Share

Eksekutif

Author: Rafaiir
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Landing di Bandara Soekarno-Hatta. Beberapa orang berpakaian bebas mendatangiku yang baru saja keluar dari garbarata.

Mereka semua menundukan kepalanya ketika aku memandang satu persatu wajah dari mereka. Seorang wanita datang memberikan laporan terbaru selama aku tidak berada di Indonesia.

Aku bisa melihat hasil dari laporan tersebut, saham yang dimiliki oleh beberapa petinggi Cincin Hitam jatuh dengan drastis. Kuduga ini pasti akan terjadi, karena kejadian pembunuhan yang menimpa Anggota Dewan Lukman sangat mempengaruhi harga saham.

Kubanting dokumen tersebut dengan kesal, kuperhatikan wajah seluruh orang di depanku, mereka tidak bisa berkata apa-apa selain diam dan mematung.

Kupijat pelipis kanan seraya memejamkan mata, “Sudahlah, biar aku yang memikirkannya nanti. Kalian boleh pergi.”

Mereka dengan sigap langsung membalikan badan, berjalan meninggalkanku dan dua orang di sampingku.

“Siapa sebenarnya yang bermain-main dengan kita, Tuan Revan?” tanya Reno.

“Entahlah. Namun, melihat dampak yang ditimbulkan, bukan organisasi rendahan yang mampu melakukan ini.”

Kuraih kembali laporan yang tergeletak di atas lantai bandara, tidak etis apa yang sudah kulakukan dengan membanting dokumen yang susah-susah dibuat oleh wanita tersebut.

“Maafkan aku, tadi aku hanya kesal saja,” tuturku.

Wanita itu meraihnya seraya tersenyum, kedua mata wanita itu memandangku dengan tatapan yang berbeda. Aku sama sekali tidak tahu arti dari tatapan tersebut.

Tapi setidaknya aku bisa melihat wanita itu berpamitan dan meninggalkan kami dengan sebuah senyuman. Kuajak Reno untuk bergegas menuju markas besar Cincin Hitam, mendiskusikan isu yang terjadi dengan para petinggi di sana.

“Aku tidak pernah melihat sikap hangatmu seperti tadi. Apa perempuan itu spesial bagimu, Tuan Revan?” tanya Reno.

Ia berada di juru kemudi, membawaku menuju tempat pertemuan dengan para eksekutif. Aku berencana melakukan inspeksi terhadap seluruh anggota dan mencoba mencari tahu siapa pelaku pembunuhan.

“Tidak ada yang spesial darinya,” ucapku singkat.

Sampailah kami di depan gedung besar berwarna hitam dengan dekorasi vintage. Terpampang jelas papan nama di depan gedung tersebut bertuliskan Hotel Viscara, sengaja kugunakan tempat ini sebagai hotel agar tidak terlalu mencurigakan bagi para penegak hukum.

Kulihat mobil mewah dari para eksekutif sudah terparkir, aku hanya tertawa melihat selera mereka yang begitu norak dalam memilih warna mobil.

Mobilku terparkir, langsung kulangkahkan kakiku keluar dan berjalan menuju lobby hotel. Seorang wanita beradu pandangan denganku dan benar seperti yang kuduga, dirinya begitu kikuk dan gugup.

Wajar saja bagiku, karena dia tengah berhadapan dengan sang pemilik hotel ini sekaligus pemimpin mafia Cincin Hitam, aku sendiri.

Kulihat tangan wanita itu bergetar ketika memberikan sebuah dokumen kepadaku, ingin kutertawa kencang, tapi banyak orang yang tengah check in di tempat tersebut, aku lebih memilih menjaga image wanita itu daripada menuruti sifat burukku.

“Mereka sudah kumpul?” tanyaku seraya membuka dokumen.

“Ada beberapa sudah. Namun, Tuan Lee tidak bisa datang karena dia sedang sakit,” ungkap resepsionis tersebut.

Aku tidak masalah dengan Lee, lagi pula dia hanya pegang tidak lebih dari dua saham. Namun, pertemuan ini penting bagiku untuk menjelaskan kalau Cincin Hitam tidak ada kaitannya dengan pembunuhan Anggota Dewan Lukman.

“Hmm … yasudah aku akan meneleponnya nanti,” ungkapku.

Ketika hendak beranjak menuju elevator, langkahku terhenti oleh panggilan resepsionis tersebut. Wanita itu mengatakan kalau ada yang datang mewakili Lee di pertemuan nanti.

“Oh benarkah? Di mana dia?”

“Nona….”

Kulihat wanita itu keluar dari belakang meja lobby dan berjalan menuju salah satu wanita yang tengah duduk di atas sofa. Letak yang jauh dariku membuat mata ini tak bisa melihat wajahnya dengan jelas.

“Siapa dia?” tanyaku kepada Reno.

“Saya tidak tahu, Tuan. Namun, sepertinya dia masih satu keluarga dengan Lee,” ungkap Reno.

Wanita itu mulai berjalan cepat menghampiriku, wajahnya tiba-tiba mengkerut ketika memandangku, sekilas ia mengingatkanku pada wanita mabuk di pesawat, malam tadi.

“Tunggu, kamu siapanya Lee?” tanyaku kaget.

Wajah wanita yang sudah berada di dekatku terlihat jelas. Ternyata benar, dia adalah wanita mabuk yang ada di pesawat.

“Aku anaknya, lagipula kenapa kamu di sini? Apa kamu berencana untuk menguntitku, hah?!” bentak wanita tersebut.

Sikap dan perilakunya sama kasar saat pertama kali bertemu, ingin kubentak dan kumarahi habis-habisan dia karena sudah dua kali menghinaku. Namun, tangan Reno mencegah dan mengajakku untuk segera naik.

“Kalau kau tidak suka, jangan satu lift denganku!” bentakku.

Di dalam elevator tersebut, hanya ada kami bertiga, aku, Reno, dan wanita tersebut. Usia wanita pemarah itu kutaksir berada dikisaran 22-23 tahun, itu dikarenakan wajah dan tubuhnya masih terbilang muda layaknya seorang remaja.

“Yaampun, kamu pasti hanya seorang anggota rendahan, kan?! Jangan berani memerintahku yang datang sebagai eksekutif!” ketus wanita tersebut.

“Lagian aku juga sudah jijik dan enggan bertemu denganmu lagi. Semalam apa yang kau lakukan padaku ketika aku tertidur? Pasti pria mesum sepertimu berusaha untuk memerkosaku, kan?!” sambung wanita itu lagi, ucapannya jauh lebih pedas dan menyakitkan dari apa yang kuduga.

Tanganku mengepal erat, kedua pandanganku terus menatapnya dengan penuh emosi. Namun, Reno terus memegangi pundak dan bahuku, sehingga aku tak leluasa untuk menghampiri dan menghardik wanita tersebut.

“Tenanglah, ada masanya nanti dia akan diam sendiri melihatmu,” ucap Reno pelan di telingaku.

Benar juga apa yang ia katakan, dia sama sekali belum tahu siapa aku. Akan sangat menyenangkan jika aku bisa menyiksanya dengan label pemimpin mafia tepat di depannya nanti. Haha! Aku sangat menantikannya, sialan.

Pintu elevator terbuka, wanita itu dengan cepat langsung melangkah menjauhiku dan Reno yang masih terdiam di dalam lift. Wanita itu sangat angkuh sebagai perwakilan Lee di pertemuan ini, akan kubuat dia tersiksa ketika bertemu nanti.

“Di mana Violet?” tanyaku kepada salah satu staf kebersihan yang kebetulan melintas.

“Nona Violet sedang turun mengambil sesuatu, Tuan.” Pria tersebut langsung pergi setelah memberitahu lokasi wanita tersebut.

Mau tidak mau, aku harus menunggu di atas kursi di depan ruang wanita yang tengah kutunggu. Sudah berlalu 15 menit, aku belum melihat batang hidungnya sama sekali.

“Sedang apa dia? Apa ada sesuatu yang menarik di lantai bawah?” tanyaku kepada Reno.

“Tidak ada kurasa. Mesin permainan kita juga sedang diperbaiki, mungkin dia sedang mengambil secangkir kopi,” tutur Reno.

“Mengambil kopi dengan turun dari lantai 30? Sangat tidak masuk akal sekali, Reno. Sangat tidak masuk akal,” ungkapku.

Ia hanya bisa terdiam. Tak lama setelah itu, pintu elevator terbuka dan kulihat wanita itu datang bersama dengan seorang pria yang hanya bertelanjang dada. Tentu saja aku terkejut dengan keadaan tersebut.

“T-Tuan Revan…? Sejak kapan anda kembali ke sini?” tanya Violet.

Aku bisa melihat, kepanikan dari wanita itu yang terciduk membawa seorang pria ke lantai atas. Lantai 30 yang terbilang penting dan rahasia bagi umum.

Kulihat pria itu kembali masuk elevator dan turun ke lantai bawah. Kupandangi wajah Violet dengan tatapan tajam, kenapa anggotaku semuanya tidak ada yang waras?

“Apa yang kau lakukan, Violet?” tanyaku, tegas.

“Dia … tadi membantuku membawa dokumen, bajunya basah karena terjatuh di lantai jadi aku mengajaknya ke atas untuk mengambil baju lain,” ungkap Violet, matanya menatap langit-langit seraya tersenyum kecil.

“Aku tidak punya waktu untuk ocehanmu. Sekarang pertemuan akan berlangsung, apa kau sudah menyiapkan semuanya?” tanyaku.

“Sudah, aku sudah menyiapkannya. Kapan kau akan memulai pertemuan?” tanya Violet.

“30 menit lagi, bawa dan simpan di ruang eksekutif. Aku tunggu di sana.”

Segera kualihkan pandanganku menuju ruang pertemuan, tempat para eksekutif akan berdiskusi jika terjadi sesuatu yang gawat. Salah satunya adalah persoalan tentang saham dan pembunuhan Anggota Dewan Lukman.

Kubuka pintu tersebut dan seluruh orang di ruang tersebut sontak berdiri dengan sigap. Sangat menyenangkan sekali mereka menganggap dan menghargaiku, kulangkahkan kaki-kaki ini menuju kursiku yang berada di ujung ruangan tepat di tengah meja lonjong tersebut.

Ruangan sangat luas dan sejuk, seluruh interior sengaja kubuat hitam untuk menampilkan kesan keseriusan dan dewasa. Mataku menemukan seorang wanita muda yang tersentak kaget, ia duduk dan menatapku dengan tatapan yang membelalak, jackpot!

“Baiklah, pertemuan eksekutif ini akan saya mulai. Silakan kalian keluarkan seluruh data yang telah disiapkan,” ungkapku dengan tegas.

Sesuai perintah, hampir ke-25 orang eksekutif tersebut mengeluarkan data dan dokumen yang mereka bawa. Hanya ada seorang yang tidak mengeluarkannya, dialah wanita angkuh yang menghardikku habis-habisan di elevator.

“Apa Lee tidak memberitahumu?”

“Ayah … Lee tidak memberitahuku kalau ada dokumen yang perlu disiapkan,” ucapnya lirih, wanita itu berdiri dari atas kursi dan terus menundukan kepala.

“Oh begitu, yah?”

“Baiklah. Kemari, Gadis kecil!” pintaku sambil melambaikan tangan padanya.

Dengan langkah pelan, ia berjalan menaiki tangga dan berdiri tepat di sampingku. Bisa kulihat rona pipinya yang memerah, matanya terpejam, dan seperti dugaanku. Dia hanya pandai berbual, tak pandai bertindak.

“Kuberi kau dua pilihan, kau yang akan dihukum atau ayahmu? Pilih mana!” tegasku.

Karena suasana yang cukup sunyi, membuat suaraku yang tak terlalu keras bisa menggema di ruang tersebut. Violet datang membuka pintu dan memberikan beberapa dokumen yang tadi kuminta.

“Kalau begitu aku saja. Ayahku sedang sakit … aku tidak ingin merepotkannya,” ungkap wanita tersebut.

“Tuan Revan, Anda terlalu—”

“Kalau begitu keluar dari ruang ini, dan tunggu di ruanganku!” bentakku.

Ia segera berjalan menjauh dengan tangisan yang keluar dari wajahnya, aku memang tidak tega jika harus memarahi wanita semuda dirinya. Namun, ini penting untuk sikap dan perilakunya di masa depan.

“Apa anda yakin akan melakukan ini, Tuan Revan?” tanya Reno.

“Iya, dia perlu diajari tata krama.”

Related chapters

  • Partner In Crime   Hukuman

    ***Pertemuan dengan eksekutif selesai. Aku mencatat banyak perubahan yang terjadi dan menyepakatinya, salah satu perubahan tersebut adalah penggabungan beberapa saham agar nilainya tetap stabil.Kurapikan kembali berkas yang tadi digunakan dan memberikan semuanya kepada Violet. Wanita itu dengan senang hati menerima berkas tersebut dan membawanya ke ruang kerja dirinya.Terbesit dalam pikiranku tentang wanita yang kuhukum siang tadi. Ia kusuruh untuk menunggu di ruanganku, semoga saja dia terus merenungi kesalahan-kesalahan yang ia perbuat.“Bagaimana kabar anak dari Tuan Lee? Apa dia mengeluh sesuatu?” tanyaku kepad Reno.“Tidak, Tuan. Terakhir kuperiksa, dia tengah terdiam sambil terus menundukan kepalanya. Sepertinya dia begitu bersalah atas apa yang ia lakukan," ucap Reno yang masih berada di sampingku.“Iya, ini belum seberapa jika aku berniat menghukum wanita itu lebih jauh. Baiklah, aku akan pergi menemuinya,&

  • Partner In Crime   Baku tembak

    Pelayan hotel datang sesuai dengan permintaanku. Ia membawa pakaian staf dan resepsionis dengan harapan pakaian ini bisa mengelabui para polisi yang mengejar.Kedua orang di belakangku masih terduduk dengan bingung di atas kasur, mereka menutup tubuh toples mereka dengan selimut tebal kasur tersebut.“Terima kasih, berkat kalian kita tertolong,” ucapku, mereka memiringkan kepala dan memandangku dengan tatapan aneh.Segera kuajak wanita di sampingku, Gisele, keluar dari ruang tersebut. Kulihat di persimpangan depanku, beberapa polisi dengan pelindung tubuh dan senjata laras panjang menatapku dengan ramah.Untungnya mereka tidak tahu identitasku yang sebenarnya siapa. Mereka bisa bersikap baik karena mereka melihat aku hanya staf dan Gisele hanya seorang resepsionis.Ia berhenti di depan kami dan menatapku dengan tajam, “Apa kamu melihat seseorang yang turun dari lantai atas itu?”Ia menunjukan jari telunjuk kearah lang

  • Partner In Crime   Suasana Pengasingan

    *** Setelah situasi dirasa cukup kondusif. Aku berpamitan dan tak lupa berterima kasih pada keramahan pemilik rumah yang telah menerimaku. Mereka hanya terdiam dengan wajah yang kaget, itu terjadi setelah aku menjelaskan apa yang terjadi belakangan ini pada organisasi Cincin Hitam. Tanpa sepatah kata pun, mereka membiarkanku pergi dan segera menutup pintu rumah mereka rapat-rapat. Aku menyadari sikap mereka, sudah cukup buruk tinggal dan hidup di tempat kumuh seperti ini, mereka enggan berurusan dengan polisi terkait diriku. Aku berjalan sempoyongan, seragam staf hotelku lusuh. Ini diakibatkan pertempuran dengan polisi yang banyak membuatku kerepotan. Malam hari semakin gelap dan dinginnya malam semakin terasa menyeruak masuk ke setiap rongga tubuhku. “Akh … aku sangat lelah,” keluhku. Kususuri setiap jalan di daerah tersebut, hanya ada satu tempat yang bisa aku tuju, persembunyianku di rumah kecil. Di sana biasanya Tiara sudah

  • Partner In Crime   Kesaksian dari sang Anak

    *** Setelah mendengarkan penjelasan dari mereka, aku mulai memfokuskan agenda hari ini untuk mengunjungi beberapa orang, salah satunya Lucas, anak dari Anggota Dewan Luqman. Kuraih pakaian sederhana di dalam lemari kayu, sebuah setelan sweater berwarna abu dengan celana jeans hitam, ditambah topi dan kaca mata membuatku seolah-olah bertransformasi menjadi orang yang berbeda. Aku dengan Lucas sudah beberapa kali bertemu di berbagai kesempatan, umurnya yang tidak terpaut terlalu jauh denganku membuat perbincangan kami terasa mengalir layaknya anak muda. Kini, fasilitas seperti mobil, penjagaan, dan senjata tidak kumiliki. Semuanya aku tinggalkan agar identitasku tidak diketahui dengan mudah oleh kepolisian, hal yang sama juga kuperintahkan kepada seluruh jajaranku di Cincin Hitam. Setelah dirasa semua rapi, kulangkahkan kaki ini menjauhi kamar dan membuka pintu rumah sederhana tersebut. Cuaca di siang hari itu begitu terik, bahkan panas

  • Partner In Crime   Identitas

    Tak kuduga kalau Tiara akan berpapasan denganku di rumah Luqman. Ia tengah berjongkok di depan noda darah seraya memegang sebuah plastik dengan tangan yang terbalut sarung tangan plastik berwarna putih.Ia seketika menghentikan aktivitas pemeriksaan itu dan berjalan dengan lenggang melewati garis polisi menghampiriku. Aku sama sekali tidak menemukan raut kecurigaan dari Tiara, ia bersikap ramah layaknya seorang kekasih menyapa pasangannya.“Kukira kamu pergi bekerja, Revan. Apa kamu sedang mengunjungi Lucas?” tanya Tiara, ia tersenyum membuat hatiku cukup lega.“Iya, aku sedang istirahat makan siang, karena lokasi yang berdekatan, aku sekalian mampir ke rumahnya,” ucapku.Baik Lucas atau Tiara tidak ada yang mengetahui identitasku yang sebenarnya. Mereka hanya mengetahui kalau aku adalah pekerja kantoran yang mendapatkan gaji standar UMR.Tiara juga tidak berniat mengulik kehidupanku lebih jauh, karena kita berpegang teguh p

  • Partner In Crime   Informasi terbaru

    Pria misterius itu masih berdiri di depanku, memegangi revolver yang tampak begitu nyata dan menatapku tajam. Reno dan Violet berada di belakang mengawasi dengan seksama.“Ikutlah denganku, kita bicara di pojok ruangan sebelah sana,” pinta pria tersebut.Aku mengangguk, kulangkahkan kaki ini bersamaan dengan pria itu yang mulai pergi. Tak hanya dia, hampir setengah dari pengunjung kedai kecil itu tampak misterius, mereka menatapku dan tak sedikit yang berdiskusi.“Apa kalian lakukan di sini sebenarnya?” tanyaku.Pria itu berhenti, ia segera mengeluarkan revolver dari dalam saku celana dan menodongkan benda itu tepat di depan dahiku.“SIALAN KAU!”“Jika kau maju, kepala bosmu akan berlubang saat ini juga,” ujar pria tersebut.Aku menyadari, mereka tidak bisa bertindak gegabah saat ini, semua yang mereka lakukan bisa menyebabkan nyawaku hilang di tangan para sialan ini.Namun, dari

  • Partner In Crime   Momen Berdua

    Seperti dugaanku, ketika mobil kami sampai di depan rumah kepala kepolisian. Tampak kosong dan sepi penghuni, hanya ada beberapa orang yang berjaga seperti petugas keamanan.“Sepertinya mereka sedang tidak ada di sini,” ucap Reno.Aku mengangguk, ingin sekali aku melabrak dan menanyakan tentang semua yang tidak kuketahui padanya. Namun, aku juga tidak bisa terus berdiam diri di sini dengan harapan kedatangan kepala Kepolisian dengan segera.Kulirik jam tangan di tanganku, waktu sudah menunjukan pukul lima sore. Sudah waktunya aku pulang ke kontrakan kumuh nan kecil di pinggiran kota, begitu juga dengan Reno dan Violet yang pasti mempunyai kehidupannya sendiri.“Kita lanjutkan besok hari, sebaiknya kalian berdua beristirahat,” ucapku.Mereka mengangguk, apa pun yang keluar dari mulutku selalu mereka patuhi, meski pun perintah itu buruk bagi mereka. Kesetiaan kedua orang itu tak perlu diragukan lagi, mereka masih berutang budi

  • Partner In Crime   Pendanaan Terlarang

    ***Violet, ia datang melihatku bangun tanpa sehelai benang apa pun yang menempel. Wanita maniak pria atletis itu pasti sangat berhasrat ketika melihat tubuhku yang ia dambakan sejak lama.“Aku … biasa tidur dengan bertelanjang,” ucapku.“Oh apa itu kebiasaan atau memang suhu di ruangan ini cukup panas?” tanya Violet.Aku bangkit dari atas kasur dan memakai celana dalam dan celana pendek untuk menutupi daerah privasiku. Violet masih menunggu di ruang tengah dengan kedua lirikan mata yang masih memandang ke arah tonjolan di antara selangkanganku.“Apa kamu mau aku membantumu?” tanya Violet, dengan wajah malu-malu menunjuk kearah selangkanganku.“Tidak perlu. Apa ada urusan penting sampai kamu datang kemari?” tanyaku.“Oh iya, Aku datang ingin membawakanmu dokumen terkait identitas dari Budi. Ada beberapa hal yang mungkin bisa kamu lihat di dalamnya,” ucap Violet sambil

Latest chapter

  • Partner In Crime   Tentang PARTNER IN CRIME

    Kamis, 21 Oktober 2021 Setelah menghabiskan kurang lebih lima bulan menulis –terkendala tugas perkuliahan dan sebagainya. Serial PARTNER IN CRIME resmi tamat kemarin malam, rasanya begitu lega dan menyenangkan bisa memberikan hasil akhir yang sesuai dengan keinginanku. Namun, cerita ini masih menyimpan beberapa kekurangan dan plothole di berbagai sisi. Oleh karena itu, penulis meminta maaf sebesar-besarnya jika ada cerita atau scene yang tidak dijelaskan secara detail. Tentu hal ini berkaitan dengan alur cerita agar tidak melenceng dan tetap di jalur utama kisah Revan dan Tiara. Dasar dari ide saya membuat cerita perselisihan ditambah dengan romansa antara Mafia dan Polisi tak lain adalah nuansa yang baru, menciptakan kisah baru yang segar dan anti mainstream di kalangan pembaca yang banyak didominasi oleh cerita-cerita CEO, silat, dan sebagainya. Saya memang tipikal orang yang menyukai perbedaan dalam suatu perkumpulan, platform membaca online adalah perkum

  • Partner In Crime   Lembar baru kehidupan

    *** Satu minggu kemudian Pergantian kepemimpinan di Cincin Hitam terjadi. Tanpa hadirnya aku, dewan komite yang sudah kubentuk mengesahkan Violet sebagai penerus organisasi Cincin Hitam yang terselubung sebagai organisasi masyarakat pembela rakyat kecil. Mereka katanya menyambut dengan baik pergantian kepemimpinan tersebut, bersuka cita dan membuat pesta meriah untuk merayakannya. Itulah yang kudengar dari Nathan yang belakangan sering mengunjungiku, lebih sering ketimbang Violet. “Baguslah. Keadaan pemerintah juga semakin membaik, meski Yudha tidak naik menjadi Plt Presiden, tetapi ia tetap memegang kendali parlemen menggantikan Stefano,” balasku. Perkembangan tubuhku semakin membaik dari hari ke hari, Dokter sudah memperbolehkanku makan-makanan keras dengan syarat harus dikunyah secara halus. Bahkan dengan kondisiku yang seperti ini, dalam beberapa hari ke depan aku mungkin diperbolehkan untuk pulang. Pagi itu, udara hangat m

  • Partner In Crime   Ketulusan untuk melepas

    ***Sudah dua hari aku terbaring di kasur rumah sakit. Dokter yang memeriksaku sudah melakukan CT-scan dan mendapatkan hasil yang sesuai dengan perkiraan dokter pribadi yang kupanggil tempo hari.Tukak lambung, penyakit yang terjadi karena adanya infeksi di dinding lambung akibat bakteri. Ia menjelaskan penyebab terjadinya penyakit tersebut, salah satunya adalah konsumsi minuman beralkohol.Aku sadar. Belakangan ini, aku banyak minum-minuman beralkohol, aku kira aku baik-baik saja hingga kejadian ini terjadi.Untuk menjaga kesehatanku agar semakin membaik, Violet terus menemaniku di ruang perawatan ini, terkadang Nathan yang berjaga menggantikannya.“Parlemen sedang sibuk-sibuknya saat ini,” ucapku tatkala melihat pemberitaan di tv yang banyak mengulas seputar penunjukan Presiden pengganti David.Hingga saat ini, mereka masih belum menemukan keberadaan pria tua itu. Jika pun mereka berhasil, mereka hanya akan menemukan jasadnya y

  • Partner In Crime   Kesehatan yang memburuk

    “Mengorbankan hidup kalian untuk orang lain? Apa semudah itu kalian menyerahkan nyawa pemberian dari tuhan?!” bentakku.Aku benar-benar marah saat ini, tak hanya keluarga David tetapi Tiara juga ikut memohon ampun untuk nyawa pria tua penjahat tersebut.Aku berpikir, apa bagusnya dia dibandingkan dengan nyawanya? Dia juga tidak akan mengingat Tiara yang sudah menyelamatkan nyawanya.Sungguh sia-sia.Tiba-tiba kepalaku begitu pusing, telingaku berdengung dan pandanganku mulai berat. Tanganku bertumpu pada sudut meja untuk menahan agar badanku tidak ikut terjatuh.Sontak aku melepaskan senapan dari genggamanku dan langsung diraih oleh Tiara, wanita yang tadi memohon ampun kepadaku, kini berbalik mengacungkan senapannya padaku, mengancamku atas kejahatan yang jauh lebih banyak dibandingkan David.“Semua kejahatan di negeri ini berawal darimu. Aku tidak akan keberatan membunuhmu saat ini juga,” ancam Tiara.Wanita

  • Partner In Crime   Ampunan

    “Kenapa aku harus pergi dari sini?” tanya David, bingung.“Aku tidak ingin orang-orang mengira kamu masih hidup. Aku akan memalsukan kematianmu dan kamu bebas hidup dengan identitas yang baru,” balasku. David terdiam mendengar penjelasanku, hanya itu satu-satunya pilihan yang kuberikan padanya jika dia ingin tetap hidup.Aku ajak dirinya keluar dari ruang tersebut dan berjalan menuju meja makan yang berada di lantai dasar. Namun, ketika hendak menuruni tangga, ia menolak ajakanku dan meminta waktu untuk memikirkan itu sendiri.Itu yang ia pinta dan aku menghargai keputusannya, lagi pula aku juga banyak berterima kasih atas pengakuannya di siaran tadi, tidak banyak orang berani yang mampu melakukan dan mengakui kesalahannya sendiri.Ia berjalan ditemani seorang pengawal yang sudah kutugaskan untuk tetap bersama David. Ketika aku tengah fokus memandang pria tua itu dari bawah, Nathan tiba-tiba mengejutkanku dengan ditemani beberapa o

  • Partner In Crime   Kejujuran dan kebohongan

    ***Pagi itu, terpaksa aku harus membawa Tiara ikut bersamaku. Ia tidak bisa memberikanku jaminan pasti kalau dia tidak akan memberikan pernyataan tersebut. Alhasil, semua rencana yang sudah kususun sejak awal tak berjalan lancar.“Kamu membawa lagi orang kemari?” tanya Nathan, pria itu datang menghampiri tatkala melihatku berjalan seraya menggendong seorang wanita, Tiara di dekapanku.“Kamu pasti mengenalnya,” ujarku.Pria itu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, wajahnya menegang dan kedua bola matanya membulat tajam. Ia melihat kehadiran Tiara yang tak sadarkan diri di hadapan wajahnya, ia mengingat betul kalau aku tidak ingin bertemu dengan Tiara secara langsung.“Apa dia mengetahui identitasmu?” tanya Nathan, kesal menatapku tajam.“Ya begitulah, aku perlu melakukannya untuk membungkan mulut Tiara,” jawabku, lirih.“Apa kamu gila?! Dia bisa saja membocorkan keberadaan Pres

  • Partner In Crime   Rencana gagal

    ***Kedua mata Tiara membelalak tajam, mulutnya tak henti menutup tatkala mendapati aku muncul hidup-hidup di depan matanya. Kucoba raih lengan Violet dan membantu wanita itu untuk kembali bangkit dan berdiri.“R-Revan … apakah itu kamu?” tanya Tiara, ia menjatuhkan selang air yang sedari tadi ia genggam dan menumpahkan aliran air itu terbuang sia-sia.“Aku senang bisa melihatmu lagi, Tiara,” ungkapku.Kudekati pagar rumah Tiara, wanita itu tersentak kaget dan segera mengambil sebuah sapu untuk membela diri. Melihat responnya yang demikian, membuat diriku kebingungan, apakah dia benar-benar merindukanku atau tidak?“Jangan sekali-kali mencoba membodohiku! Aku tidak akan tertipu dengan wajah palsunya,” erang Violet, ia bersikap aneh menganggap aku adalah orang lain yang memakai wajah palsu di mukanya.Tidak pernah terpikirkan aku akan melakukan hal seperti itu, bahkan aku sendiri tidak memiliki alat

  • Partner In Crime   Tiara dan Revan

    “Bawa mereka menjauh dari sini.” Aku langsung memerintahkan beberapa anggotaku untuk membawa mereka berpisah, wajah David sudah dipenuhi oleh lebam, begitu juga sama dengan Jayakarta.Mereka, kedua orang yang sudah bekerja sama selama beberapa tahun, hancur seketika oleh sebuah kepercayaan yang terkhianati. Mereka bertengkar, bergaduh layaknya anak kecil yang memperebutkan layangan.Keluarga Jayakarta, istri dan anak-anaknya begitu ketakutan dan sedih melihat suami dan ayah bagi anak-anaknya babak belur dihajar secara brutal oleh David, yang notabene mereka kenal sebagai rekan kerja Jayakarta.“Apa yang akan kamu lakukan pada suami saya?” tanya istri Jayakarta, menangis tersedu-sedu dalam dekapanku.Kulepaskan wanita paruh baya tersebut dan menyuruhnya untuk tidak ikut campur. Nasib mereka bergantung pada sikap dan ucapan Jayakarta, jika Jayakarta mati, maka mereka juga demikian.“Jika begitu, kalian juga harus menangk

  • Partner In Crime   Musuh dalam selimut

    ***David terus terdiam, terus menatap lurus ke arah jalanan dengan pandangan yang kosong. Sikapnya berubah tepat ketika aku sudah menjelaskan tentang ambisi tersembunyi dari Jayakarta, David mungkin masih syok mendengarnya.“Apa dia baik-baik saja?” tanya Nathan, ia kini memegang kendali kemudi dan aku duduk tepat di sebelahnya.“Sebelum dia mati, aku pikir dia baik-baik saja.”“Pasti mengejutkan baginya, orang yang bersama-sama sejak dulu malah mengkhianatinya,” jelas Nathan, aku hanya berdeham seraya terus memerhatikan jalanan di depanku.Setengah perjalanan menuju Ibukota sudah terlewati. Mobil kami melaju dengan kecepatan stabil di ruas jalan tol yang cukup lengang malam itu, kuperhatikan melalui kaca spion depan, Larissa dan anggota lain yang duduk di belakang sudah tertidur dengan pulas.Begitu juga dengan David, ia tak lagi termenung dalam pikirannya yang kalut. Matanya terpejam dan kepalanya bersa

DMCA.com Protection Status