Beranda / Romansa / Partner In Crime / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Partner In Crime: Bab 1 - Bab 10

131 Bab

Pertemuan Mafia

Singapura, 28 Oktober 2031Di salah satu sudut tersembunyi di Singapura, kawasan yang terkenal dengan perkampungan kumuh di tengah daerah industri megah dan gedung pencakar langit. Di tempat itu terlaksana pertemuan rahasia antar pemimpin organisasi dunia gelap se-Asia Tenggara.Aku datang bersama dengan ajudanku, Reno Zagreb dan beberapa pengawal yang sengaja kubawa karena tingkat kerawanan daerah tersebut. Kupijakan kaki di tanah kotor, berlumpur dan tergenang tersebut dengan pasrah.“Seharusnya mereka sudah berada di sini, kan?” tanyaku.Reno yang berada di sampingku hanya bisa mengangguk tanpa mengucap sepatah kata pun. Kulihat waktu mulai bergulir dengan cepat dan belum ada satu kepala yang datang untuk menyambutku. Sungguh penghinaan yang besar!Aku melanjutkan langkahku menyusuri setiap gang sempit dan gelap di daerah tersebut. Sesekali pandanganku tidak bisa lepas dari bayang-bayang kehidupan suram warga yang menetap di
Baca selengkapnya

Pembunuhan anggota Dewan

***Pertemuan para pemimpin mafia se-Asia Tenggara itu berakhir ketika Pemimpin Perhimpunan Mafia Asia, Dong Yon Ji, pergi meninggalkan ruangan tersebut.Kuarahkan pandangan mata ini ke jam dinding besar yang berdetak dengan suara nyaring, waktu menunjukan pukul 7 malam waktu Singapura.Kaki ini langsung menopang tubuhku yang berdiri berbarengan dengan para pemimpin lain. Nyonya Missa sedari tadi terus saja melirikku dengan tatapan vulgarnya, kurasa ia terus melakukannya ketika Dong sedang berbicara selama pertemuan.“Apa kita akan pergi malam ini atau besok saja, Tuan Revan?” tanya Reno.Ia berjalan dan berdiri tepat di sampingku. Aku masih memerhatikan gerak dari Nyonya Missa yang sungguh menggoda batin. Harus kuakui dia memang wanita menarik, tapi kepribadiannya membuatku muak melihatnya.“Apa aku mengganggumu, Tuan Revan?” tanya Reno, wajahnya menyadariku yang sedari tadi terus menatap Nyonya Missa.“
Baca selengkapnya

Eksekutif

Landing di Bandara Soekarno-Hatta. Beberapa orang berpakaian bebas mendatangiku yang baru saja keluar dari garbarata. Mereka semua menundukan kepalanya ketika aku memandang satu persatu wajah dari mereka. Seorang wanita datang memberikan laporan terbaru selama aku tidak berada di Indonesia. Aku bisa melihat hasil dari laporan tersebut, saham yang dimiliki oleh beberapa petinggi Cincin Hitam jatuh dengan drastis. Kuduga ini pasti akan terjadi, karena kejadian pembunuhan yang menimpa Anggota Dewan Lukman sangat mempengaruhi harga saham. Kubanting dokumen tersebut dengan kesal, kuperhatikan wajah seluruh orang di depanku, mereka tidak bisa berkata apa-apa selain diam dan mematung. Kupijat pelipis kanan seraya memejamkan mata, “Sudahlah, biar aku yang memikirkannya nanti. Kalian boleh pergi.” Mereka dengan sigap langsung membalikan badan, berjalan meninggalkanku dan dua orang di sampingku. “Siapa sebenarnya yang bermain-main denga
Baca selengkapnya

Hukuman

***Pertemuan dengan eksekutif selesai. Aku mencatat banyak perubahan yang terjadi dan menyepakatinya, salah satu perubahan tersebut adalah penggabungan beberapa saham agar nilainya tetap stabil.Kurapikan kembali berkas yang tadi digunakan dan memberikan semuanya kepada Violet. Wanita itu dengan senang hati menerima berkas tersebut dan membawanya ke ruang kerja dirinya.Terbesit dalam pikiranku tentang wanita yang kuhukum siang tadi. Ia kusuruh untuk menunggu di ruanganku, semoga saja dia terus merenungi kesalahan-kesalahan yang ia perbuat.“Bagaimana kabar anak dari Tuan Lee? Apa dia mengeluh sesuatu?” tanyaku kepad Reno.“Tidak, Tuan. Terakhir kuperiksa, dia tengah terdiam sambil terus menundukan kepalanya. Sepertinya dia begitu bersalah atas apa yang ia lakukan," ucap Reno yang masih berada di sampingku.“Iya, ini belum seberapa jika aku berniat menghukum wanita itu lebih jauh. Baiklah, aku akan pergi menemuinya,&
Baca selengkapnya

Baku tembak

Pelayan hotel datang sesuai dengan permintaanku. Ia membawa pakaian staf dan resepsionis dengan harapan pakaian ini bisa mengelabui para polisi yang mengejar.Kedua orang di belakangku masih terduduk dengan bingung di atas kasur, mereka menutup tubuh toples mereka dengan selimut tebal kasur tersebut.“Terima kasih, berkat kalian kita tertolong,” ucapku, mereka memiringkan kepala dan memandangku dengan tatapan aneh.Segera kuajak wanita di sampingku, Gisele, keluar dari ruang tersebut. Kulihat di persimpangan depanku, beberapa polisi dengan pelindung tubuh dan senjata laras panjang menatapku dengan ramah.Untungnya mereka tidak tahu identitasku yang sebenarnya siapa. Mereka bisa bersikap baik karena mereka melihat aku hanya staf dan Gisele hanya seorang resepsionis.Ia berhenti di depan kami dan menatapku dengan tajam, “Apa kamu melihat seseorang yang turun dari lantai atas itu?”Ia menunjukan jari telunjuk kearah lang
Baca selengkapnya

Suasana Pengasingan

*** Setelah situasi dirasa cukup kondusif. Aku berpamitan dan tak lupa berterima kasih pada keramahan pemilik rumah yang telah menerimaku. Mereka hanya terdiam dengan wajah yang kaget, itu terjadi setelah aku menjelaskan apa yang terjadi belakangan ini pada organisasi Cincin Hitam. Tanpa sepatah kata pun, mereka membiarkanku pergi dan segera menutup pintu rumah mereka rapat-rapat. Aku menyadari sikap mereka, sudah cukup buruk tinggal dan hidup di tempat kumuh seperti ini, mereka enggan berurusan dengan polisi terkait diriku. Aku berjalan sempoyongan, seragam staf hotelku lusuh. Ini diakibatkan pertempuran dengan polisi yang banyak membuatku kerepotan. Malam hari semakin gelap dan dinginnya malam semakin terasa menyeruak masuk ke setiap rongga tubuhku. “Akh … aku sangat lelah,” keluhku. Kususuri setiap jalan di daerah tersebut, hanya ada satu tempat yang bisa aku tuju, persembunyianku di rumah kecil. Di sana biasanya Tiara sudah
Baca selengkapnya

Kesaksian dari sang Anak

*** Setelah mendengarkan penjelasan dari mereka, aku mulai memfokuskan agenda hari ini untuk mengunjungi beberapa orang, salah satunya Lucas, anak dari Anggota Dewan Luqman. Kuraih pakaian sederhana di dalam lemari kayu, sebuah setelan sweater berwarna abu dengan celana jeans hitam, ditambah topi dan kaca mata membuatku seolah-olah bertransformasi menjadi orang yang berbeda. Aku dengan Lucas sudah beberapa kali bertemu di berbagai kesempatan, umurnya yang tidak terpaut terlalu jauh denganku membuat perbincangan kami terasa mengalir layaknya anak muda. Kini, fasilitas seperti mobil, penjagaan, dan senjata tidak kumiliki. Semuanya aku tinggalkan agar identitasku tidak diketahui dengan mudah oleh kepolisian, hal yang sama juga kuperintahkan kepada seluruh jajaranku di Cincin Hitam. Setelah dirasa semua rapi, kulangkahkan kaki ini menjauhi kamar dan membuka pintu rumah sederhana tersebut. Cuaca di siang hari itu begitu terik, bahkan panas
Baca selengkapnya

Identitas

Tak kuduga kalau Tiara akan berpapasan denganku di rumah Luqman. Ia tengah berjongkok di depan noda darah seraya memegang sebuah plastik dengan tangan yang terbalut sarung tangan plastik berwarna putih.Ia seketika menghentikan aktivitas pemeriksaan itu dan berjalan dengan lenggang melewati garis polisi menghampiriku. Aku sama sekali tidak menemukan raut kecurigaan dari Tiara, ia bersikap ramah layaknya seorang kekasih menyapa pasangannya.“Kukira kamu pergi bekerja, Revan. Apa kamu sedang mengunjungi Lucas?” tanya Tiara, ia tersenyum membuat hatiku cukup lega.“Iya, aku sedang istirahat makan siang, karena lokasi yang berdekatan, aku sekalian mampir ke rumahnya,” ucapku.Baik Lucas atau Tiara tidak ada yang mengetahui identitasku yang sebenarnya. Mereka hanya mengetahui kalau aku adalah pekerja kantoran yang mendapatkan gaji standar UMR.Tiara juga tidak berniat mengulik kehidupanku lebih jauh, karena kita berpegang teguh p
Baca selengkapnya

Informasi terbaru

Pria misterius itu masih berdiri di depanku, memegangi revolver yang tampak begitu nyata dan menatapku tajam. Reno dan Violet berada di belakang mengawasi dengan seksama.“Ikutlah denganku, kita bicara di pojok ruangan sebelah sana,” pinta pria tersebut.Aku mengangguk, kulangkahkan kaki ini bersamaan dengan pria itu yang mulai pergi. Tak hanya dia, hampir setengah dari pengunjung kedai kecil itu tampak misterius, mereka menatapku dan tak sedikit yang berdiskusi.“Apa kalian lakukan di sini sebenarnya?” tanyaku.Pria itu berhenti, ia segera mengeluarkan revolver dari dalam saku celana dan menodongkan benda itu tepat di depan dahiku.“SIALAN KAU!”“Jika kau maju, kepala bosmu akan berlubang saat ini juga,” ujar pria tersebut.Aku menyadari, mereka tidak bisa bertindak gegabah saat ini, semua yang mereka lakukan bisa menyebabkan nyawaku hilang di tangan para sialan ini.Namun, dari
Baca selengkapnya

Momen Berdua

Seperti dugaanku, ketika mobil kami sampai di depan rumah kepala kepolisian. Tampak kosong dan sepi penghuni, hanya ada beberapa orang yang berjaga seperti petugas keamanan.“Sepertinya mereka sedang tidak ada di sini,” ucap Reno.Aku mengangguk, ingin sekali aku melabrak dan menanyakan tentang semua yang tidak kuketahui padanya. Namun, aku juga tidak bisa terus berdiam diri di sini dengan harapan kedatangan kepala Kepolisian dengan segera.Kulirik jam tangan di tanganku, waktu sudah menunjukan pukul lima sore. Sudah waktunya aku pulang ke kontrakan kumuh nan kecil di pinggiran kota, begitu juga dengan Reno dan Violet yang pasti mempunyai kehidupannya sendiri.“Kita lanjutkan besok hari, sebaiknya kalian berdua beristirahat,” ucapku.Mereka mengangguk, apa pun yang keluar dari mulutku selalu mereka patuhi, meski pun perintah itu buruk bagi mereka. Kesetiaan kedua orang itu tak perlu diragukan lagi, mereka masih berutang budi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status