Home / Romansa / My Horrible Romance / 6 Permintaan Mantan Calon Mertua

Share

6 Permintaan Mantan Calon Mertua

Author: Ans18
last update Last Updated: 2021-04-23 15:29:16

Yara mematung di depan pintu apartemen Adam. Adam sudah memberikannya kartu akses agar ia bisa masuk, sementara Adam sedang menjemput tantenya di bandara.

"Duh, nggak apa-apa nih gue masuk sendiri? Ntar kalo ada yang ilang, gue lagi yang kena."

Memilih mengabaikan kebimbangannya, Yara masuk ke dalam apartemen Adam yang selama ini belum pernah dipijaknya. Ia mengangguk-angguk mengerti setelah mengedarkan pandangannya ke sekeliling apartemen yang memiliki dua kamar tidur itu.

Sedikit banyak ia mempelajari tentang psikologi desain, dan dari desain interior apartemen Adam, Yara bisa sedikit menggarisbawahi sifat Adam yang masih terlihat sangat jelas. Dingin.

Dengan dominasi warna hitam dan mengambil desain minimalis, apartemen itu jadi benar-benar terasa dingin. Tidak ada hiasan atau ornamen yang menghias apartemen itu, seakan apartemen itu hanya digunakan untuk tidur, bukan untuk ditinggali.

Yara menjatuhkan diri di atas sofa, kemudian menyelonjorkan kakinya sambil menyesap ice vanilla latte yang tadi dibelinya sebelum ia naik ke unit Adam.

Tiba-tiba Yara terkekeh saat mengingat bagaimana ia meminta izin kepada kedua orang tuanya dan bagaimana ia akan membuat Adam membayar apa yang diperbuatnya.

***

Flashback on

"Boleh ya, Ma, Pa?" tanya Yara saat makan malam pada kedua orang tuanya.

"Apaan sih, Dek? Aneh banget alasan kamu." Rhea tidak begitu saja menerima alasan anaknya menginap di tempat orang.

Orang tua mana yang bisa percaya kalau anaknya meminta izin menginap di unit apartemen mantan pacarnya karena tante dari mantannya datang dari luar pulau dan meminta ditemani selama di Jakarta.

"Salahin Om Ranu tuh. Masa aku mesti dapetin proyek ini atau aku bakal dikirim ngerjain resort yang di Papua. Mama papa mau aku ke Papua? Padahal aku belum lama balik dari Manado."

"Bukan gitu, Ra. Alasan kamu agak-agak nggak masuk akal. Terus lagi, ini mantanmu yang mana yang berani nyuruh-nyuruh kamu?" tanya Naren dengan tatapan yang serius. Ia tahu pergaulan anak muda zaman sekarang. Tentu saja ia tidak ingin kecolongan.

Yara mengerucutkan bibirnya. Setelah mengungkapkan siapa nama mantan yang bernani memerintahnya itu, ia pasti akan jadi bulan-bulanan orang tua dan kedua kakaknya. "Adam."

"Adam?" Naren dan Rhea sama-sama terpekik saat sebuah nama itu keluar dari bibir cantik anak mereka.

"Mantan kamu waktu SMA? Mantan pacar pertama kamu?" tanya Naren tidak percaya.

"Iya, Pa. Percaya deh, Pa. Adamnya nggak bakal ada di apartemen. Cuma ada aku sama tantenya yang dari Pontianak. Aku paling nemenin Tante Desi jalan-jalan doang selama di Jakarta. Begitu Adam balik dari luar kota, aku langsung pulang."

Melihat orang tuanya yang masih terlihat ragu, Yara kembali mencoba meyakinkan mereka. "Papa sama mama boleh video call kapan pun. Aku pasti langsung angkat, biar papa mama nggak mikir yang macem-macem. Nanti aku kasih alamat apartemen Adam, kalau papa mama mau sidak tiba-tiba."

"Tunggu, papa sama mama perlu diskusi dulu." Naren kemudian merengkuh pinggang Rhea dengan mesra dan masuk ke dalam kamar, meninggalkan Yara yang mencebik kesal melihat kemesraan orang tuanya.

Beberapa saat kemudian kedua orang tuanya keluar dari kamar. Papanya yang kini angkat bicara untuk putri bungsunya yang paling ceria namun sering bikin onar itu.

"Ok, papa sama mama ngizinin. Tapi ... kalau dalam waktu lima menit kamu nggak ngangkat video call dari papa atau mama, lihat aja apa akibatnya."

"Siap, Tuan."

"Belum kelar, Dek. Syarat yang lain, ajak Adam ke sini buat ngomong sama papa."

"Lah, kan Adam ke luar kota, Pa."

"Setelahnya nggak apa-apa. Papa kangen juga main catur sama dia."

"Pa, Adam kan udah punya calon istri. Nggak enak lah kalo aku minta dia ke sini."

"Ya kenapa? Papa kan nggak minta dia nikahin kamu. Papa cuma mau ngobrol aja sama dia."

Yara mengacak rambutnya dengan frustasi. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa kalau Tuan Narendra sudah berkehendak.

"Ya udah, nanti aku ajak Adam ke sini."

"Yakin Dek kamu bisa ngajak dia ke sini?" tanya Rhea tidak yakin.

"Kujebak kalo perlu," jawabnya sebelum berlalu menaiki anak tangga.

Flashback off

***

Adam menyeret koper milik tantenya memasuki apartemen tanpa memencet bel terlebih dulu. Langkahnya terhenti saat melihat pemandangan di depannya yang membuatnya benar-benar ternganga.

Yara dengan cueknya tertidur di atas sofa, tanpa sadar kalau saat ini pemilik apartemen dan tamunya tengah memandangnya.

"Astaga anak ini. Aku bangunin Yara dulu, Tante."

"Nggak usah, Dam." Desi memberikan kode untuk memelankan suara mereka. "Biarin, capek mungkin."

Adam menggeleng-geleng tidak percaya melihat Yara yang masih juga memejamkan mata, padahal jelas suara koper yang digeretnya seharusnya bisa membangunkan orang tidur. "Aku bawa kopernya ke kamar dulu, Tante. Tante nginep di kamarku nggak apa-apa kan? Biar Yara nanti tidur di kamar tamu."

Desi mengibas-ngibaskan tangannya. "Senyamannya kamu aja."

Tidak menuruti tantenya, setelah Adam mengantar tantenya ke dalam kamar dan memintanya untuk istirahat, Adam langsung beranjak ke dekat sofa dan menggoyang-goyangkan lengan Yara. "Yara. Bangun."

"Ngg ...." Yara menggeram pelan, tetap memejamkan mata seakan ada sekarung pasir yang membebani kelopak matanya.

"Ra. Tante Desi udah sampe."

Akhirnya kata-kata Adam itu mampu membuat Yara mengerjap pelan.

"Dam," panggilnya tanpa merasa bersalah.

"Bisa-bisanya malah ngebo di apartemen orang," sindir Adam.

Yara terkekeh. "Sorry." Yara mengedarkan pandangan ke sekeliling, namun tidak menemukan keberadaan orang lain selain Adam. "Tante Desi mana?"

"Di kamar, lagi istirahat. Aku berangkat abis ini." Adam lalu mengangsurkan sebuah kartu pada Yara.

"Apaan?" Yara menatap bingung pada kartu di tangan Adam.

"Kartu kredit. Buat Tante Desi. Nggak mungkin dong, Tante Desi yang bayarin semuanya kalo kalian makan atau belanja, nggak mungkin juga kalo kamu yang bayarin."

Yara berdecak pelan. "Kalo cuma nraktir makan buat dua hari aku juga sanggup, Dam. Ya kecuali Tante Desi mau beli tas branded, baru aku mikir-mikir."

"Udah lah, pegang aja. Aku nggak mau berutang budi."

Mengalah, Yara mengambil kartu dari tangan Adam.

"Eh, udah bangun?" Suara seorang wanita yang baru saja keluar dari kamar membuat Yara langsung berdiri sigap.

"Siang, Tante. Maaf aku ketiduran tadi, abisnya sepi banget. Tante apa kabar, sehat?"

Desi tersenyum ramah. "Sehat. Kamu gimana? Udah lama banget nggak ketemu. Kamu masih inget sama tante?"

"Inget dong, Tante." Yara mendekat dan memeluk wanita di depannya itu.

Selama perjalanan dari bandara, Adam sudah menceritakan semuanya kepada tantenya, tentang siapa yang akan menemaninya dan bagaimana hubungannya dengan Yara.

"Tante seneng kalian masih bisa sahabatan meskipun udah putus."

Yara tersenyum getir. Andai wanita paruh baya itu tahu bagaimana hubungan sebenarnya antara Adam dan dirinya.

"Tante, aku berangkat dulu ya. Maaf ya tante, aku nggak bisa nemenin."

"Nggak apa-apa. Tante kan memang ada perlu ke sini. Kamu jangan merasa terbebeni, udah, sana kalau mau pergi."

Adam mengangguk, lalu mencium punggung tangan tantenya. "Kalo butuh apa-apa bilang ke Yara aja, Tan."

"Iya, udah sana."

Yara yang melihat Adam berbalik, langsung meminta izin kepada Desi untuk mengantar Adam sampai ke depan pintu. Adam hanya bisa mengernyit bingung mendapati keinginan Yara.

"Dam," bisik Yara.

"Apaan?"

"Aku mau ngomong."

"Ya udah ngomong lah."

"Hmm ... abis kamu balik dari luar kota, papa mau ketemu sama kamu."

"Hah?" Mata Adam membulat sempurna. "Ngapain?"

Yara mengedikkan bahu lalu kembali masuk ke dalam apartemen, meninggalkan Adam yang kebingungan dengan permintaan papa Yara, sosok yang sangat diseganinya sejak dulu. Lelaki yang dulu digadang-gadangnya sebagai calon mertuanya, sebelum hubungannya dengan Yara berakhir.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Neee I
Step by step ya Yara
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • My Horrible Romance   7 Jadi Pelakor?

    "Yara, malam ini makan di luar aja ya, di kulkasnya Adam nggak ada stok makanan sama sekali," keluh Desi setelah melakukan screening singkat di dapur apartemen Adam. Mendengar gerutuan wanita paruh baya itu, Yara yang semula berada di depan TV beranjak menuju dapur untuk berbicara lebih dekat. "Boleh, Tante mau makan malem apa? Atau Tante mau jalan-jalan ke mana gitu?" "Makan nasi goreng kambing kebun sirih kayaknya enak deh, Ra." "Mau delivery atau makan di sana, Tante?" Setelah menimbang sesaat, Desi memutuskan untuk makan di tempat, karena menurutnya justru serunya di situ. "Beneran nggak apa-apa makan di pinggir jalan, Tante?" "Nggak apa-apa lah. Kenapa? Kamu nggak biasa ya?" tanya Desi yang jadi curiga, karena seingat dia, Adam dulu pernah bercerita kalau keluarga Yara jauh lebih kaya daripada keluarga Adam, bahkan beberapa kali membuat Adam rendah diri. Tanpa disangka Desi, Yara justru terbahak mendengar pertanya

    Last Updated : 2021-04-27
  • My Horrible Romance   8 She's So Fake

    "Tapi tante nggak keberatan kalo kamu mau ngerebut Adam lagi." Tiga pasang mata di ruangan itu langsung menatap Desi dengan tatapan tidak percaya dan penuh tanya. "Tante kok ngomongnya gitu? Nggak mau aku, Tante. Kayak nggak ada cowok lain aja." Desi terbahak melihat reaksi Yara dan kedua orang tuanya. "Iya, nggak kok, tante cuma bercanda. Kamu pasti dapet yang lebih baik dari Adam. Walaupun dulu tante mikirnya kalian bakal beneran sampe nikah, cocok soalnya." Yara mendengkus pelan. 'Cocok dari mananya?' "Des, nginep sini aja ya?" tawar Rhea. Ia masih ingin banyak mengobrol dengan temannya itu. Jadi tidak rela rasanya membiarkan Desi kembali ke apartemen Adam, meskipun Yara ikut menemani. "Hah? Nggak ngerepotin, Rhe?" "Nggak lah, kayak sama siapa aja. Nanti barang-barang kamu biar diambilin Yara." "Iya, Tante. Nanti Yara ambilin barang Tante, nunggu Kak Ervin dulu, biar nanti Kak Ervin yang nganterin ke apartemen Adam."

    Last Updated : 2021-05-04
  • My Horrible Romance   9 Tawaran Makan Malam

    "Bu, ada tamu di depan," ucap salah satu ART di rumah itu kepada sang nyonya rumah. "Siapa, Bi?" tanya Rhea bingung, pasalnya memang dia tidak memiliki janji temu dengan siapa pun. "Saya lupa namanya, Bu, tapi kayaknya dulu sering ke sini, temennya Mbak Yara." "Oooh, Adam kayaknya." Bukan Rhea yang menjawab, melainkan Desi yang sedang duduk di samping Rhea. "Adam tadi pagi ngabarin aku, katanya kerjaannya udah beres, jadi bisa pulang lebih cepet." "Tolong suruh masuk, Bi." Rhea langsung memerintahkan ART-nya kembali ke depan. "Abis itu tolong panggilin Yara di kamarnya ya, Bi." "Aku langsung ke depan aja, Rhe. Kasihan nanti Adam ngerasa canggung." Desi langsung beranjak menuju ruang tamu demi menemui keponakannya. "Ya udah, aku ke dapur dulu, minta bibi buat nyiapin minum sama cemilan." Tidak berselang lama, Rhea menyusul sahabatnya menuju ruang tamu. Seorang pemuda yang dulu sering menyambangi rumahnya kini datang lagi, meski

    Last Updated : 2021-05-07
  • My Horrible Romance   10 Makan Malam

    "Ra, panggil papamu di teras samping, udah hampir siap ini makan malemnya." Padahal Yara baru saja menginjakkan kakinya di anak tangga paling bawah, tapi mamanya sudah memerintahnya. Nasib anak bungsu, bukan hanya orang tuanya, kedua kakaknya juga sangat luwes ketika memerintahnya melakukan sesuatu. "Paaa ... Papaaa ...," teriak Yara di ruang keluarga. Masih ada jarak lebih dari sepuluh meter untuk sampai di teras samping, tapi teriakan Yara yang memekakkan telingan itu sudah terlebih dulu didengar papanya. "Kamu pasti bersyukur Dam karena nggak jadi sama yang macem Yara gitu," ucap Naren sambil menjalankan bentengnya untuk menembus pertahanan yang dibangun Adam. Adam hanya tersenyum tidak enak mendengar celotehan lelaki paruh baya di depannya. "Tapi kan itu yang membuat Yara menarik, Om. Kepolosannya dan keceriaannya." "Tapi pacarnya nggak ada yang betah tuh sama dia." "Belum nemu jodohnya aja, Om." "Bantu doain, Dam. Jangan d

    Last Updated : 2021-05-11
  • My Horrible Romance   11 Kalau Tidak Bisa Dihindari, Nikmati Saja

    Aileen turun dari kamarnya yang berada di lantai dua, ia hanya ingin mengambil strawberry untuk menemaninya menonton series China yang sedang diikutinya. Tapi langkahnya terhenti saat mendapati adiknya melamun di stool bar dengan penerangan yang remang. "Gimana Dek rasanya makan malam sama mantan?" "Kak Aileen ngapain jam segini turun?" "Dih, ngalihin pembicaraan, bukannya jawab pertanyaan kakak." Yara mendesah pelan. "Agak aneh sih Kak rasanya, familiar sekaligus asing." Setelah mengambil sebuah wadah yang berisi strawberry dari dalam kulkas, Aileen memutuskan untuk mengobrol sebentar dengan adiknya yang terlihat lebih gloomy daripada biasanya. "Kamu masih suka sama Adam?" Yara menggeleng cepat. "Terus? Kenapa ngelamun jam segini? Ini udah hampir jam sepuluh." Aileen melihat jam dinding yang menempel di dinding dapur. Mamanya lah yang punya ide menempatkan jam dinding di dapur, katanya untuk memantau tingkat kematangan

    Last Updated : 2021-05-13
  • My Horrible Romance   12 Jodoh untuk Yara

    Yara mulai melajukan mobilnya membelah jalanan ibu kota menuju apartemen Adam. Mamanya duduk di sampingnya dengan gelisah, memikirkan keadaan sahabatnya yang dikabarkan terkena kanker. Semula Yara bingung harus bagaimana membuat mamanya untuk tidak ikut mengantar Tante Desi. Karena itu, akhirnya Yara menelepon Tante Desi dan bercerita kalau mamanya ingin ikut. Pada akhirnya wanita yang jauh-jauh terbang dari Pontianak ke Jakarta demi berobat itu membiarkan Rhea--sahabatnya--untuk ikut menemaninya. "Ma ..., jangan cemas gitu, nanti mama bikin Tante Desi cemas juga." "Mama deg-degan." "Kita kan juga nggak tau keadaan Tante Desi yang sebenernya gimana, Ma." Mendengarkan ucapan anak bungsunya yang tiba-tiba bisa menjadi bijak di saat tertentu itu, membuat Rhea mencoba mengatur napasnya untuk menenangkan diri. "Orang seumuran mama papa ini, bisa tiba-tiba aja kena penyakit aneh-aneh, Ra. Kayak papamu kapan itu yang darah tinggi. Mama kadang takut k

    Last Updated : 2021-05-16
  • My Horrible Romance   13 Fakir Asmara

    Yara berjalan bersisian dengan Adam sejak dari parkir mobil menuju ruang periksa, mengekori mamanya dan Tante Desi yang berjalan di depan. "Kamu marah sama aku?" tanya Adam dengan suara yang tidak terlalu keras karena sadar mereka sedang berada di rumah sakit. "Nggak!" jawab Yara sinis. "Trus kenapa tadi ngomongnya gitu?" "Gitu gimana?" "Ya nyolot gitu." "Aku nggak suka ya kamu sok-sokan nge-judgesiapa yang cocok buatku." "Aku cuma ngomong pendapat pribadiku, ya maaf kalo kamu tersinggung." "Emang dari dulu tu kamu nggak pernah mikir perasaan orang, Dam." Yara melangkah lebih cepat, menyusul kedua wanita paruh baya yang berjalan beberapa langkah di depan mereka. "Kenapa sih dia? Lagi PMS?" Adam hanya bisa menggeleng pasrah dengan kelakuan Yara yang masih kekanakan. Apakah salah kalau ia mencoba menyampaikan pendapat pribadinya? Hanya pendapat. Toh kalo pada akhirnya Yara berkenalan dengan anak Tan

    Last Updated : 2021-05-19
  • My Horrible Romance   14 Kenalan Lama

    "Kenapa lo? Muka dilipet aja kayak baru abis ditagih utang." "Sialan! Mana ada ceritanya anak Narendra Rafardhan Candra punya utang." Yara mengibaskan rambutnya dengan (sok) cantik. "Untung beneran tajir. Kalo cuma bacot doang, udah gue siram lo pake kopi panas." Yara mengabaikan ucapan Rian. Ia memilih meletakkan kepalanya di atas meja dengan beralaskan tangannya yang terlipat. "Pesenin gue yang enak-enak dong, Yan." Rian menghela napas pasrah melihat kelakuan sahabatnya. Ia terpaksa menyeret langkahnya menuju counter untuk memesankan minuman dan makanan ringan untuk Yara. "Lo beneran dari apartemen Adam, Ra?" tanya Rian. Meskipun ia tidak pernah sekelas dengan Adam, tapi tentu saja ia mengenalnya. Tidak ada seorang pun pacar Yara yang tidak dikenalkan Yara pada Rian. "Hmm," jawab Yara singkat. "Udah sering ke sana lo?" "Hmm." "Adam makin ganteng?" "Hmm." Yara langsung mengangkat kepalanya ketika menyad

    Last Updated : 2021-05-21

Latest chapter

  • My Horrible Romance   200 Glorious in Adversity

    “Kenapa kita nggak ke Flores? Kenapa kita ke Garachico? Itu di mana?” Bahkan Yara sama sekali belum tahu di daerah mana Garachico berada. Maklum, ia lebih khatam daerah Indonesia karena menurutnya Indonesia memiliki keindahan yang tiada duanya. “Spanyol.” “Visaku?” “Kita udah di pesawat, Ra. Masih perlu kamu nanyain visa? Ya jelas udah kuurus.” Yara menggigit lidahnya, terdiam malu karena ucapan Adam. Iya, mereka sudah berada di pesawat, berarti semua berkasnya sudah beres. Kenapa ia sebodoh itu mempertanyakan hal yang tidak perlu? “Gimana caranya kamu ngurus visaku? Passport-ku kan kusimpen di lemari, kamu tau dari mana?” Adam mengeluarkan sesuatu dari tas selempang yang dipakainya, kemudian menunjukkan semuanya kepada Yara. “Udah? Aman. Kamu nggak bakal dideportasi.” “Tapi gimana caranya?” tanya Yara keheranan. “Mau tau aja.” Adam menarik hidung Yara agar istrinya itu bisa tenang. Ia memang diam-diam mengurus semua be

  • My Horrible Romance   199 On the Way to ...

    “Papa, Mama, ati-ati ya, inget umur,” pinta Yara yang menatap kedua orang tuanya dengan bimbang.Pagi itu, Yara dan Adam mengantar orang tua Yara lebih dulu ke stasiun kereta sebelum mereka melanjutkan perjalanan menuju bandara dengan diantar sopir keluarga Yara.“Maksudnya apa ngingetin Papa sama Mama tentang umur?” tanya Naren (sok) galak.“Jangan naik kendaraan aneh-aneh, jangan memacu adrenaline berlebihan, dan yang paling penting … tolong jangan bikinin aku adek. Aku mau jadi anak bungsu seumur hidup. Lagian malu kan sama Kak Arla yang lagi isi, kalo Mama nyusul isi juga.”“Astaga! Anak ini!” Rhea menggeleng-gelengkan kepala mendengar celotehan Yara. Ia dan suaminya memang akan melakukan perjalanan yang sedikit ekstrim. Napak tilas. Bukan sembarang napak tilas, mereka akan pergi ke tempat-tempat yang dulu pernah dikunjungi Rhea ketika kabur dari Naren saat mereka masih berstatus tunangan. Mulai d

  • My Horrible Romance   198 Pelan-Pelan

    “Pelan, Dam,” lirih Yara saat Adam menyesap ceruk lehernya dengan keras. “Maaf.” Nyatanya Adam hanya mengalihkan area penjelajahannya setelah meninggalkan jejak kemerahan yang mungkin akan berubah menjadi kebiruan di ceruk leher sebelah kanan. Adam berusaha tidak menyakiti Yara, tapi ia kesulitan mengontrol hasratnya. “Cantik banget,” pujinya sambil berbisik. Yara tidak mampu merespon. Setiap kali kulit mereka bersentuhan, seperti ada gelenyar asing yang menguasai tubuhnya. Terlebih seperti sekarang, saat Adam menyapukan indra peraba dan perasa ke seluruh permukaan tubuhnya. “Dam,” desah Yara sekali lagi, entah bermaksud meminta Adam berhenti atau melanjutkan, otaknya sedang tidak benar-benar bekerja. Adam kembali ke atas, menatap wajah Yara sebelum kembali melumat bibir istrinya yang setengah terbuka karena menahan desahan. “May I?” Yara mengangguk. “Pelan-pelan.” Adam mengangguk mengiakan, walau tidak tahu batas pelan yang dimaksud Y

  • My Horrible Romance   197 Masih Sore

    Yara tergagap saat merasakan sesuatu membelit perutnya. Tapi begitu menatap ke arah perutnya dan melihat kalau benda yang membelit perutnya adalah tangan seseorang, barulah ia menyadari keberadaan Adam, sekaligus menyadari kalau kini ia tidak tidur sendiri lagi. Perlahan, Yara memindahkan tangan Adam dari atas perutnya. Ia ingin buang air kecil karena itu terbangun di tengah tidur nyenyaknya. Ah iya, dia belum melihat kado dari teman-temannya. Jadilah sambil berjalan ke kamar mandi, Yara menenteng kotak di dekat televisi. Setelah menyelesaikan hajatnya, ia masih berdiri di depan cermin sambil berpikir kalau ia akan mengganti piyamanya dengan kado tersebut. Bukankah tadi Adam juga memintanya untuk berganti dengan isi kado itu. "Ya ampun capek banget sih," gerutu Yara sambil mencari ujung yang digunakan untuk membuka kerdus. Matanya yang semula masih sayu karena mengantuk, seketika membuka lebar saat melihat kain berenda tipis di dalam kotak.

  • My Horrible Romance   196 Kemakan Omongan Sendiri

    “Makanya lain kali kalo ngomong dipiir dulu ya, Dam,” ucap Yara sambil tetap berusaha mempertahankan senyumnya di atas pelaminan. “Hah?” “Dulu kamu nyumpahin aku apa? Kamu nyumpahin aku supaya nggak langgeng setiap punya pacar, kamu nyumpahin aku supaya nggak bisa nikah sebelum ngelihat kamu di pelaminan. Sekarang malah kita di atas pelaminan bareng. Kemakan omongan sendiri kan?” “I did the right thing,” jawab Adam sambil mengusap punggung tangan Yara yang melingkari lengannya. “Ck! Right thing apanya?” Yara berdecak. “Coba dari awal jadi orang yang sabar, kan aku nggak mesti ngalamin pacaran berkali-kali.” “Nggak apa-apa, yang penting ending-nya sama aku.” “Kata Papa, it’s the beginning, Adam, bukan ending.” “Ya … beginning buat kita hidup berumah tangga. Tapi kan juga ending dari horrible romance kamu, horrible romance-ku juga sih.” “Sejak kapan belajar ngegombal, Pak?” Adam belum sempat menjawab karena antrea

  • My Horrible Romance   195 Orang Itu Adalah Adam

    “Ini kamar pengantinnya?” tanya Rian dengan berbisik karena ada kakak dan kakak ipar Yara di kamar yang digunakan untuk Yara bersiap sebelum acara akad nikah berlangsung. “Nggak, di sini cuma buat ganti baju sama make up aja sih,” jawab Yara yang duduk di depan cermin, menunggu dijemput ke tempat acara. “Santai sih, Ra. Anggep aja kayak dipanggil guru BK.” Yara mendongak dan menatap Rian dengan kesal. Bisa-bisanya akad nikah dianalogikan dengan menghadap guru BK. “Yan, jangan kirim foto ke grup anak-anak kelas sepuluh!” pinta Yara ketika Rian mengarahkan kamera ponsel ke arahnya. “Kenapa? Karena ada Adam di grup? Takut Adam makin nggak konsen ya?” Yara menggeleng pelan. “Takut diketawain sama anak-anak.” “Risiko, dapet jodoh temen sekelas, ya mau gimana. Ntar gue catetin deh siapa yang ngetawain, nggak gue kasih souvenir dari sini,” sombong Rian yang mendapat tugas menjadi penerima tamu sekaligus mengarahkan tamu-tamu VIP ke area

  • My Horrible Romance   194 Planning

    Yara mengerjap pelan dan untuk beberapa detik ia sempat merasa kebingungan saat melihat langit-langit yang tidak dikenalnya. Sampai suara seseorang menyapa indra pendengarannya. “Udah bangun?” Barulah Yara sadar kalau ia tertidur di ruang kerja Adam. “Jam berapa?” “Setengah tiga.” “Ya ampun, astaga!” Bergegas Yara bangkit dari posisi tidurnya, gelagapan mencari ponsel dan menghubungi omnya. Omnya itu bisa mengamuk karena semestinya mereka mengadakan meeting bulanan jam dua siang. “Tenang, Ra. Papa kamu udah ngizinin ke Om Ranu tadi,” ucap Adam yang tidak kalah gesitnya berdiri dari tempatnya duduk mengamati Yara tidur sejak tadi. Terlambat sedikit saja, Yara pasti sudah melesat keluar dari ruangannya. “Hhh.” Yara menghembuskan napas lega sebelum sadar apa yang diucapkan Adam. “Papa? Papaku ngizinin ke Om Ranu?” “Iya. Papa kamu nggak tega juga ngelihat kamu kecapekan ngurusin perintilan resepsi Kak Ervin.” Yara kembali d

  • My Horrible Romance   193 Pilihan Sulit

    "Ya ampun, Rhe. Setelah Aileen, jeda setengah tahun, Yara dilamar orang. Sekarang, baru dua minggu dari lamaran Yara, kita yang mesti nganter Ervin ngelamar anak orang." Helaan napas berat jelas-jelas dikeluarkan Naren.Sebenarnya, bukan Naren tidak bahagia semua anaknya menemukan belahan jiwa masing-masing, tapi dalam tahun yang sama menikahkan tiga orang anak mungkin memang tidak lazim terjadi."Yang penting anak-anak bahagia, Mas."Naren mengangguk-angguk, berusaha membangun lagi semangatnya yang sempat jatuh."Ayo. Kamu tau kan gimana tegangnya Adam waktu itu. Sekarang giliran kita yang nenangin Ervin," ajak Rhea.Tidak banyak yang ikut di acara pertunangan Ervin supaya tidak merepotkan keluarga calon tunangan Ervin. Hanya kakek nenek dari orang tua Ervin dan juga keluarga adik mamanya yang ikut, ditambah Adam dan beberapa sahabat Ervin.Semua orang sudah siap berangkat saat Naren dan Rhea keluar dari kamar."Ervin semobil sama Papa Mama. Yara sama Eyang ata

  • My Horrible Romance   192 Engagement

    Tiga bulan menunggu salah satu ballroom yang dimiliki hotel di bawah Candra Group kosong atau ada yang cancel, ternyata bukanlah hal mudah. Sepertinya semua calon pasangan pengantin yang sudah memesan ballroom memang sedang menghabiskan waktu untuk mempersiapkan pernikahan.Mau mendoakan agar salah satunya batal menikah pun rasanya sangat tidak etis, apalagi konon katanya doa buruk akan kembali kepada si pendoa. Karena itu, Adam dan Yara hanya bisa pasrah sambil berharap dan berdoa diberikan jalan yang terbaik untuk hubungan mereka.“Udah siap, Dam?”Adam menoleh sebentar ke arah sang ibu yang berdiri di ambang pintu kamarnya. “Udah rapi belum, Bu?” tanya Adam yang masih mematut diri di depan cermin untuk memastikan penampilannya—yang sebenarnya hanya kemeja lengan batik panjang dan celana bahan sejenis yang biasa ia gunakan ke kantor.Ya, hari itu adalah hari pertunangannya dengan Yara. Karena ballroom belum juga mereka dapa

DMCA.com Protection Status