Share

7 Jadi Pelakor?

Penulis: Ans18
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-27 16:01:54

"Yara, malam ini makan di luar aja ya, di kulkasnya Adam nggak ada stok makanan sama sekali," keluh Desi setelah melakukan screening singkat di dapur apartemen Adam.

Mendengar gerutuan wanita paruh baya itu, Yara yang semula berada di depan TV beranjak menuju dapur untuk berbicara lebih dekat. "Boleh, Tante mau makan malem apa? Atau Tante mau jalan-jalan ke mana gitu?"

"Makan nasi goreng kambing kebun sirih kayaknya enak deh, Ra."

"Mau delivery atau makan di sana, Tante?"

Setelah menimbang sesaat, Desi memutuskan untuk makan di tempat, karena menurutnya justru serunya di situ.

"Beneran nggak apa-apa makan di pinggir jalan, Tante?"

"Nggak apa-apa lah. Kenapa? Kamu nggak biasa ya?" tanya Desi yang jadi curiga, karena seingat dia, Adam dulu pernah bercerita kalau keluarga Yara jauh lebih kaya daripada keluarga Adam, bahkan beberapa kali membuat Adam rendah diri.

Tanpa disangka Desi, Yara justru terbahak mendengar pertanyaannya. "Nggak, Tante. Daerah sana mah daerah tongkrongan Yara. Kalo mau, nanti abis dari makan nasi goreng kambing, kita ke Sabang, Tante. Yara tunjukin surga kuliner pinggir jalan."

Yara tidak pernah menyangka kalau wanita di depannya itu masih tetap ramah padanya. Mana yang Adam bilang kalau Tante Desi orangnya susah cocok sama orang lain?

Dering ponsel Yara yang diletakkannya di atas meja ruang tamu cukup memekakkan telinga, hingga ia segera berlari untuk mengangkat panggilan telepon itu. Yara memang sudah memasang ringtone berbeda untuk panggilan dari kedua orang tuanya. Janjinya untuk mengangkat telepon dalam waktu yang sesingkat-singkatnya lah yang menjadi alasan di balik itu.

"Bentar ya, Tante. Yara angkat telepon dari mama dulu ya. Kalo nggak buruan diangkat, bisa-bisa langsung nyamperin ke sini." Yara lantas menyingkir, menuju ruang makan di mana terdapat meja makan dan kursi untuk enam orang.

"Ya, Ma?" Wajah mama dan papanya langsung memenuhi layar ponselnya, dan membuatnya terkekeh karena papanya terlihat sedikit canggung. "Papa apaan sih kaku banget. Biasa juga rapat pake video conference. Giliran video call sama anak kok kaku."

"Kan papamu template mukanya gitu kalo waktu kerja, biar disegani sama orang-orang."

Yara kembali terbahak. "Masa sih, Ma? Duh, pada nggak tau aja sebucin apa papaku di rumah."

"Ck! Bagus ya, berani ghibahin di depan orangnya," rutuk Naren.

"Kalo di depan orangnya namanya bukah ghibah, Pa. Itu namanya kritik dan masukan." Ah, baru sebentar, Yara sudah merasa kangen dengan kedua orang tuanya.

Dua bulan ia berada di Manado, pulang hanya sesekali, dan tega sekali omnya ingin memintanya ke Papua. Karena itu lah, segala upaya dilakukan Yara untuk tetap berada di dekat keluarganya, termasuk menuruti kemauan Adam.

"Beneran nggak ada Adam di sana?" tanya Naren yang tidak mudah percaya.

"Nggak ada, Pa." Yara lantas mengarahkan ponselnya mengitari ruangan. "Tuh, nggak ada kan, cuma ada aku sama Tante Desi."

"Dek." Rhea terlihat melirik ke arah suaminya, baru setelah mendapat sebuah anggukan, Rhea kembali menatap layar. "Dek, mama boleh ngomong sama tantenya Adam nggak? Bukan mama nggak percaya sama kamu, cuma pengen nitipin kamu aja."

"Hah? Kok tiba-tiba sih, Ma? Kenapa nggak bilang dari kemaren, jadi aku bisa ngomong dulu ke Tante Desi."

"Ya udah, ya udah, kalo kamu ngerasa nggak enak."

Meskipun dengan mengerucutkan bibir, tetap saja Yara melangkah menuju dapur di mana terlihat seorang wanita paruh baya sedang menyeduh teh.

"Tante," panggil Yara. Demi menghormati wanita di hadapannya itu, Yara menutup kamera dan speaker ponselnya. "Tante, kalo mamaku mau ngobrol sama tante boleh nggak, Tante?"

Desi tampak sedikit terkejut, namun sedetik kemudian raut terkejutnya berubah menjadi senyuman. "Boleh dong, Tante yang harusnya izin dulu ke orang tua kamu. Sini, mana?"

"Ma, ini Tante Desi mau ngomong." Yara kemudian mengarahkan ponselnya ke arah Desi.

Sedetik, dua detik, lima detik, masih belum ada yang berbicara, baik mamanya maupun wanita yang mematung di depannya.

Yara kembali mengarahkan wajahnya ke kamera, "Ma!"

Bukan hanya Yara, Naren pun menatap istrinya dengan bingung.

"Tante Desi?" Yara memanggil Desi yang masih membeku di tempat.

"Desi?" Suara pekikan mamanya membuat Yara menjauhkan ponselnya.

"Mama kok teriak-teriak sih?" Yara bersungut kesal sambil mengusap telinganya.

"Rhea?" Desi ikut teriak setelah mendengar teriakan dari wanita yang hanya terlihat wajahnya dari layar ponsel.

"Astaga, Desi!"

"Mama kenal sama Tante Desi?"

***

Baru beberapa jam sebelumnya Yara berpamitan untuk menginap di apartemen Adam, dan kini Yara sudah kembali berada di ruang keluarga rumahnya sendiri, sambil memperhatikan dua wanita paruh baya melepas rindu dan membicarakan masa kuliah mereka.

"Jadi mama sama Tante Desi temen kuliah?"

Keduanya mengangguk antusias.

"Pantesan ya, Rhe. Dari awal dulu aku ketemu sama Yara, aku tu udah suka sama dia. Nggak tau, rasanya seneng aja kalo ngobrol sama anakmu," puji Desi yang membuat Yara cengengesan.

"Emang kapan kamu kenal sama Yara? Bukan barusan? Kata Yara kamu tinggal di Pontianak."

"Dulu kan Adam pernah bawa Yara ke acara keluarga buat dikenalin, udah lama aku kenal, dari mereka SMA. Sayang aja nggak lanjut hubungan mereka. Tapi salut loh aku, mereka masih bisa sahabatan meskipun udah putus."

"Sahabatan?" Rhea menatap Yara, sementara Yara balik menatap mamanya seakan mengirimkan pesan agar mamanya menutupi hubungannya yang sebenarnya dengan Adam.

Tapi tampaknya Yara harus belajar lagi untuk urusan telepati ini, karena mamanya sama sekali tidak menangkap pesan yang dikirimnya dalam diam.

"Sahabatan apa? Orang Adam itu mantannya dia yang paling dibenci. Katanya gara-gara Adam ngutuk dia pas putus, sampe sekarang dia nggak pernah dapet pacar yang serius."

"Mamaaa!"

Desi menatap Yara bingung, apa yang diceritakan Adam dengan apa yang baru saja didengarnya jelas jauh berbeda. Tapi ia tidak terlalu memedulikannya, yang penting ia bisa bertemu sahabatnya yang sudah lama lost contact.

"Nggak apa-apa, Ra. Nanti kamu pasti dapet yang terbaik. Daripada sama keponakan tante yang lempeng gitu. Eh, tapi kalo kamu benci sama Adam, kok kamu mau bantuin dia nemenin tante di sini?"

"Kan aku kangen sama Tante Desi," kilahnya. Tidak mungkin kan Yara mengatakan kalau itu semua demi proyek interior rumah Adam.

"Manis banget mulutmu, Dek," ledek Naren yang tiba-tiba saja muncul dari balik ruang kerjanya.

"Percuma juga mulut manisku, Pa. Nggak ada juga yang mau sama aku."

"Mau papa jodohin? Papa punya banyak calon kalo kamu mau."

"Ntar ya, Pa. Aku pikir-pikir dulu."

"Jangan sampe aja kamu naksir Adam lagi, udah punya calon istri dia. Awas aja kamu jadi pelakor!" ancam Naren.

"Nggak akan ya, Pa. Enak aja."

"Tapi tante nggak keberatan kalo kamu mau ngerebut Adam lagi."

Tiga pasang mata di ruangan itu langsung menatap Desi dengan tatapan tidak percaya dan penuh tanya.

Bersambung,

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Destri Yanti
ko seru sih...
goodnovel comment avatar
Neee I
wkwkwkw.... malah disuruh jadi pelakor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • My Horrible Romance   8 She's So Fake

    "Tapi tante nggak keberatan kalo kamu mau ngerebut Adam lagi." Tiga pasang mata di ruangan itu langsung menatap Desi dengan tatapan tidak percaya dan penuh tanya. "Tante kok ngomongnya gitu? Nggak mau aku, Tante. Kayak nggak ada cowok lain aja." Desi terbahak melihat reaksi Yara dan kedua orang tuanya. "Iya, nggak kok, tante cuma bercanda. Kamu pasti dapet yang lebih baik dari Adam. Walaupun dulu tante mikirnya kalian bakal beneran sampe nikah, cocok soalnya." Yara mendengkus pelan. 'Cocok dari mananya?' "Des, nginep sini aja ya?" tawar Rhea. Ia masih ingin banyak mengobrol dengan temannya itu. Jadi tidak rela rasanya membiarkan Desi kembali ke apartemen Adam, meskipun Yara ikut menemani. "Hah? Nggak ngerepotin, Rhe?" "Nggak lah, kayak sama siapa aja. Nanti barang-barang kamu biar diambilin Yara." "Iya, Tante. Nanti Yara ambilin barang Tante, nunggu Kak Ervin dulu, biar nanti Kak Ervin yang nganterin ke apartemen Adam."

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-04
  • My Horrible Romance   9 Tawaran Makan Malam

    "Bu, ada tamu di depan," ucap salah satu ART di rumah itu kepada sang nyonya rumah. "Siapa, Bi?" tanya Rhea bingung, pasalnya memang dia tidak memiliki janji temu dengan siapa pun. "Saya lupa namanya, Bu, tapi kayaknya dulu sering ke sini, temennya Mbak Yara." "Oooh, Adam kayaknya." Bukan Rhea yang menjawab, melainkan Desi yang sedang duduk di samping Rhea. "Adam tadi pagi ngabarin aku, katanya kerjaannya udah beres, jadi bisa pulang lebih cepet." "Tolong suruh masuk, Bi." Rhea langsung memerintahkan ART-nya kembali ke depan. "Abis itu tolong panggilin Yara di kamarnya ya, Bi." "Aku langsung ke depan aja, Rhe. Kasihan nanti Adam ngerasa canggung." Desi langsung beranjak menuju ruang tamu demi menemui keponakannya. "Ya udah, aku ke dapur dulu, minta bibi buat nyiapin minum sama cemilan." Tidak berselang lama, Rhea menyusul sahabatnya menuju ruang tamu. Seorang pemuda yang dulu sering menyambangi rumahnya kini datang lagi, meski

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-07
  • My Horrible Romance   10 Makan Malam

    "Ra, panggil papamu di teras samping, udah hampir siap ini makan malemnya." Padahal Yara baru saja menginjakkan kakinya di anak tangga paling bawah, tapi mamanya sudah memerintahnya. Nasib anak bungsu, bukan hanya orang tuanya, kedua kakaknya juga sangat luwes ketika memerintahnya melakukan sesuatu. "Paaa ... Papaaa ...," teriak Yara di ruang keluarga. Masih ada jarak lebih dari sepuluh meter untuk sampai di teras samping, tapi teriakan Yara yang memekakkan telingan itu sudah terlebih dulu didengar papanya. "Kamu pasti bersyukur Dam karena nggak jadi sama yang macem Yara gitu," ucap Naren sambil menjalankan bentengnya untuk menembus pertahanan yang dibangun Adam. Adam hanya tersenyum tidak enak mendengar celotehan lelaki paruh baya di depannya. "Tapi kan itu yang membuat Yara menarik, Om. Kepolosannya dan keceriaannya." "Tapi pacarnya nggak ada yang betah tuh sama dia." "Belum nemu jodohnya aja, Om." "Bantu doain, Dam. Jangan d

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-11
  • My Horrible Romance   11 Kalau Tidak Bisa Dihindari, Nikmati Saja

    Aileen turun dari kamarnya yang berada di lantai dua, ia hanya ingin mengambil strawberry untuk menemaninya menonton series China yang sedang diikutinya. Tapi langkahnya terhenti saat mendapati adiknya melamun di stool bar dengan penerangan yang remang. "Gimana Dek rasanya makan malam sama mantan?" "Kak Aileen ngapain jam segini turun?" "Dih, ngalihin pembicaraan, bukannya jawab pertanyaan kakak." Yara mendesah pelan. "Agak aneh sih Kak rasanya, familiar sekaligus asing." Setelah mengambil sebuah wadah yang berisi strawberry dari dalam kulkas, Aileen memutuskan untuk mengobrol sebentar dengan adiknya yang terlihat lebih gloomy daripada biasanya. "Kamu masih suka sama Adam?" Yara menggeleng cepat. "Terus? Kenapa ngelamun jam segini? Ini udah hampir jam sepuluh." Aileen melihat jam dinding yang menempel di dinding dapur. Mamanya lah yang punya ide menempatkan jam dinding di dapur, katanya untuk memantau tingkat kematangan

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-13
  • My Horrible Romance   12 Jodoh untuk Yara

    Yara mulai melajukan mobilnya membelah jalanan ibu kota menuju apartemen Adam. Mamanya duduk di sampingnya dengan gelisah, memikirkan keadaan sahabatnya yang dikabarkan terkena kanker. Semula Yara bingung harus bagaimana membuat mamanya untuk tidak ikut mengantar Tante Desi. Karena itu, akhirnya Yara menelepon Tante Desi dan bercerita kalau mamanya ingin ikut. Pada akhirnya wanita yang jauh-jauh terbang dari Pontianak ke Jakarta demi berobat itu membiarkan Rhea--sahabatnya--untuk ikut menemaninya. "Ma ..., jangan cemas gitu, nanti mama bikin Tante Desi cemas juga." "Mama deg-degan." "Kita kan juga nggak tau keadaan Tante Desi yang sebenernya gimana, Ma." Mendengarkan ucapan anak bungsunya yang tiba-tiba bisa menjadi bijak di saat tertentu itu, membuat Rhea mencoba mengatur napasnya untuk menenangkan diri. "Orang seumuran mama papa ini, bisa tiba-tiba aja kena penyakit aneh-aneh, Ra. Kayak papamu kapan itu yang darah tinggi. Mama kadang takut k

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-16
  • My Horrible Romance   13 Fakir Asmara

    Yara berjalan bersisian dengan Adam sejak dari parkir mobil menuju ruang periksa, mengekori mamanya dan Tante Desi yang berjalan di depan. "Kamu marah sama aku?" tanya Adam dengan suara yang tidak terlalu keras karena sadar mereka sedang berada di rumah sakit. "Nggak!" jawab Yara sinis. "Trus kenapa tadi ngomongnya gitu?" "Gitu gimana?" "Ya nyolot gitu." "Aku nggak suka ya kamu sok-sokan nge-judgesiapa yang cocok buatku." "Aku cuma ngomong pendapat pribadiku, ya maaf kalo kamu tersinggung." "Emang dari dulu tu kamu nggak pernah mikir perasaan orang, Dam." Yara melangkah lebih cepat, menyusul kedua wanita paruh baya yang berjalan beberapa langkah di depan mereka. "Kenapa sih dia? Lagi PMS?" Adam hanya bisa menggeleng pasrah dengan kelakuan Yara yang masih kekanakan. Apakah salah kalau ia mencoba menyampaikan pendapat pribadinya? Hanya pendapat. Toh kalo pada akhirnya Yara berkenalan dengan anak Tan

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-19
  • My Horrible Romance   14 Kenalan Lama

    "Kenapa lo? Muka dilipet aja kayak baru abis ditagih utang." "Sialan! Mana ada ceritanya anak Narendra Rafardhan Candra punya utang." Yara mengibaskan rambutnya dengan (sok) cantik. "Untung beneran tajir. Kalo cuma bacot doang, udah gue siram lo pake kopi panas." Yara mengabaikan ucapan Rian. Ia memilih meletakkan kepalanya di atas meja dengan beralaskan tangannya yang terlipat. "Pesenin gue yang enak-enak dong, Yan." Rian menghela napas pasrah melihat kelakuan sahabatnya. Ia terpaksa menyeret langkahnya menuju counter untuk memesankan minuman dan makanan ringan untuk Yara. "Lo beneran dari apartemen Adam, Ra?" tanya Rian. Meskipun ia tidak pernah sekelas dengan Adam, tapi tentu saja ia mengenalnya. Tidak ada seorang pun pacar Yara yang tidak dikenalkan Yara pada Rian. "Hmm," jawab Yara singkat. "Udah sering ke sana lo?" "Hmm." "Adam makin ganteng?" "Hmm." Yara langsung mengangkat kepalanya ketika menyad

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-21
  • My Horrible Romance   15 Cuma Klien

    "Kamu pengen ke mana dulu, Ra?" tanya Bisma yang tidak henti-hentinya tersenyum sejak mereka berangkat dari coffee shop miliknya hingga mereka tiba di mall. "Aku masih kenyang sih, Kak. Jadi jangan ke tempat makan ya. Selain itu, terserah Kak Bisma aja." "Tiket nonton udah pesen online dan masih lama ke waktu nonton. Hmm ... mau ke toko buku? Atau kamu mau beli sesuatu? Baju atau sepatu gitu?" Yara menimbang-nimbang sejenak. "Toko buku aja deh, Kak. Ada buku yang mau kubeli." Bisma mengangguk, setia berjalan di samping Yara tanpa melakukan kontak fisik seperti berusaha menggandengnya, karena kontak fisik yang tergesa, apalagi di pertemuan pertama seperti itu bisa dipastikan akan membuat Yara lari tunggang langgang darinya. "Kamu mau nyari buku apa?" "Komik Grey & Jingga." "Komik? Kamu bilang buku." "Lah emangnya komik bukan buku?" Bisma terkekeh. "Iya sih, komik ya buku. Komik lokal ya?' "Iya. Komiku

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-03

Bab terbaru

  • My Horrible Romance   200 Glorious in Adversity

    “Kenapa kita nggak ke Flores? Kenapa kita ke Garachico? Itu di mana?” Bahkan Yara sama sekali belum tahu di daerah mana Garachico berada. Maklum, ia lebih khatam daerah Indonesia karena menurutnya Indonesia memiliki keindahan yang tiada duanya. “Spanyol.” “Visaku?” “Kita udah di pesawat, Ra. Masih perlu kamu nanyain visa? Ya jelas udah kuurus.” Yara menggigit lidahnya, terdiam malu karena ucapan Adam. Iya, mereka sudah berada di pesawat, berarti semua berkasnya sudah beres. Kenapa ia sebodoh itu mempertanyakan hal yang tidak perlu? “Gimana caranya kamu ngurus visaku? Passport-ku kan kusimpen di lemari, kamu tau dari mana?” Adam mengeluarkan sesuatu dari tas selempang yang dipakainya, kemudian menunjukkan semuanya kepada Yara. “Udah? Aman. Kamu nggak bakal dideportasi.” “Tapi gimana caranya?” tanya Yara keheranan. “Mau tau aja.” Adam menarik hidung Yara agar istrinya itu bisa tenang. Ia memang diam-diam mengurus semua be

  • My Horrible Romance   199 On the Way to ...

    “Papa, Mama, ati-ati ya, inget umur,” pinta Yara yang menatap kedua orang tuanya dengan bimbang.Pagi itu, Yara dan Adam mengantar orang tua Yara lebih dulu ke stasiun kereta sebelum mereka melanjutkan perjalanan menuju bandara dengan diantar sopir keluarga Yara.“Maksudnya apa ngingetin Papa sama Mama tentang umur?” tanya Naren (sok) galak.“Jangan naik kendaraan aneh-aneh, jangan memacu adrenaline berlebihan, dan yang paling penting … tolong jangan bikinin aku adek. Aku mau jadi anak bungsu seumur hidup. Lagian malu kan sama Kak Arla yang lagi isi, kalo Mama nyusul isi juga.”“Astaga! Anak ini!” Rhea menggeleng-gelengkan kepala mendengar celotehan Yara. Ia dan suaminya memang akan melakukan perjalanan yang sedikit ekstrim. Napak tilas. Bukan sembarang napak tilas, mereka akan pergi ke tempat-tempat yang dulu pernah dikunjungi Rhea ketika kabur dari Naren saat mereka masih berstatus tunangan. Mulai d

  • My Horrible Romance   198 Pelan-Pelan

    “Pelan, Dam,” lirih Yara saat Adam menyesap ceruk lehernya dengan keras. “Maaf.” Nyatanya Adam hanya mengalihkan area penjelajahannya setelah meninggalkan jejak kemerahan yang mungkin akan berubah menjadi kebiruan di ceruk leher sebelah kanan. Adam berusaha tidak menyakiti Yara, tapi ia kesulitan mengontrol hasratnya. “Cantik banget,” pujinya sambil berbisik. Yara tidak mampu merespon. Setiap kali kulit mereka bersentuhan, seperti ada gelenyar asing yang menguasai tubuhnya. Terlebih seperti sekarang, saat Adam menyapukan indra peraba dan perasa ke seluruh permukaan tubuhnya. “Dam,” desah Yara sekali lagi, entah bermaksud meminta Adam berhenti atau melanjutkan, otaknya sedang tidak benar-benar bekerja. Adam kembali ke atas, menatap wajah Yara sebelum kembali melumat bibir istrinya yang setengah terbuka karena menahan desahan. “May I?” Yara mengangguk. “Pelan-pelan.” Adam mengangguk mengiakan, walau tidak tahu batas pelan yang dimaksud Y

  • My Horrible Romance   197 Masih Sore

    Yara tergagap saat merasakan sesuatu membelit perutnya. Tapi begitu menatap ke arah perutnya dan melihat kalau benda yang membelit perutnya adalah tangan seseorang, barulah ia menyadari keberadaan Adam, sekaligus menyadari kalau kini ia tidak tidur sendiri lagi. Perlahan, Yara memindahkan tangan Adam dari atas perutnya. Ia ingin buang air kecil karena itu terbangun di tengah tidur nyenyaknya. Ah iya, dia belum melihat kado dari teman-temannya. Jadilah sambil berjalan ke kamar mandi, Yara menenteng kotak di dekat televisi. Setelah menyelesaikan hajatnya, ia masih berdiri di depan cermin sambil berpikir kalau ia akan mengganti piyamanya dengan kado tersebut. Bukankah tadi Adam juga memintanya untuk berganti dengan isi kado itu. "Ya ampun capek banget sih," gerutu Yara sambil mencari ujung yang digunakan untuk membuka kerdus. Matanya yang semula masih sayu karena mengantuk, seketika membuka lebar saat melihat kain berenda tipis di dalam kotak.

  • My Horrible Romance   196 Kemakan Omongan Sendiri

    “Makanya lain kali kalo ngomong dipiir dulu ya, Dam,” ucap Yara sambil tetap berusaha mempertahankan senyumnya di atas pelaminan. “Hah?” “Dulu kamu nyumpahin aku apa? Kamu nyumpahin aku supaya nggak langgeng setiap punya pacar, kamu nyumpahin aku supaya nggak bisa nikah sebelum ngelihat kamu di pelaminan. Sekarang malah kita di atas pelaminan bareng. Kemakan omongan sendiri kan?” “I did the right thing,” jawab Adam sambil mengusap punggung tangan Yara yang melingkari lengannya. “Ck! Right thing apanya?” Yara berdecak. “Coba dari awal jadi orang yang sabar, kan aku nggak mesti ngalamin pacaran berkali-kali.” “Nggak apa-apa, yang penting ending-nya sama aku.” “Kata Papa, it’s the beginning, Adam, bukan ending.” “Ya … beginning buat kita hidup berumah tangga. Tapi kan juga ending dari horrible romance kamu, horrible romance-ku juga sih.” “Sejak kapan belajar ngegombal, Pak?” Adam belum sempat menjawab karena antrea

  • My Horrible Romance   195 Orang Itu Adalah Adam

    “Ini kamar pengantinnya?” tanya Rian dengan berbisik karena ada kakak dan kakak ipar Yara di kamar yang digunakan untuk Yara bersiap sebelum acara akad nikah berlangsung. “Nggak, di sini cuma buat ganti baju sama make up aja sih,” jawab Yara yang duduk di depan cermin, menunggu dijemput ke tempat acara. “Santai sih, Ra. Anggep aja kayak dipanggil guru BK.” Yara mendongak dan menatap Rian dengan kesal. Bisa-bisanya akad nikah dianalogikan dengan menghadap guru BK. “Yan, jangan kirim foto ke grup anak-anak kelas sepuluh!” pinta Yara ketika Rian mengarahkan kamera ponsel ke arahnya. “Kenapa? Karena ada Adam di grup? Takut Adam makin nggak konsen ya?” Yara menggeleng pelan. “Takut diketawain sama anak-anak.” “Risiko, dapet jodoh temen sekelas, ya mau gimana. Ntar gue catetin deh siapa yang ngetawain, nggak gue kasih souvenir dari sini,” sombong Rian yang mendapat tugas menjadi penerima tamu sekaligus mengarahkan tamu-tamu VIP ke area

  • My Horrible Romance   194 Planning

    Yara mengerjap pelan dan untuk beberapa detik ia sempat merasa kebingungan saat melihat langit-langit yang tidak dikenalnya. Sampai suara seseorang menyapa indra pendengarannya. “Udah bangun?” Barulah Yara sadar kalau ia tertidur di ruang kerja Adam. “Jam berapa?” “Setengah tiga.” “Ya ampun, astaga!” Bergegas Yara bangkit dari posisi tidurnya, gelagapan mencari ponsel dan menghubungi omnya. Omnya itu bisa mengamuk karena semestinya mereka mengadakan meeting bulanan jam dua siang. “Tenang, Ra. Papa kamu udah ngizinin ke Om Ranu tadi,” ucap Adam yang tidak kalah gesitnya berdiri dari tempatnya duduk mengamati Yara tidur sejak tadi. Terlambat sedikit saja, Yara pasti sudah melesat keluar dari ruangannya. “Hhh.” Yara menghembuskan napas lega sebelum sadar apa yang diucapkan Adam. “Papa? Papaku ngizinin ke Om Ranu?” “Iya. Papa kamu nggak tega juga ngelihat kamu kecapekan ngurusin perintilan resepsi Kak Ervin.” Yara kembali d

  • My Horrible Romance   193 Pilihan Sulit

    "Ya ampun, Rhe. Setelah Aileen, jeda setengah tahun, Yara dilamar orang. Sekarang, baru dua minggu dari lamaran Yara, kita yang mesti nganter Ervin ngelamar anak orang." Helaan napas berat jelas-jelas dikeluarkan Naren.Sebenarnya, bukan Naren tidak bahagia semua anaknya menemukan belahan jiwa masing-masing, tapi dalam tahun yang sama menikahkan tiga orang anak mungkin memang tidak lazim terjadi."Yang penting anak-anak bahagia, Mas."Naren mengangguk-angguk, berusaha membangun lagi semangatnya yang sempat jatuh."Ayo. Kamu tau kan gimana tegangnya Adam waktu itu. Sekarang giliran kita yang nenangin Ervin," ajak Rhea.Tidak banyak yang ikut di acara pertunangan Ervin supaya tidak merepotkan keluarga calon tunangan Ervin. Hanya kakek nenek dari orang tua Ervin dan juga keluarga adik mamanya yang ikut, ditambah Adam dan beberapa sahabat Ervin.Semua orang sudah siap berangkat saat Naren dan Rhea keluar dari kamar."Ervin semobil sama Papa Mama. Yara sama Eyang ata

  • My Horrible Romance   192 Engagement

    Tiga bulan menunggu salah satu ballroom yang dimiliki hotel di bawah Candra Group kosong atau ada yang cancel, ternyata bukanlah hal mudah. Sepertinya semua calon pasangan pengantin yang sudah memesan ballroom memang sedang menghabiskan waktu untuk mempersiapkan pernikahan.Mau mendoakan agar salah satunya batal menikah pun rasanya sangat tidak etis, apalagi konon katanya doa buruk akan kembali kepada si pendoa. Karena itu, Adam dan Yara hanya bisa pasrah sambil berharap dan berdoa diberikan jalan yang terbaik untuk hubungan mereka.“Udah siap, Dam?”Adam menoleh sebentar ke arah sang ibu yang berdiri di ambang pintu kamarnya. “Udah rapi belum, Bu?” tanya Adam yang masih mematut diri di depan cermin untuk memastikan penampilannya—yang sebenarnya hanya kemeja lengan batik panjang dan celana bahan sejenis yang biasa ia gunakan ke kantor.Ya, hari itu adalah hari pertunangannya dengan Yara. Karena ballroom belum juga mereka dapa

DMCA.com Protection Status