatapan hipnotis pria itu. Madeline mundur satu langkah dan berkata, "Bukankah itu artinya kita sudah harus berangkat?""Ehem! Ya!"Max langsung berjalan ke arah pintu dan keluar, Madeline mengikuti. Dirinya hampir mencium wanita itu. Dorongan itu amat besar. Namun, rasa takut akan akibatnya amat mengganggu dan membuat Max ragu. Dirinya selalu merasa jijik saat memikirkan t
Baca selengkapnya

Bab 34

Akhirnya, Max melonggarkan pelukannya, tetapi tidak melepaskannya. Mengangkat wajah dan menatap wanita yang ada di hadapannya. "Ayo, kamu harus memberikan kata sambutan untuk acara ini. Apakah kamu bisa?" tanya Madeline. Madeline tidak akan bertanya apakah pria itu baik-baik saja. Sebab, sudah pasti pria itu tidak baik-baik saja. "Apakah kamu bisa?" tanya Madeline kembali. Max memejamkan mata untuk sesaat. Mencoba mencerna perasaannya saat ini. Namun, saat ini sama sekali tidak ada sedikitpun rasa khawatir atau cemas dalam hatinya. "Jika kamu berkenan, aku akan ikut naik ke atas panggung bersamamu. Kamu dapat memperkenalkan diriku sebagai sekretaris. Wajar bagi seorang sekretaris mendampingi bosnya bukan?" ujar Madeline, menawarkan diri. "Semua orang tahu siapa kamu!" balas Max. Madeline cukup terkenal dengan ucapannya yang langsung menusuk dan tanpa ampun. Ya, seperti itulah wanita itu di ruang rapat, mew
Baca selengkapnya

Bab 35

Max menatap Madeline. Tangan hangat wanita itu menangkup wajahnya dan mereka begitu dekat. "Kamu mengerti?" bisik Madeline sekali lagi. Max tersenyum. Dirinya sudah tahu akan jebakan itu. Jebakan disiapkan oleh, orang-orang yang membencinya. Max, sudah memiliki rencana bagaimana menghadapi wanita sewaan itu. Wanita itu seharusnya dihentikan saat tiga langkah mencapai dirinya. Para pengawal sudah bersiaga di sana dan hanya tinggal mengikuti instruksi. Jika wanita itu ditangkap, maka akan membawanya kepada dalang rencana busuk ini. Trauma miliknya hanya diketahui oleh keluarga inti. Ini artinya, ada anggota keluarga yang membocorkan rahasianya itu. Namun, yang tidak diperhitungkan adalah penolong dadakan. Madeline Lu. Max tersenyum dan berkata, "Mari kita tunjukkan apa yang ingin mereka lihat!"Belum sempat mencerna apa maksud perkataan pria itu, Madeline merasakan tangan Max melingkari pinggangnya. Menarik tubuhnya semakin me
Baca selengkapnya

Bab 36

Handuk kecil itu dibasahi dengan air hangat. Lalu, menggunakan handuk itu, Madeline mulai menggosok lembut seluruh tubuh dan wajah pria itu, kemudian mengeringkannya dengan handuk kering. Dulu, ya dulu, saat bayinya demam tinggi, hal ini juga dilakukannya untuk menurunkan suhu tubuh. Setelah beberapa waktu, tubuh pria itu tidak lagi begitu panas. "Max! Max!" Kembali Madeline mencoba membangunkan pria itu. Kali ini, Max membuka matanya dan menatap Madeline. Pria itu terlihat lemah dan masih pucat pasi. "Bisakah kamu berdiri? Aku akan memindahkan dirimu ke kamar," jelas Madeline. Max mengangguk pelan dan berusaha berdiri. Madeline membantu pria itu dengan menggunakan tubuhnya sebagai penyangga. Tangan Madeline melingkari pinggang pria itu, yang tidak terlapisi pakaian. Saat ini, Max bertelanjang dada dan Madeline menempel di kulit yang hangat itu. Perlahan, mereka berjalan ke arah kamar dan Made
Baca selengkapnya

Bab 37

Max hanya mengangguk. Pertemuan yang tidak lagi dapat ditunda, tetapi kali ini Max sama sekali tidak memiliki rasa khawatir. Apakah dirinya telah sembuh? batin Max, sambil menatap wanita yang duduk di hadapannya. Madeline Lu, wanita pertama yang diciumnya. Madeline Lu, juga wanita pertama yang tidur di sampingnya. Ya, banyak wanita yang telah bercinta dengannya, tetapi hanya sebatas seks dan setelah selesai, maka Max membayar dan meninggalkan mereka.Seulas senyum terpatri di wajah tampan itu dan senyum itu, terlihat jelas oleh Madeline. "Apakah suasana hatimu begitu baik?" tanya Madeline yang ikut tersenyum. "Ya," jawab Max. "Setelah sarapan, bersiaplah. Ikut aku ke rumah besar," ujar Max santai. Madeline mengangguk dan berpikir, dirinya mendampingi pria itu sebagai sekretaris. Namun, kenyataannya adalah Madeline telah menjadi bagian penting dalam kehidupan Maximillian Qin dan karena alasan itulah, Max akan mem
Baca selengkapnya

Bab 38

BRAKKK! Robert Qin memukul meja begitu kuat, kesal dan marah. "Aku tidak peduli dengan mainanmu! Namun, sebagai pewaris Keluarga Qin, kamu memiliki tanggung jawab! Dan, wanita yang berhak mendampingi dirimu, adalah mereka yang sejajar dengan kita!" amuk Robert. Ha ha ha! Max tertawa dingin dan berdiri dari duduknya, merapikan jasnya. "Jika begitu, aku tidak akan menikah! Bukankah Anda sudah menerima hal itu sebelumya? Jadi, dengan sedikit kesembuhan yang aku miliki, Anda menjadi tamak?" tanya Max dingin. "KAU...!" maki Robert sambil memegang dadanya yang mulai sesak. "Jika ini tujuan Anda memintaku kemari, maka Anda pasti kecewa!" balas Max dan berderap keluar dari ruang tamu, dengan kesal. "Tuan, ini obat Tuan!" Sekretaris Robert, segera berlari masuk dengan obat-obatan Tuannya. Robert segera menerima pil-pil itu dan menelan semuanya, sekaligus. Setelah merasa tenang
Baca selengkapnya

Bab 39

Max menarik napas dalam, berusaha mendapatkan ketenangannya kembali. Kedua tangannya menyisir rambutnya ke belakang. Ya, seharusnya saat ini Max sedang makan malam dengan klien penting, tetapi dirinya pamit sebelum acara makan malam itu selesai. Max merasa muak, saat klien itu terang-terangan menggoda dirinya. Biasanya, hal itu tidak akan mengganggunya. Bahkan, terkadang Max akan dengan senang hati, melanjutkan lebih jauh setelah makan malam usai. Namun, tidak hari ini. Pikirannya hanya dipenuhi oleh Madeline Lu. Dirinya ingin segera bertemu dengan wanita itu dan tanpa pikir panjang, langsung memutuskan untuk pergi ke kamar Madeline. Beruntung, Max melakukan hal tersebut. Saat melihat bagaimana wanita itu gemetar ketakutan, berlinang air mata sambil mengulurkan tangan padanya, hal itu membuat Max menggila. Sudah lama tangannya tidak pernah menghajar seseorang. Biasanya, akan ada Jay maupun pengawal lain yang akan melakukan hal tersebut untuknya
Baca selengkapnya

Bab 40

Tangan Madeline yang berada di belakang kepala Max, menarik lembut rambut tebal pria itu. Madeline menyambut ciuman Max yang semakin dalam dan liar. Tangan pria itu menarik tali jubah hingga terlepas. Menurunkan jubah yang menutupi pundak Madeline, bibir Max melepaskan bibir Madeline. Bibir Max menyusuri rahang, turun ke leher dan menjelajahi pundak indah wanita itu. Madeline memejamkan mata dan melengkungkan tubuhnya, agar semakin menempel ke tubuh hangat Max. "Buka pakaianku," perintah Max, di sela ciumannya pada pundak Madeline. Dengan mata setengah terpejam, Madeline mulai melepaskan satu persatu kancing kemeja pria itu. Saat masuk ke ruangan ini, Max sudah tidak mengenakan jas dan dasi. Mengapa membuka kancing terasa begitu sulit? batin Madeline yang kesulitan menghadapi deretan kancing kemeja itu. Max langsung menegakkan tubuhnya, Madeline memekik, protes. Ya, saat kehangatan pria itu meninggalkannya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status