Home / Romansa / My Horrible Romance / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of My Horrible Romance: Chapter 1 - Chapter 10

200 Chapters

1 Kutukan Cinta

"Kamu serius minta putus?" Yara tidak menangis saat mempertanyakan hal itu pada seorang lelaki yang beberapa menit sebelumnya masih berstatus pacarnya. "Maaf, Ra. Aku udah nyoba buat bertahan sama hubungan ini. Tapi aku sadar kalo kamu bukan tipe idealku. Kamu ... terlalu manja," jawab Alvaro sambil memainkan gelas di tangannya. "Kamu tau kan prinsipku, sekali kita putus, nggak akan ada lagi kesempatan buat kembali." Yara sengaja menahan air matanya agar tidak luruh di depan laki-laki, prinsip hidupnya yang lain. Lelaki di hadapannya mengangguk. "Aku butuh perempuan yang independen, Ra. Dengan statusku sebagai manager, aku nggak bisa ngadepin kamu yang terlalu manja. Aku butuh partner yang bisa ngimbangi aku." Yara mendengkus kesal sambil memutar kedua bola matanya dengan malas. "Ok. It's over. Finito. Makasih untuk semuanya yang pernah kamu kasih--" Yara tampak berpikir beberapa detik. "Eh tapi kayaknya kamu nggak pe
Read more

2 Proyek Baru

Seorang wanita mengerjapkan matanya berkali-kali saat melihat rumah yang belum lama dibeli oleh tunangannya. Rumah itu nantinya akan mereka tempati bersama setelah menikah. Mungkin karena itu, tunangannya membawanya untuk melihat-lihat. "Suka nggak rumahnya?" tanya laki-laki itu sambil mengusap puncak kepala Lintang, tunangannya. "Sukaaa pake banget," jawab Lintang. Jari lentiknya menelusuri bagian jendela rumah yang sengaja dibuat dari kaca lebar untuk memaksimalkan cahaya yang masuk. "Masih kosongan, nanti kita hire desainer interior aja ya. Aku bakalan sibuk banget habis ini soalnya, mungkin nggak banyak waktu buat ngurus." Lintang mengangguk. "Makasih ya, Dam. Kamu udah nyiapin ini semua buat masa depan kita." "Buat masa depan kita, buat kamu, apa sih yang nggak kulakukan," jawab Adam sambil merengkuh tubuh wanita di depannya ke dalam pelukan. Punggung Lintang menegang saat berada di dalam pelukan Adam. Ia bisa merasakan c
Read more

3 Dapatkan Proyeknya!

"Kenapa kamu yang datang?" tanya Adam yang merasa bingung dengan kedatangan Yara, mantan pacarnya, yang mengaku perwakilan dari PT Creative Persada. "Kan kemaren Bu Oni katanya yang bakal ngerjain desain interior rumahku. Yara ingin mengumpat sejadi-jadinya. Memangnya dia yang menawarkan diri mengerjakan proyek ini? "Boleh saya duduk dulu, Pak Adam? Biar saya coba bantu jelasin semuanya ke Bapak." Yara sengaja menggunakan bahasa formal agar Adam tahu kalau keberadaannya di restoran siang itu benar-benar murni bisnis, tidak ada niat terselubung. "Oh, iya, iya." Adam hanya bisa mengangguk dan kembali duduk setelah Yara duduk di hadapannya. "Silakan pesan makanan dulu, Bu Yara," tawar Adam, mencoba memberikan profesionalitas yang sama. Yara mengangguk, mengambil buku menu lantas memesan Berry Island Fantasy. "Nggak pesen makan?" Adam memperhatikan Yara yang tampak jauh lebih dewasa dari saat-saat SMA. "Terima kasih, Pak. Kebetulan
Read more

4 Negosiasi Tahap Pertama

Sudah lebih dari lima menit Yara terdiam di depan pintu berwarna coklat tua. Berbagai polah sudah dilewatinya, mulai dari menggaruk rambutnya yang tidak gatal, menggigiti bibirnya sendiri, sampai mondar-mandir tidak jelas di depan unit apartemen itu. Dengan helaan napas berat, akhirnya Yara memberanikan diri untuk mengetuk pintu di depannya. Sekali lagi ia mengetuknya, berharap seseorang segera membukakan pintu untuknya. "Iya?" Tampak Adam melongokkan kepalanya dari celah pintu yang sepertinya sengaja ditahannya agar tidak terbuka sepenuhnya. "Malam, Dam." Yara tersenyum ramah seperti tanpa ada masa lalu menyakitkan di antara mereka. "Ngapain kamu ke apartemenku?" tanya Adam dingin. "Aku perlu ngomong tentang proyek rumahmu, Dam." "Oooh, kamu udah dapet kabarnya dari Pak Ranu? So? Katanya kamu mau berpesta semalaman kalau aku cancel proyek ini." Yara menelan ludahnya dengan susah payah. Bolehkah ia mengumpat di depan muka laki-
Read more

5 Negosiasi Tahap Kedua

Yara kembali berdiri di depan pintu apartemen Adam, dengan sangat terpaksa. "Sial! Kemaren lupa minta nomor hpnya Adam. Si Om Ranu sengaja banget lagi, nggak mau ngasih nomor hpnya Adam." Yara mengacak rambutnya dengan frustasi. Entah setelah ini, apakah stok malunya masih ada. Masih seperti malam sebelumnya, Yara menghela napas berkali-kali, baru memberanikan diri untuk mengetuk pintu. Adam muncul tidak lama kemudian, dengan tatapan heran. "Kenapa nggak nunggu di coffee shop bawah aja, Ra?" "Aku nggak punya nomer hpmu kan. Om Ranu nggak mau ngasih." Hampir saja Adam terbahak, saat melihat ekspresi Yara dan bagaimana penampilan perempuan itu. Adam hampir yakin, kalau wanita di depannya itu baru saja mengacak rambutnya sendiri. Karena tidak mungkin seorang Yara Karina Candra membiarkan angin mengacak rambutnya, apalagi orang lain. "Tunggu di bawah aja, kamu pesen yang kamu nau, nanti aku nyusul. Aku mau telepon calon istriku du
Read more

6 Permintaan Mantan Calon Mertua

Yara mematung di depan pintu apartemen Adam. Adam sudah memberikannya kartu akses agar ia bisa masuk, sementara Adam sedang menjemput tantenya di bandara. "Duh, nggak apa-apa nih gue masuk sendiri? Ntar kalo ada yang ilang, gue lagi yang kena." Memilih mengabaikan kebimbangannya, Yara masuk ke dalam apartemen Adam yang selama ini belum pernah dipijaknya. Ia mengangguk-angguk mengerti setelah mengedarkan pandangannya ke sekeliling apartemen yang memiliki dua kamar tidur itu. Sedikit banyak ia mempelajari tentang psikologi desain, dan dari desain interior apartemen Adam, Yara bisa sedikit menggarisbawahi sifat Adam yang masih terlihat sangat jelas. Dingin. Dengan dominasi warna hitam dan mengambil desain minimalis, apartemen itu jadi benar-benar terasa dingin. Tidak ada hiasan atau ornamen yang menghias apartemen itu, seakan apartemen itu hanya digunakan untuk tidur, bukan untuk ditinggali. Yara menjatuhkan diri di atas sofa, kemudian menyelonjo
Read more

7 Jadi Pelakor?

"Yara, malam ini makan di luar aja ya, di kulkasnya Adam nggak ada stok makanan sama sekali," keluh Desi setelah melakukan screening singkat di dapur apartemen Adam. Mendengar gerutuan wanita paruh baya itu, Yara yang semula berada di depan TV beranjak menuju dapur untuk berbicara lebih dekat. "Boleh, Tante mau makan malem apa? Atau Tante mau jalan-jalan ke mana gitu?" "Makan nasi goreng kambing kebun sirih kayaknya enak deh, Ra." "Mau delivery atau makan di sana, Tante?" Setelah menimbang sesaat, Desi memutuskan untuk makan di tempat, karena menurutnya justru serunya di situ. "Beneran nggak apa-apa makan di pinggir jalan, Tante?" "Nggak apa-apa lah. Kenapa? Kamu nggak biasa ya?" tanya Desi yang jadi curiga, karena seingat dia, Adam dulu pernah bercerita kalau keluarga Yara jauh lebih kaya daripada keluarga Adam, bahkan beberapa kali membuat Adam rendah diri. Tanpa disangka Desi, Yara justru terbahak mendengar pertanya
Read more

8 She's So Fake

"Tapi tante nggak keberatan kalo kamu mau ngerebut Adam lagi." Tiga pasang mata di ruangan itu langsung menatap Desi dengan tatapan tidak percaya dan penuh tanya. "Tante kok ngomongnya gitu? Nggak mau aku, Tante. Kayak nggak ada cowok lain aja." Desi terbahak melihat reaksi Yara dan kedua orang tuanya. "Iya, nggak kok, tante cuma bercanda. Kamu pasti dapet yang lebih baik dari Adam. Walaupun dulu tante mikirnya kalian bakal beneran sampe nikah, cocok soalnya." Yara mendengkus pelan. 'Cocok dari mananya?' "Des, nginep sini aja ya?" tawar Rhea. Ia masih ingin banyak mengobrol dengan temannya itu. Jadi tidak rela rasanya membiarkan Desi kembali ke apartemen Adam, meskipun Yara ikut menemani. "Hah? Nggak ngerepotin, Rhe?" "Nggak lah, kayak sama siapa aja. Nanti barang-barang kamu biar diambilin Yara." "Iya, Tante. Nanti Yara ambilin barang Tante, nunggu Kak Ervin dulu, biar nanti Kak Ervin yang nganterin ke apartemen Adam."
Read more

9 Tawaran Makan Malam

"Bu, ada tamu di depan," ucap salah satu ART di rumah itu kepada sang nyonya rumah. "Siapa, Bi?" tanya Rhea bingung, pasalnya memang dia tidak memiliki janji temu dengan siapa pun. "Saya lupa namanya, Bu, tapi kayaknya dulu sering ke sini, temennya Mbak Yara." "Oooh, Adam kayaknya." Bukan Rhea yang menjawab, melainkan Desi yang sedang duduk di samping Rhea. "Adam tadi pagi ngabarin aku, katanya kerjaannya udah beres, jadi bisa pulang lebih cepet." "Tolong suruh masuk, Bi." Rhea langsung memerintahkan ART-nya kembali ke depan. "Abis itu tolong panggilin Yara di kamarnya ya, Bi." "Aku langsung ke depan aja, Rhe. Kasihan nanti Adam ngerasa canggung." Desi langsung beranjak menuju ruang tamu demi menemui keponakannya. "Ya udah, aku ke dapur dulu, minta bibi buat nyiapin minum sama cemilan." Tidak berselang lama, Rhea menyusul sahabatnya menuju ruang tamu. Seorang pemuda yang dulu sering menyambangi rumahnya kini datang lagi, meski
Read more

10 Makan Malam

"Ra, panggil papamu di teras samping, udah hampir siap ini makan malemnya." Padahal Yara baru saja menginjakkan kakinya di anak tangga paling bawah, tapi mamanya sudah memerintahnya. Nasib anak bungsu, bukan hanya orang tuanya, kedua kakaknya juga sangat luwes ketika memerintahnya melakukan sesuatu. "Paaa ... Papaaa ...," teriak Yara di ruang keluarga. Masih ada jarak lebih dari sepuluh meter untuk sampai di teras samping, tapi teriakan Yara yang memekakkan telingan itu sudah terlebih dulu didengar papanya. "Kamu pasti bersyukur Dam karena nggak jadi sama yang macem Yara gitu," ucap Naren sambil menjalankan bentengnya untuk menembus pertahanan yang dibangun Adam. Adam hanya tersenyum tidak enak mendengar celotehan lelaki paruh baya di depannya. "Tapi kan itu yang membuat Yara menarik, Om. Kepolosannya dan keceriaannya." "Tapi pacarnya nggak ada yang betah tuh sama dia." "Belum nemu jodohnya aja, Om." "Bantu doain, Dam. Jangan d
Read more
PREV
123456
...
20
DMCA.com Protection Status