Beranda / Fiksi Remaja / Zee 'n Zeino / Bab 61 - Bab 70

Semua Bab Zee 'n Zeino: Bab 61 - Bab 70

101 Bab

61. Malam Minggu Jomlo

Entah sejak kapan malam minggu atau Sabtu malam menjadi momen yang ditetapkan sebagai waktu kencan. Padahal kalau mau kencan bisa dilakukan hari apa saja. Dengan syarat sudah punya pasangan dan punya waktu tentunya. Jadi ini tak berlaku untung para jomlo, ya. Mungkin penetapan tersebut karena akhir pekan, di mana kebanyakan orang sibuk bekerja, kuliah atau sekolah di hari – hari sebelumnya, jadi Sabtu malam menjadi saat yang tepat untuk bertemu dengan pasangan. Atau menghabiskan waktu bersama bagi mereka yang kerja pagi pulang malam dari hari Senin sampai Jumat. Sedangkan bagi Zeino, beberapa bulan belakangan ini malam Minggu tak selalu menjadi jadwal kencannya. Zee lebih sering bekerja di akhir pekan dan mendapat jadwal shift ke dua. Hal itu tentu membuat mereka tak melakukan ritual wajib para pasangan tersebut. Hanya sejak Zeino mengantar jemput Zee bekerja kemudian mereka sempat bermalam mingguan beberapa saat di kendaraan dalam perjalanan pulang. Tak lama, karena
Baca selengkapnya

62. Pemain Peran

Berusaha menjadi orang lain adalah perkara mudah bagi mereka yang berprofesi sebagai pelakon atau pemeran watak. Sudah menjadi makanan sehari-hari ketika mereka harus menjadi karakter yang berbeda dengan dirinya sendiri. Bahkan tak jarang itu menjadi sebuah tantangan yang menguji tingkat kepiawaian mereka dalam bermain seni peran. Hal yang sama terjadi pada Talita. Gadis itu saat ini sedang berdiri di halaman sebuah rumah bertingkat. Tentu saja bukan kediamannya. Di rumah ini ada seseorang yang membuatnya harus menjadi karakter orang lain. Dengan totalitas bak pemain peran, ia telah berusaha menjiwai. Tak tanggung-tanggung, kostum dan tampilannya pun telah disesuaikan. Talita berjalan dari mobil yang membawanya sambil meggenggam pergelangan tangan mamanya. Kedua ibu dan anak itu menyusul Sony Hartawan yang telah terlebih dahulu berada di rumah itu. “Ayo, silakan masuk! Apa kabar, Jeng?” sapa Utari pada kenalannya di ujung teras. Keduanya lalu saling berpeluka
Baca selengkapnya

63. Menghindar

Kuda besi berwana hitam pekat itu dipacu tak tentu arah. Sang pengendara yang berhasil melarikan diri dari obrolan membosankan di rumahnya, sampai saat ini belum berniat menepi. Tak punya ia tujuan yang pasti. Alasan akan menghabiskan malam minggu dengan teman-temannya tentu saja tak benar adanya. Tak mungkin juga ia akan menjadi obat nyamuk bagi anggota gengnya yang sedang berduan pastinya. Dulu memang mereka sering menghabiskan malam minggu bersama. Waktu itu mereka dalam formasi lengkap berpasangan. Sejak Zee mulai bekerja di hotel, sangat jarang mereka bisa seperti dulu. Apa lagi Shandy dan Jeromy juga mulai punya kehidupan dunia kerja yang berbeda. Mereka juga kadang ada acara dari kantor yang harus dihadiri di akhir pekan. Dan sekarang Zeino yang tak memiliki banyak teman, mulai merasa sepi. Zeino terbawa arus kendaraan di akhir pekan yang padat merayap. Tahu-tahu ia telah berada di seputaran sebuah pusat perbelanjaan. Pemuda itu berniat menyudahi jelajah tak t
Baca selengkapnya

64. Bertemu Lagi

Jika sudah menjadi takdir, tak satu pun manusia bisa merubahnya. Bahkan ada yang menggambarkan di sebuah film di mana ada orang yang punya penglihatan akan masa depan berusaha menghalangi nasib buruk yang akan menimpa. Namun setiap kali ia menyelamatkan nyawa, tetap saja ada kesialan lainnya mengikuti. Seakan pengganti dari suratan yang dibelokan itu. Hal yang sama sepertinya terjadi pada Zeino. Pemuda yang menghindar dari pertemuan membosankan dengan kolega papanya, saat ini sedang menikmati malam minggu dengan ibu dari pacarnya, Bunda Kartika. Semula semuanya berjalan santai dan menyenangkan. Mereka menikmati menu makan malam di area food court pusat perbelanjaan itu sambil berbincang. Sehingga cukup mampu menghilangkan suntuk Zeino yang merasa sepi. Hampir habis santapan mereka, tiba-tiba Zeino melihat ada pengunjung yang berjalan ke arah meja kosong tak jauh dari mereka. Seakan kejadian terulang kembali. Saat ini ia mendapati Melisa dan Mauren hendak menikmati ma
Baca selengkapnya

65. Prasangka

Tak ada yang menjamin jika tubuh yang dialiri sumber darah yang sama akan membuat jalinan persaudaraan mengakar kuat. Sering terdengar saudara kandung yang berselisih paham dan saling acuh karena banyak persoalan. Bahkan ada yang sampai saling melenyapkan nyawa. Ini bukan hal yang baru, hal seperti itu telah terjadi di awal kisah peradaban Adam dan Hawa nenek moyang manusia. Jalinan darah saja tidak menjamin, apa lagi ikatan pernikahan. Bukan hal yang aneh, setelah perceraian tak ada lagi komunikasi yang terjalin di antara kedua belah pihak. Entah antar suami isteri atau antar kedua keluarga. Dan ini yang terjadi dengan Kartika dan Mauren. Meski perceraian yang terjadi karena maut, bukan karena selisih paham. “Status kami memang saudara karena ikatan pernikahan. Tapi banyak hal yang menyebabkan kami sekarang terlihat seperti orang asing.” Kalimat yang meluncur dari bibir Kartika itu kembali terngiang di telinga Zeino. “Jika Mauren diam saja ketika ber
Baca selengkapnya

66. Larangan Papa

“Cinta sih cinta, tapi jangan sampai kamu hilang logika. Pikir rasional. Pakai akal!” Suara bariton Handoko menghentikan kunyahan Zeino. Mendadak ia kehilangan selera untuk menghabiskan sarapannya. Perkataan papanya itu menohok hatinya. “Cuaca jelek seperti ini, hujan lebat. Jalan ke pegunungan di utara sering longsor. Berbahaya!” Utari yang juga sedang berada di meja makan, memeriksa raut wajah puteranya yang sedang mendapat ceramah pagi dari sang ayah. Melihat Zeino yang diam dan menjatuhkan sendok garpu di atas makanannya, Utari tahu jika anaknya itu tidak senang atas tanggapan Handoko. Beberapa saat yang lalu, Zeino mengabarkan jika ia akan menyambangi Zee ke resort. Niatnya itu menyulut komentar dari Handoko. “Lagipula, seharusnya kamu fokus sama sidang kamu yang tinggal 3 hari lagi. Zee itu kan juga masih sibuk di sana. Setelah selesai kerjanya pasti dia pulang.” Zeino belum bersuara. Ia kembali menjadi Zeino yang lebih memilih d
Baca selengkapnya

67. Menata Hati

Segumpal daging yang dinamai hati, apakah sama dengan hati yang memiliki rasa? Jika organ yang salah satu fungsinya untuk menetralisir racun yang masuk ke tubuh manusia, lalu apakah hati yang katanya menjadi sumber semua rasa juga bisa menetralisir rasa yang menyerang? Sering kali kita dengar kalimat ‘biar hati yang bicara’, ‘biar hati yang menuntunmu’ atau ‘hati tak kan salah memilih’. Dan tentunya banyak lagi kalimat-kalimat penuh filosopi tentang hebatnya kekuatan hati itu. Tak melulu urusan cinta, untuk urusan kerja juga sering didengungkan ‘bekerjalah dengan hati’. Bahkan ada juga yang menyebut jika wanita cenderung bertindak memakai hati, sedangkan laki-laki lebih menggunakan logika. Dan sepertinya gadis yang baru saja menepi dari posisi berdirinya di depan lobby, sedang berusaha menata hatinya. Permintaan panggilan dari sebuah nama yang tak pernah absen sekalipun menghubungi, harus ia jawab secepatnya kalau tak mau dibilang terburu-buru. Zee ha
Baca selengkapnya

68. Menguatkan Hati

Memang banyak terjadi kebetulan-kebetulan di dunia ini. Baik itu ketidaksengajaan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya, atau sesuatu yang direncanakan agar terkesan alami. Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Apa lagi hanya sebuah kebetulan di ruang publik yang mudah diakses semua orang. Pantai merupakan tempat umum, bukan? Ya, pantai yang didatangi Zeino bukan pantai pribadi. Semua orang leluasa untuk datang dan pergi. Tempat itu salah satu spot yang menjadi pilihan masyarakat kota untuk sekedar melepas kepenatan atau bahkan mencari penghidupan. Sehingga tak ada yang salah dengan kebetulan yang terjadi. Seorang gadis cantik datang ke pantai di hari Minggu sore. Kebetulan lagi ia menemukan seorang pemuda yang ia kenal. Lalu ia sapa. Lumrah, bukan? Nah di saat yang sama, ada seorang pemuda yang sedang menjalankan siasat untuk menggoda kekasihnya. Pemuda yang juga sedang sendiri itu mengatakan pada pacarnya jika ia sedang menunggu seorang perempuan. Ajaibnya
Baca selengkapnya

69. Syakwasangka

Di depan sebuah bangunan besar berlantai tiga yang berdinding kaca di bagian depan, terlihat kesibukan. Ramai orang-orang yang bekerja mengatur berbagai jenis sepeda motor keluaran terbaru di dalam ruang kaca. Sedang di halaman parkir telah berdiri tenda besar dengan kursi-kursi tersusun rapi. Terdapat dekorasi balon dan papan bunga ucapan selamat dan sukses berjejer di sepanjang jalan. Di antara keramaian itu ada beberapa orang yang sedari tadi memerhatikan pekerjaan yang berlangsung. Mereka sedang berbincang. “Semua persiapan sudah 95% on schedule. Jadwal pembukaan showroom bisa tepat waktu.” “Good job Talita. Kamu memang berbakat.” “Ini kerja tim, Pa. Tanpa bimbingan dari Papa dan bantuan dari Kak Zeino, belum tentu saya bisa sendiri.” “Jadi setelah showroom selesai, kita bisa lanjutkan dengan proyek masa depan kalian. Bagaimana? Kapan?” “Kenapa diam? Talita? Zeino?” “Ya, Pa.” “Terserah Kak Zeino saja.” “Kali
Baca selengkapnya

70. Tidak Jodoh

Udara malam pegunungan makin menusuk tulang. Acara di tepi kolam renang masih berlangsung. Zee yang beberapa saat yang lalu mengikuti langkah Batara Bramantyo, belum kembali bergabung dengan teman-temannya. Gadis itu masih di sisi lain kolam berbincang dengan beberapa pejabat penting resort. “Saya juga memulai karir di hotel di usia seperti kamu, Zee,” ujar seorang perempuan yang baru saja diperkenalkan Tyo padanya. “Kalau kamu mau mencari role model wanita sukses di dunia perhotelan, Miss Catlya contoh sempurna.” Pujian dari Tyo membuat perempuan berkacamata itu menggeleng sambil mengibaskan telapak tangannya sebagai tanda tak setuju. “No, no. Itu terlalu berlebihan.” Zee menjadi pendengar yang baik. Ia banyak melempar senyum mendengarkan cerita yang saling berbalas antara kedua pejabat corporate itu serta Andrew. Ternyata Catlya adalah seorang certified trainer yang bertugas memberi pelatihan ke seluruh hotel di bawah jaringan grup mereka. Wanita ya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status