Semua Bab My Horrible Romance: Bab 31 - Bab 40

200 Bab

31 Permintaan Maaf Adam

"Yara, jadi nemenin mama ke rumah sakit kan?" Rhea mendatangi anak bungsunya yang masih asyik berlari di atas treadmill. Kalau tidak diingatkan, pasti Yara akan lupa waktu, seakan-akan ini hari liburnya padahal ia mengambil cuti demi menemani sahabat mamanya menjalani treatment untuk penyakitnya. "Jadi dong, Ma. Yara mandi terus sarapan dulu ya, Ma. Give me thirty minutes." "Itu tiga puluh menit udah plus makan apa mandi doang?" "Plus makan, mamaku sayang, kan aku bisa ngerjain semua serba cepet," ucap Yara santai sambil melangkah ringan keluar dari salah satu ruangan di rumahnya yang memang berisi alat-alat kebugaran milik papa dan kakaknya. Dua lelaki di rumahnya itu yang paling getol saat merencanakan mini gym di rumah mereka, hanya karena malas ditatap para wanita di tempat gym umum. Tepat tiga puluh menit, sesuai janjinya, Yara telah siap di depan setir untuk mengantar dan menemani mamanya. "Tante Desi di Jakarta dari kapan, Ma?"
Baca selengkapnya

32 Intrik Yara

"Yakin lo, Ra?" Tidak menunggu waktu lama untuk menjawab pertanyaan Rian. Yara sudah mengambil keputusan. Permintaan maaf yang disampaikan Adam justru benar-benar membulatkan tekadnya. "Hmm. Yakin." "Gimana caranya?" "Ntar gue pikirin dulu." "Bilang ke gue ya kalo lo butuh bantuan." "Pasti, ke siapa lagi gue minta bantuan kalo bukan ke lo sama kakak gue? Cuma kalian berdua yang tau masalah ini. Tapi masalah Adam yang balas nyerang dan ngata-ngatain gue cuma lo doang yang tau. Bisa ngamuk Kak Ervin kalo tau." Rian menggumam setuju. Jangan sampai Ervin yang emosian itu meledak gara-gara Adam berlaku buruk pada Yara. Itu belum ditambah kalau papanya yang overprotective tahu. Entah bagaimana nasib Adam. "Gue baru nyampe nih, udahan dulu ya, pokoknya gw mikir dulu deh, kalo gue butuh bantuan gue bakal ngomong ke lo, ok?" "Iya, Zheyeeng." Usai menutup panggilan telepon itu, Yara merebahkan dirinya ke atas kasu
Baca selengkapnya

33 'On the Way' to Destroy a Relationship

Adam: Aku masih ada di branch Yara: Sampe jam berapa? Adam: Jam 8 malam mungkin, abis makan malam lah Yara: Setengah 8 bisa nggak? Yara: Makannya nggak full course juga kan? Yara: Makan secukupnya, kekenyangan suka bikin muntah Adam menggeram kesal saat membaca pesan dari Yara. Apa sebenarnya mau Yara sampai memaksanya bertemu di malam hari demi mengembalikan kunci rumahnya? Padahal bisa saja Yara mengirimkannya melalui kurir. Adam: Repot sih, mending kirim aja kuncinya lewat kurir Yara: No, kamu mesti final check Adam: Besok aku cek Yara: Malam ini, Dam Adam: Fine, aku cabut sekarang, aku mesti nyari taksi dulu. Yara: Kamu di branch mana? Daerah mana? Kamu nggak bawa mobil? Adam: Gatsu. Dianter supir pake mobil kantor tadi Yara: Aku jemput, kebetulan lagi di daerah Semanggi Adam menghela napas. Ia meminta izin pada branch manager yang menemaninya berkeliling untuk
Baca selengkapnya

34 Tamparan untuk Adam

Tangan Yara masih gemetar saat ia mencoba meraih ponselnya yang berada di saku celana. Baru saja Adam mengusirnya sambil berteriak. Padahal ia ingin menemani Adam, atau setidaknya mengantar pulang ke apartemen. Yara tidak tahu apa yang akan dilakukan Adam di rumah barunya yang menjadi saksi bisu perselingkuhan calon istrinya. Sekarang, setelah Yara berhasil meraih ponselnya, ia jadi bingung harus menghubungi siapa. Tidak mungkin ia menghubungi orang tua Adam. Sementara nomor ponsel keluarga Adam yang lain sudah dihapusnya sejak lama, kecuali ... salah satu sepupu perempuan Adam yang pernah secara tidak sengaja bertemu dengannya di mall dan bertukar nomor. "Halo, Fa. Aku Yara." "Eh, Yara. Tumben." Suara Nafasha jelas terdengar seperti orang yang terkejut. "Fa, aduh, gimana ya aku ngomongnya. Adam lagi ada masalah, bisa nggak kamu sama kakakmu ke sini?" "Di mana? Masalah apa?" "Panjang ceritanya. Aku tadinya mau nganter dia di apartemen,
Baca selengkapnya

35 Tamparan untuk Lintang

"Ngapain kamu ke sini?" Yara memejamkan mata, tanpa perlu menoleh pun, ia tahu kalau itu adalah suara Adam. "Adam, nggak sopan sama tamu. Ibu yang ngundang Yara ke sini," tegur Resti pada anaknya yang masih menunjukkan wajah tidak bersahabat melihat Yara berada di rumah keluarganya. Tepat saat itu, seorang ART di rumah Adam—yang tadi sedang menyapu daun-daun dari pohon ketapang kencana yang berguguran di dekat gerbang masuk—menghampiri Adam dan mengatakan kalau calon istri Adam menunggu di luar. Tentu saja ART itu tidak tahu kalau Adam telah memutuskan hubungannya dengan Lintang. Adam semakin menggila, menggeram kesal karena kedatangan wanita tidak tahu diri yang sayangnya selama beberapa tahun ini dicintainya dengan tulus. “Suruh Lintang masuk, Bi,” perintah Resti dengan nada yang halus. Sama sekali tidak menunjukkan kemarahannya yang sebenarnya sedang ditahannya sebisa mungkin. Adam menatap ibunya, tidak terima karena mempersila
Baca selengkapnya

36 Jaga Jarak Kita!

Resti tersenyum puas setelah menampar kedua pipi wanita yang menghianati anaknya. Namun beberapa saat kemudian, jantungnya tiba-tiba saja berdebar dengan aneh, mungkin ia terlalu excited atau terlalu marah, entahlah. Semakin lama, dadanya terasa semakin nyeri. Resti hanya bisa mendengar teriakan orang-orang saat tubuhnya tiba-tiba saja limbung dan ambruk ke lantai. "Ibu!" Adam bergegas berlari, mencoba menahan kepala ibunya agar tidak menghantam lantai. Pun begitu dengan Yara yang tadi bersembunyi di samping kabinet besar, langsung tidak memedulikan apa pun dan berlari mendekat. "Tante!" "Ke rumah sakit, Dam." Yara berlari ke arah teras, memanggil security rumah Adam. Yara tahu kalau Adam tidak mungkin kuat mengangkat tubuh ibunya seorang diri. Lintang ikut panik menyaksikan peristiwa itu, tetapi ketika ia berniat mendekat, Adam menghardiknya dan meminta ART untuk mengusir Lintang dari rumahnya. Yara
Baca selengkapnya

37 Saat Yara Bertindak

Yara menggeram kesal saat telepon internal di mejanya tidak berhenti berbunyi, tapi ia terlalu sibuk mengerjakan desainnya hingga mengangkat telepon adalah urusan ke-sekian baginya, khawatir kalau itu telepon dari bosnya a.k.a omnya yang memintanya menghadap. "Berisik banget, gue aja deh yang ngangkat." Kesabaran Nana habis setelah mendengar dering telepon berkali-kali. "Ya? Dengan Nana," ucapnya sewot. Karena itu adalah telepon internal, bisa dipastikan yang menelepon ya dari internal perusahaan itu, karenanya ia bisa sedikit santai mengangkatnya. "Yara, buat lo nih, dari Nia. Ada tamu buat lo katanya." Baru setelah mendengar ucapan Nana, Yara mendongak dan meraih gagang telepon dengan malas-malasan. "Siapa, Ni? Gue nggak ada janji hari ini. Klien?" "Hmmm. Bukan, Mbak? Cewek yang waktu itu ke sini, Mbak. Yang Mbak Yara minta cariin ruang rapat buat ngomong berdua." Helaan napas keluar dari Yara. Apa lagi? Adam saja sudah memintanya me
Baca selengkapnya

38 Desain Ulang!

Semua orang-orang terdekat Yara tahu apa akibatnya kalau seseorang berani menyentuh rambut Yara tanpa persetujuan. Entah sejak kapan ia mulai tidak suka rambutnya disentuh orang. Rasanya sejak ia kecil, saat orang-orang banyak yang membelai rambut panjangnya. Baginya, rambut adalah mahkota. Ada orang yang tanpa persetujuan berani menyentuh rambutnya, itu sama saja dengan merendahkan kehormatannya. Apalagi ini, rambutnya dijambak. Berbagai cara untuk memorakporandakan hidup Lintang sudah ada dalam otaknya. “Gila! Gila! Cari perkara dia,” ucapan Rian dari seberang sambungan telepon itu membuyarkan lamunannya. “Mau lo apain dia?” “Ntar gue pikir lagi, mana cara yang paling membuat hidupnya menderita.” Rian kembali terbahak. Sudah lebih dari sepuluh menit, mereka berdua mengobrol melalui sambungan telepon. Yara menceritakan semuanya, rasanya ia butuh partner in crime, dan Rian adalah salah satu orang yang memenuhi kriteria itu. Keluarganya pasti akan mele
Baca selengkapnya

39 Gara-Gara Kartu Akses

Yara menatap ponselnya yang berdering dengan gamang. Ibunya Adam meneleponnya. Sejujurnya ia tidak punya masalah dengan wanita itu, tetapi anaknya ... yang selalu meminta Yara menjauh, yang selalu berpikiran negatif tentang Yara. "Pagi, Tante," sapa Yara akhirnya. Tidak mungkin ia mengabaikan terus panggilan itu karena wanita itu selalu baik padanya. "Pagi, Ra." Ada sedikit rasa khawatir yang terdengar dari suara Resti. "Kenapa, Tante?" "Yara bisa tolongin Tante?" Yara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Hari itu hari sabtu, kalau pun ia nantinya akan menolak permintaan itu, ia hanya bisa memakai alasan 'ada janji' dengan orang lain. "Apa ya, Tante?" "Tante sama Om lagi ke Penang, buat ngelanjutin pengobatan Tante waktu itu." "Tante masih sakit?" "Oh, nggak sih sebenernya. Cuma ayahnya Adam khawatir, jadi bawa Tante ke Penang buat check up." Yara hanya diam, menunggu wanita itu melanjutkan omongannya.
Baca selengkapnya

40 Kebodohan Paling Tidak Masuk Akal

"Riaaan." Yara merangsek masuk ke apartemen yang ia sewa berdua dengan Rian. Di jalan tadi, ia sempt menghubungi Rian dan mengajaknya bertemu di apartemen, untuk apa lagi kalau bukan memuntahkan semua rasa kesalnya pada Adam. "Kenapa sih lo?" Rian yang sedang menjajal lipstik yang baru dibelinya, tidak berniat menoleh ke arah Yara sama sekali. Tapi dari nada suara Yara, Rian bisa tahu kalau perasaan sahabatnya sedang gusar. "Ah gue kesel banget." Yara lantas menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur dan memukul-mukul guling yang berada di dekatnya. "Bisma? Atau Adam lagi?" Yara menarik napas panjang. "Tebak!" "Adam," jawab Rian yakin. "Kenapa lo nebaknya Adam?" "Karena lo selalu kehilangan pijakan kalo berhadapan sama Adam, Yara. Sejak SMA. Lo nggak begitu ke laki-laki lain. Lo selalu punya sikap, tapi kalo udah ngadepin Adam—” Rian menggeleng-gelengkan kepala dengan dramatis. “Nggak ah!” Yara langsung bangkit duduk. “
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
20
DMCA.com Protection Status