Semua Bab My Horrible Romance: Bab 11 - Bab 20

200 Bab

11 Kalau Tidak Bisa Dihindari, Nikmati Saja

Aileen turun dari kamarnya yang berada di lantai dua, ia hanya ingin mengambil strawberry untuk menemaninya menonton series China yang sedang diikutinya. Tapi langkahnya terhenti saat mendapati adiknya melamun di stool bar dengan penerangan yang remang. "Gimana Dek rasanya makan malam sama mantan?" "Kak Aileen ngapain jam segini turun?" "Dih, ngalihin pembicaraan, bukannya jawab pertanyaan kakak." Yara mendesah pelan. "Agak aneh sih Kak rasanya, familiar sekaligus asing." Setelah mengambil sebuah wadah yang berisi strawberry dari dalam kulkas, Aileen memutuskan untuk mengobrol sebentar dengan adiknya yang terlihat lebih gloomy daripada biasanya. "Kamu masih suka sama Adam?" Yara menggeleng cepat. "Terus? Kenapa ngelamun jam segini? Ini udah hampir jam sepuluh." Aileen melihat jam dinding yang menempel di dinding dapur. Mamanya lah yang punya ide menempatkan jam dinding di dapur, katanya untuk memantau tingkat kematangan
Baca selengkapnya

12 Jodoh untuk Yara

Yara mulai melajukan mobilnya membelah jalanan ibu kota menuju apartemen Adam. Mamanya duduk di sampingnya dengan gelisah, memikirkan keadaan sahabatnya yang dikabarkan terkena kanker. Semula Yara bingung harus bagaimana membuat mamanya untuk tidak ikut mengantar Tante Desi. Karena itu, akhirnya Yara menelepon Tante Desi dan bercerita kalau mamanya ingin ikut. Pada akhirnya wanita yang jauh-jauh terbang dari Pontianak ke Jakarta demi berobat itu membiarkan Rhea--sahabatnya--untuk ikut menemaninya. "Ma ..., jangan cemas gitu, nanti mama bikin Tante Desi cemas juga." "Mama deg-degan." "Kita kan juga nggak tau keadaan Tante Desi yang sebenernya gimana, Ma." Mendengarkan ucapan anak bungsunya yang tiba-tiba bisa menjadi bijak di saat tertentu itu, membuat Rhea mencoba mengatur napasnya untuk menenangkan diri. "Orang seumuran mama papa ini, bisa tiba-tiba aja kena penyakit aneh-aneh, Ra. Kayak papamu kapan itu yang darah tinggi. Mama kadang takut k
Baca selengkapnya

13 Fakir Asmara

Yara berjalan bersisian dengan Adam sejak dari parkir mobil menuju ruang periksa, mengekori mamanya dan Tante Desi yang berjalan di depan. "Kamu marah sama aku?" tanya Adam dengan suara yang tidak terlalu keras karena sadar mereka sedang berada di rumah sakit. "Nggak!" jawab Yara sinis. "Trus kenapa tadi ngomongnya gitu?" "Gitu gimana?" "Ya nyolot gitu." "Aku nggak suka ya kamu sok-sokan nge-judge siapa yang cocok buatku." "Aku cuma ngomong pendapat pribadiku, ya maaf kalo kamu tersinggung." "Emang dari dulu tu kamu nggak pernah mikir perasaan orang, Dam." Yara melangkah lebih cepat, menyusul kedua wanita paruh baya yang berjalan beberapa langkah di depan mereka. "Kenapa sih dia? Lagi PMS?" Adam hanya bisa menggeleng pasrah dengan kelakuan Yara yang masih kekanakan. Apakah salah kalau ia mencoba menyampaikan pendapat pribadinya? Hanya pendapat. Toh kalo pada akhirnya Yara berkenalan dengan anak Tan
Baca selengkapnya

14 Kenalan Lama

"Kenapa lo? Muka dilipet aja kayak baru abis ditagih utang." "Sialan! Mana ada ceritanya anak Narendra Rafardhan Candra punya utang." Yara mengibaskan rambutnya dengan (sok) cantik. "Untung beneran tajir. Kalo cuma bacot doang, udah gue siram lo pake kopi panas." Yara mengabaikan ucapan Rian. Ia memilih meletakkan kepalanya di atas meja dengan beralaskan tangannya yang terlipat. "Pesenin gue yang enak-enak dong, Yan." Rian menghela napas pasrah melihat kelakuan sahabatnya. Ia terpaksa menyeret langkahnya menuju counter untuk memesankan minuman dan makanan ringan untuk Yara. "Lo beneran dari apartemen Adam, Ra?" tanya Rian. Meskipun ia tidak pernah sekelas dengan Adam, tapi tentu saja ia mengenalnya. Tidak ada seorang pun pacar Yara yang tidak dikenalkan Yara pada Rian. "Hmm," jawab Yara singkat. "Udah sering ke sana lo?" "Hmm." "Adam makin ganteng?" "Hmm." Yara langsung mengangkat kepalanya ketika menyad
Baca selengkapnya

15 Cuma Klien

"Kamu pengen ke mana dulu, Ra?" tanya Bisma yang tidak henti-hentinya tersenyum sejak mereka berangkat dari coffee shop miliknya hingga mereka tiba di mall. "Aku masih kenyang sih, Kak. Jadi jangan ke tempat makan ya. Selain itu, terserah Kak Bisma aja." "Tiket nonton udah pesen online dan masih lama ke waktu nonton. Hmm ... mau ke toko buku? Atau kamu mau beli sesuatu? Baju atau sepatu gitu?" Yara menimbang-nimbang sejenak. "Toko buku aja deh, Kak. Ada buku yang mau kubeli." Bisma mengangguk, setia berjalan di samping Yara tanpa melakukan kontak fisik seperti berusaha menggandengnya, karena kontak fisik yang tergesa, apalagi di pertemuan pertama seperti itu bisa dipastikan akan membuat Yara lari tunggang langgang darinya. "Kamu mau nyari buku apa?" "Komik Grey & Jingga." "Komik? Kamu bilang buku." "Lah emangnya komik bukan buku?" Bisma terkekeh. "Iya sih, komik ya buku. Komik lokal ya?' "Iya. Komiku
Baca selengkapnya

16 Pesta

“Kamu mau ke mana, Ra?” “Mau ke apartemen, Pa. Nanti malem aku pergi ke pesta temen ya, Pa,” pamit Yara. “Sama siapa?” “Sama … senior di kampus. Kebetulan baru ketemu minggu lalu, jadi sekarang keep contact. Lumayan nambah ilmu juga, Pa. Kan dia lulusan luar.” “Cowok?” Yara memutar bola matanya dengan malas. Kalau papanya sudah mulai menanyainya seperti ini pasti urusannya akan lama. Ini juga yang membuatnya menyewa apartemen berdua dengan Rian, yang hanya akan disambanginya di saat tertentu, seperti saat ini contohnya. Ketika ia akan pergi ke luar dengan seseorang berjenis kelamin laki-laki, Yara yang tidak ingin dijemput di rumah dan harus memperkenalkan lelaki itu ke semua keluarganya, memilih apartemen sebagai meeting point. Sementara Rian hanya akan menempati apartemen itu jika mendekati ujian dan butuh ketenangan. Mengambil kuliah jurusan kedokteran memang membuat sahabatnya itu mengenyam pendidikan yang jauh lebih lama d
Baca selengkapnya

17 Taruhan

Yara mencoba mengabaikan keberadaan Adam dan calon istrinya. Tujuannya hanya menemani Bisma. Jadi ia tidak perlu mencoba berbasa-basi lagi dengan Adam. "Ayo, Ra. Kukenalin sama temen-temenku," ajak Bisma. Yara mengangguk mengiakan. Teman-teman Bisma kemungkinan memiliki latar belakang pendidikan yang sama dengannya, jadi selain menambah teman, siapa tahu ia juga bisa menambah ilmu dan wawasannya. "Babe, kamu merhatiin dia banget sih!" ucap Lintang kesal. Sejak bertemu lagi di depan ballroom, mata Adam beberapa kali melirik ke arah Yara. "Nggak kok, perasaanmu aja. Orang aku lihatin kamu dari tadi, sama lihatin makanan apa yang kira-kira kamu suka." Lintang seketika tersipu. "Kukenalin ke temenku yang ulang tahun yuk. Dia temenku dari SMA. Trus kuliah di luar negeri. Walaupun jarang ketemu, tapi aku sama dia masih keep contact." Adam mengikuti langkah kekasih sekaligus calon istrinya itu, dan helaan napas kembali keluar dari bibirnya. K
Baca selengkapnya

18 Alasannya Melindungi Yara

Yara berdecak kesal, berusaha mengatur emosinya yang sudah naik sejak Adam menemuinya di lorong menuju toilet. Serius, sampai detik itu Yara masih belum paham, apa urusan Adam dengan kehidupannya. Yara berhak melakukan apa pun tanpa perlu direcoki olehnya yang hanya merupakan masa lalu. "Langsung pulang, Mbak Yara?" tanya orang suruhan papanya yang duduk di balik setir. Sementara seorang yang lain hanya melirik Yara melalui rear view mirror. "Iya lah, Pak. Mau ke mana lagi. Tolong bilangin supir yang standby di apartemen untuk pulang juga, Pak." Yara menghela napas lelah, tidak biasanya ia memerintah orang seperti itu. Tapi ia sudah terlalu malas, bahkan untuk mengetikkan pesan kepada supirnya. Sampai ponselnya bergetar berkali-kali pun masih diabaikannya. 'Paling papa atau Adam, biarin lah.' Baru setelah beberapa saat kemudian, getaran ponselnya tidak juga berhenti dan akhirnya Yara mengalah untuk mengecek siapa sang penelepon. "Astaga! Kak B
Baca selengkapnya

19 Pembalasan

Adam berjalan tergesa menuju restoran yang ada di Lantai 2, hotel tempatnya bekerja. Beberapa menit sebelumnya, ponselnya bergetar menandakan sebuah pesan masuk, dan ia langsung meneguk salivanya ketika membaca pesan itu. Papanya Yara: Adam, lagi sibuk nggak? Adam mengetik dengan cepat balasan untuk lelaki paruh baya yang sampai detik itu masih sangat diseganinya. Adam: Nggak terlalu om, ada apa ya om? Papanya Yara: Om baru kelar meeting di restoran hotel tempat kamu kerja Papanya Yara: Bisa temenin om makan siang? Adam: Ok om, saya ke sana sekarang Pasti ada hubungannya dengan dirinya yang memaksa Yara pulang malam sebelumnya. Tidak mungkin dengan iseng seorang Narendra Rafardhan Candra mengajak makan siang mantan pacar anaknya. Mudah untuk menemukan sosok lelaki paruh baya yang akan ditemuinya itu. Adam harus mengakui kalau postur tubuh dan sikap yang ditunjukkan lelaki itu memiliki kharisma yang sulit terelakkan.
Baca selengkapnya

20 Diary yang Terbuka

"Kenapa aku nggak tenang ya?" Adam mondar-mandir di dalam kamar apartemennya dengan gelisah. Ucapan Yara yang akan membalas kelakuan Bisma lah yang menjadi alasannya. Wanita itu, sepanjang pengetahuannya bisa melakukan hal-hal gila ketika ia merasa diusik. Kadang hal gila itu berakhir membahayakan bagi dirinya sendiri. Seperti ketika Yara dulu dirundung kakak kelasnya di SMA, Yara memilih diam. Namun entah bagaimana caranya, beberapa hari setelahnya Yara berhasil memacari satu per satu pacar atau incaran dari setiap kakak kelas yang merundungnya. Cara itu cukup berhasil mempecundangi kakak kelasnya, tapi kemudian Yara kesulitan sendiri saat akan menghempaskan para laki-laki yang sebenarnya ia pacari hanya untuk membalas dendam. Bagaimana kalau kali ini Yara menggunakan cara absurd lagi untuk membalas dendam? Karena rasa tidak tenangnya itu, Adam akhirnya menghubungi Yara. Panggilannya baru diangkat setelah dua kali ia mencoba. 'Dasar, sok sibu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
20
DMCA.com Protection Status