Home / Fiksi Remaja / Zee 'n Zeino / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Zee 'n Zeino: Chapter 81 - Chapter 90

101 Chapters

81. Pilihan Kedua

“Maaf Pak Handoko. Ada sedikit lagi proses turun waris yang belum selesai. Maklumlah, Pak. Kami keluarga besar dan tinggal berbeda-beda kota.” “Kami juga minta maaf, Bu Mauren. Tenggat waktu penentuan lokasi dan bangunan sangat penting. Kami juga punya target dan persyaratan yang harus dipenuhi dari pemegang lisensi. Semakin mundur, akan sangat merugikan. Bisa-bisa didahului oleh pengajuan pengusaha yang lain.” Mauren tak mampu lagi berkata-kata. Kandas segala harapnya. Sangat jelas dia tak bisa membujuk Handoko untuk mengulur waktu. “Baiklah. Sepertinya cukup pertemuan kita hari ini, Bu Mauren. Sayang sekali kita tidak bisa melakukan jual beli. Kami permisi.” Udara kota yang terletak di pinggir pantai itu semakin terasa panas. Hembusan angin laut yang tertiup ke daratan tak sanggup menurunkan suhu yang meninggi, apalagi suhu hati Mauren saat ini. Wanita itu hanya bisa menatap kepergian Handoko beserta beberapa pegawainya dan juga Zeino yang telah dib
Read more

82. Memeriksa Hati

Tak kuasa mengejar panorama swastamita, luruh kecewa menatap gemintang di cakrawala. Binar tersulut cahaya kecil beriak di samudera. Menghangat daksa bersisian menjejak buliran pasir yang turut menggelap di kala malam meraja. Tak pupus lengkung bulan sabit yang mengambil tempat di raut wajah sang pemuja. Zee sempat kecewa karena melewatkan lukisan senja di tepian pantai. Karena Zeino terlambat dari jadwal yang telah mereka susun sehari sebelumnya. Sebagai gantinya, Zeino mengajak Zee untuk menyusuri pantai setelah mereka menyantap makan malam di sebuah restoran yang tak jauh dari sana. Cuaca yang cerah membuat mereka melihat gugusan bintang yang berkelap-kelip di langit yang kelam. Hempasan ombak yang pecah di bibir pantai membawa serta angin malam yang dingin. Zee merapakat jaket Zeino yang terlampir di pundaknya. “Kalau kamu kedinginan, kita kembali ke mobil saja, Zee,” ajak Zeino yang disambut gelengan gadis itu. “Di resort lebih dingin dari ini. A
Read more

83. Cinta Putih Abu-abu

“Yakin ga mau minta nenek jual rumah buat showroom?” Kartika dengan sengaja menelisik relung hati terdalam puterinya. Cerita Mauren tentang niat terselubung keluarga Sony Hartawan di balik penawaran kerjasama, tentunya akan menjadi duri dalam hubungan Zee dan Zeino. “Yakin, Bun. Nenek ga usah dirayu untuk melepas rumah. Dan ga perlu tahu juga tentang tudingan tante Mauren itu. Nanti beliau malah kepikiran.” Zee masih terlihat santai menikmati hari libur di saat pekerja lain menunggu-nunggu akhir pekan datang. “Kamu ga khawatir, cerita tante Mauren beneran terjadi,” selidik Kartika untuk meyakinkan sikap Zee. “Ga usah dipikirin, Bun. Yang penting Kak Zeino dan aku baik-baik aja. Mudah-mudahan. Kita udah bicara.” Zee menguatkan hati dan berusaha terlihat yakin dengan kalimatnya. Kartika melebarkan senyumnya. Memang persoalan warisan ini akhirnya kait-mengkait dengan urusan binis dan asmara. Dan situasi ini bisa berlarut dan menimbulkan sengketa
Read more

84. Angan dan Kenangan

Rentang kehidupan bergulir dari satu peristiwa ke peristiwa lainnya. Ketika sudah usai, peristiwa itu menjadi kenangan. Ketika suatu peristiwa ingin kita capai di masa depan, peristiwa itu maknai sebagai angan. Ada juga peristiwa yang berawal dari angan lalu jadi kenangan. Contohnya adalah Abian Zahran. Bagi Zee, Abian adalah angan yang telah menjadi kenangan. Gadis itu sudah memastikannya. Pertemuan tak terduga setelah perpisahan memang membuka kembali lembaran kenangan indah cinta pertama di akhir masa SMA. Namun ada hal yang tak lagi sama. Debar itu sudah tak lagi ada. Tak bisa Zee pungkiri, Abian telah menjelma menjadi sosok lelaki yang jauh lebih menarik dari sebelumnya. Garis wajah makin tegas, menampilkan rahang yang tinggi seiring menghilangnya timbunan lemak di pipi. Pembawaannya lebih supel dan ramah, selalu bisa mencari topik pembicaraan. Selama temu alumni terlihat jelas pemuda itu lebih mendominasi acara. Hampir seleruh atensi tertuju padanya. De
Read more

85. Rencana Gila

Prok! Prok! Prok! Prok! Tepuk tangan yang membahana di ruang meeting yang berada di lantai 2 showroom mobil milik keluarga Zeino, mengiringi jabat erat tangan 2 orang pengusaha yang telah setuju untuk memulai kerjasama pembangunan showroom sepeda motor. Lalu bergantian kedua anggota tim yang ditunjuk sebagai penyelenggara proyek saling bersalaman. Momen itu kemudian diabadikan dengan saling memegang MOU yang telah ditanda-tangani kedua belah pihak. Seperti dugaan Zeino, Sony Hartawan akhirnya setuju untuk melepas 2 unit ruko miliknya, sehingga masing-masing pihak mempunyai modal lahan dan tempat dalam jumlah yang sama besar. Sedang pembiayaan lainnya menjadi porsi utuh dari keluarga Handoko, sehingga kendali utama proyek tetap berada di tangan mereka. Zeino menolak permintaan Soy Hartawan yang meminta waktu untuk berpikir dan akan memberi jawaban minggu depan, tepatnya di hari Senin. Pemuda itu dengan tegas mengatakan, jika penawaran kerjasama yang disampaika
Read more

86. Cinlok?

Sabtu pagi yang cerah. Zee melenggang di lobby hotel dengan senyum semringah. Sepuluh hari meninggal tempat kerja, membuatnya rindu akan rutinitasnya. Menyapa tamu-tamu dengan senyum hangat, memeriksa standar penyambutan tamu VIP, membantu tamu yang mengalami kesulitan dan banyak lagi yang lain. Bertemu dengan rekan kerja juga momen yang dinantikan gadis itu. Bertukar kabar dan informasi yang terlewatkan selama berjauhan. Terutama berita hangat yang tak diceritakan di dalam group chatting. Jam istirahat adalah waktu yang tepat untuk mengejar ketinggalan berita hangat itu. “Beneran? Mbak Keke yang di Lounge, 'kan?” Zee menahan suaranya agar tak terlalu keras. Berita mengenai seorang waitress di lounge yang dilamar seorang tamu long staying guest berkebangsaan asing menjadi salah satu berita hangat yang baru ia dengar. “Iya, yang manis itu. Minggu depan udah berangkat ke Jerman. Mereka nikah di sana. Beruntung banget, ya,” terang Rani yang merupakan salah satu receptio
Read more

87. Tak Menyembunyikan Rasa

Berkali Zeino memeriksa arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Setiap detik terasa beralu begitu cepat. Sedang pekerjaannya masih saja belum selesai. Ia bisa saja menyerahkan beberapa pekerjaan pada timnya, namun pemuda itu ingin mengetahui semua hal sampai ke intinya. Bagaimanapun ia baru mulai dan harus mempelajari semuanya dengan detail. Pemuda itu banyak bertanya pada anggota timnya yang telah lebih dulu berpengalaman dalam dunia bisnis. Salah seorang anggotanya sempat memberi ide agar pekerjaan mereka dilanjutkan di hari Senin melihat tingkah Zeino yang terus melirik penunjuk waktu. Namun Zeino menolak, ia meminta untuk tak menunda. Semua targetnya hari ini harus selesai. Ia tak ingin terlihat tak serius di mata papanya yang sering mengingatkannya untuk fokus. Hingga mau tak mau untuk kedua kalinya ia harus memberitahu Zee, jika ia akan terlambat menjemput. Zeino tetap tidak mengijinkan gadisnya itu untuk pulang sendiri. Begitu menyelesaikan pekerj
Read more

88. Harus Memilih?

  Saling jatuh cinta memang membuat dunia serasa milik berdua. Tapi realitanya hidup tak hanya berdua saja. Hati yang saling bertaut saja tidak cukup. Hubungan asmara tentu tak melulu soal debaran-debaran jantung saat bertemu, kegelisahan saat jauh atau hati yang terbakar cemburu. Karena hidup juga tak melulu tentang asmara. Ada keluarga, pekerjaan, teman dan lingkungan yang juga tak bisa diabaikan keberadaannya. Perjalanan hati Zee dan Zeino yang berawal dari hubungan antar teman di lingkar pergaulan, telah sampai ditahap saling berbagi resah dan saling menyemangati untuk kemajuan diri di masa depan. Mencari cara untuk sampai di satu titik temu. Menghalau segala rintangan dan godaan yang menghampiri silih berganti bahkan ada yang masih setia mengikuti langkah kaki hingga saat ini. “Kak Zeino ga harus antar jemput akau tiap hari. Buka showroom pasti sibuk. Aku bisa pakai motor, pesen taksi atau ojek online.” Salah satu persoalan klasik yang menja
Read more

89. Kesibukan Pekerjaan

 Kesibukan membuat waktu berputar lebih cepat. Bahkan rasanya durasi waktu yang tersedia terasa kurang karena dikejar berbagai target yang harus diselesaikan. Ingin rasanya 1 hari itu lebih dari 24 jam karena selalu merasa kekurangan. Sangat berbeda ketika tidak ada pekerjaan. Rasanya waktu sangat lambat bergulir.Kesibukan jugalah yang membuat Zee dan Zeino tak bisa menghabiskan waktu berlama berdua seperti dulu. Pertemuan hanya yang bisa mereka curi-curi di sela-sela waktu yang ada. Paling sering pagi-pagi sekali saat Zee mendapat jadwal shift pertama atau sebelum tengah malam saat Zee pulang di shift kedua. Mereka mulai jarang melewatkan ritual malam minggu yang seperti pasangan kekasih pada umumnya. Apalagi mengagendakan untuk berlibur berdua. Rencana perayaan kelulusan geng mereka saja hanya berlangsung singkat seperti acara makan biasa.Kehidupan mereka di satu kota yang sama tak memberi jaminan keduanya akan sering meluangkan waktu bersama. Nyatanya
Read more

90. Calon Isteri

  Gadis yang telah mengganti seragam kerjanya dengan baju yang lebih santai terlihat duduk di sebuah ruangan kerja yang terletak di sebuah showroom sepeda motor. Showroom itu masih dalam tahap penyelesaian. Sebelum diantar ke ruang kerja Zeino, Zee sempat mengamati ruko empat pintu bertingkat tiga itu. Renovasinya hampir sempurna. Untuk area kantor lebih dulu siap ditempati. Sedang area pameran, bengkel dan penjualan suku cadang masih butuh beberapa hari lagi. Kehadiran Zee untuk pertama kalinya di showroom itu tentu menarik perhatian seluruh karyawan di sana. Apalagi Zee turun dari mobil keluarga Zeino bersama Pak Surya sopir pribadi mereka. Pak Surya juga langsung mengantarkan Zee ke kantor Zeino tanpa meminta bantuan karyawan yang lain. Ia juga yang kemudian menyediakan minuman dan kudapan serta majalah-majalah otomotif untuk menemani Zee agar tak bosan menunggu Zeino yang masih ada pekerjaan melihat konstruksi bengkel. “Mbak Zee mohon menunggu sebent
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status