Beranda / Romansa / Partner In Crime / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab Partner In Crime: Bab 31 - Bab 40

131 Bab

Paket merah

***Pada akhirnya, Calista dan Sinta bisa tersenyum kembali. Wanita itu kini tengah dirawat selepas operasi usus buntu yang di jalaninya.Beberapa kali ia berterima kasih padaku karena telah membayar seluruh administrasi rawat Calista, aku hanya mengangguk dan menjawab semua itu kulakukan atas dasar balas budi.Kini, Calista tidak akan mengeluh tentang penyakitnya lagi. Begitu juga dengan Sinta, gadis muda itu bisa kembali bersekolah dengan tenang tanpa harus mengkhawatirkan Calista berlebih.Calista tidak mempunyai sanak saudara, kedua orang tuanya sudah meninggal beberapa bulan lalu, hanya Sinta dan Beto keluarga yang ia miliki.Di samping Beto yang belum kembali, dan Sinta yang harus pergi bersekolah. Terpaksa aku harus merawat dan menjaga Calista hingga ia sembuh total.“Bagaimana dengan lukamu? Apa sudah sembuh?” tanya Calista.Aku sudah menjalani operasi pengangkatan proyektil tepat ketika operasi Calista sedang berl
Baca selengkapnya

Pengejaran oleh Tiara dan tim

*** Esok harinya, aku langsung memutuskan untuk pergi dari rumah Beto. Kuberikan uang sejumlah sepuluh juta untuk mereka bertahan hidup, aku memilih bungkam ketika mereka menanyakan alasanku. Jelas! Uang yang kuberikan semoga bisa membuat mereka berpikiran untuk tidak mengharapkan Beto kembali. Harapanku adalah semoga mereka bisa mulai berinvestasi atau berdagang dengan uang itu, dan aku percaya Calista bukanlah wanita yang boros. “Hati-hati di jalan.” Calista tersenyum, wajah pucat dan sedih darinya hilang berbarengan dengan naiknya matahari di atas kepalaku. Sinta pergi bersekolah, aku sudah berpamitan dengannya semalam dan ia mengaku senang mengenalku. Memang begitulah, kita tidak bisa menilai seseorang dari penampilannya saja. Hal itu yang kuyakinkan kepada Sinta, dengan kata lain, kita harus berbuat baik bahkan kepada orang asing sekali pun. Ia tersenyum masam, ternyata sifat juteknya masih melekat erat di gadis muda itu. Mereka b
Baca selengkapnya

Hidup di selimut penyamaran

***Keadaanku jauh lebih berbeda dibanding sebelumnya, sudah dua minggu aku sembunyi dengan penampilan yang baru, kepala plontos dan tumbuh janggut tebal di pipi dan daguku. Sekilas aku sudah mirip orang lain dalam ingatanku.Wajahku muncul di depan layar televisi, mereka memberitakan kalau aku adalah dalang utama pembunuhan Anggota Dewan Luqman. Kuyakin rekan-rekanku melihat berita ini dan berpikiran kalau identitasku pasti sudah terbongkar.“Pak Hassan, apa kamu punya obeng?” tanya petugas yang sedang membenarkan selang air di kontrakanku, kini aku tinggal di selatan Bawen, dekat dengan pertokoan kuno yang menjajakan oleh-oleh khas Semarang.“Obeng? Tunggu sebentar.”Kuberikan benda itu kepadanya dan ia menerima obeng itu dengan ramah, hanya aku seorang diri yang tinggal di tempat itu, mereka tidak tahu kalau akulah buronan yang tengah dicari seantero negeri.“Baiklah, sudah selesai. Lain kali jika ingin menya
Baca selengkapnya

Trauma Ridho

*** Penjelasan Ridho sangat singkat, terukir di wajahnya raut ketakutan ketika kutanya penyebab kematian Beto. Ia bercerita malam itu setelah dirinya ditangkap, beberapa petugas membawanya pergi dengan mobil berbeda. Tangannya gemetar, kulihat keringat mulai deras membasahi wajah dan tangannya. Aku menyadari sesuatu, apa yang ditakuti Ridho ternyata lebih besar dari yang kuduga. Mereka menyebutnya lingkar dewan, organisasi yang sama ketika Ani menceritakannya di ruang kamar Gisele selama di rumah sakit. Merekalah yang berada di dalang pembunuhan Beto, dengan alih menutup bukti, mereka justru membuka bukti baru pembunuhan Beto. “Bagaimana kamu bisa tahu kalau mereka adalah lingkar dewan?” tanyaku. Ia masih terdiam, mungkin pertanyaanku terlalu membingungkan bagi Ridho yang tampak masih shock dengan kejadian tersebut. “Biar kuganti pertanyaanku, apa ada seseorang di sana yang kamu kenali?” tanyaku. Ridho mulai merespon, ia terus
Baca selengkapnya

Stefano, Penguasa Ekonomi Parlemen

*** Alhasil kami mengobrol di luar, di sebuah warung angkringan yang menjual berbagai macam makanan dan minuman. Kami mengobrol hangat, tawa canda menghiasi perbincangan ringan antara aku dengan Ridho. Perlahan topik pembicaraanku mulai mengarah ke kejadian penculikan tersebut, tapi aku tidak blak-blakan menanyakannya secara langsung. “Terkait pembicaraan kita yang terhenti siang tadi,” ucapku. Posisi duduk kuubah dan kini tengah menghadap ke pria tersebut, Ridho tampak terkesiap sembari menghabiskan gorengan yang ada di piringnya. “Pembicaraan? Apa itu tentang dia?” tanya Ridho. Aku mengangguk, Ridho tampaknya dalam keadaan tenang, dilihat dari wajahnya yang tidak gelisah dan cemas seperti siang tadi. Malam itu, wajahnya begitu tenang layaknya air di danau. “Namanya Stefano, mungkin hanya segelintir orang yang mengetahui siapa dia sebenarnya,” jelas Ridho. Udara semakin dingin menit ke menit, kulirik jam di tanganku su
Baca selengkapnya

Serigala Berbulu Domba

***“Di mana aku?” tanya pria tersebut, Valenkov, nama dari penjahat yang berhasil kutangkap.Aku melihat ada dua bukti identitas yang pria itu miliki, sebagai seorang warga Rusia dan sebagai warga Indonesia dengan nama Supratno.Polisi langsung tiba sepuluh menit sejak penembakan terjadi, untungnya aku berhasil melarikan diri sebelum mereka tiba.Jika dugaanku benar, maka mereka pasti akan melakukan pengetatan di kawasan perbatasan, dan aku akan dengan mudah tertangkap melalui bukti pintu mobilku yang pecah dan rusak.“Kamu aman bersamaku, jika kulempar kamu keluar, pasti kamu juga akan tertangkap atas tuduhan pengerusakan barang.” Kuputar kepalaku dan berbalik menatap Valen yang tengah terikat di atas kursi, tangan dan kakinya terikat dengan mata yang tertutup kain hitam.“Silakan, lakukan saja. Tuan Stefano pasti akan melindungiku,” ungkap Valen, suaranya meninggi penuh percaya diri.“Itu t
Baca selengkapnya

Sisi buruk manusia

***Tak hanya Soo, para pengawal yang menemani wanita itu sama brengseknya. Aku bahkan harus dipaksa keluar dari dalam mobil dengan tangan terikat layaknya penjahat.“Ah, menyebalkan sekali, bukan? Harus tertangkap dua kali oleh wanita sepertiku,” hina Soo, ia tersenyum seraya memasukan kembali G2 Elite yang telah ia tunjukan di depan publik.Entah kenapa para petugas keamanan di rumah sakit ini tidak mengamankan Soo, wanita di larut malam dengan senjata yang teracung kepadaku, itu bukanlah sesuatu yang bisa disebut main-main, nyawaku taruhannya jika aku melawan.“Tapi aku akan bersikap lembut kali ini kepadamu, karena jas hitam ini sudah tak lagi membuatku kedinginan.” Ia mencium jas hitam yang menutupi tubuhnya dan meremasnya dengan penuh perhatian.“Lalu apa lagi yang akan kamu lakukan padaku? Bukankah sudah kubilang, aku tidak akan menyerahkan Cincin Hitam kepadamu,” tegasku.“Sebaiknya
Baca selengkapnya

Mata yang buta oleh dendam

*** “Apa dia benar-benar pergi dengan keadaan seperti itu?” tanya Reno. Sebelum melancarkan serangan balasan ke kediaman Soo, kuajak dia untuk masuk ke sebuah apartemen kecil di dekat pasar rakyat Semarang. Pada awalnya, aku memarahi Reno karena pria itu meninggalkan posisinya seenak jidat, tapi ketika kudengar penjelasan darinya, aku tidak bisa memarahinya lagi. Singkatnya, ia memiliki informasi berharga tentang keberadaan Stefano di Semarang dan kota sekitarnya. Ia mendapatkan informasi tersebut dari informan yang tak ingin namanya diketahui, sebut saja dia Mr. X. “Aku tidak ingin mengulang apa yang sudah kukatakan, mengingatnya saja sudah membuat hatiku sakit.” “Aku mengerti,” balas Reno. Ia melempar tas besar yang ada di tangannya ke atas kasur dan menarik rasleting tas secara perlahan. Kuperhatikan jalanan di luar, tampak lengang dan sunyi, hanya ada beberapa orang yang lalu lalang di jalanan tersebut. “Apa ini cuk
Baca selengkapnya

Perintah dari orang asing

***Dua jam berlalu, pembantaian yang kami lakukan berakhir sudah. Kulihat mayat dari anak buah Soo banyak bergelimpangan di atas lantai dengan luka tembak yang besar, kebanyakan dari mereka tertembak peluru kaliber besar yang berasal dari senapan Reno.“Mereka semua sudah mati, aku harap kamu menyesali apa yang sudah kamu perintahkan.”Kutarik tangan Soo dan mengajak wanita itu keluar kamar, ia tampak terkejut, takut, dan gemetar melihat banyak rekan-rekannya yang tewas.Bahkan ia tidak bisa menutupi ketakutannya tatkala melihat beberapa potongan tubuh berserakan di lantai rumahnya, ada kepala yang terlepas, mata yang tercopot hingga organ perut yang tercerai berai.“Aku tidak menutup kemungkinan ada yang selamat dari tragedi hari ini,” ucapku, dengan tenang aku berbicara padanya seolah aku tidak memiliki kesalahan apa pun.Kubuka tas milikku dan mengeluarkan bom yang sudah Reno persiapkan, terdapat tiga buah bom den
Baca selengkapnya

Operasi pemecah kerumunan

***Selang dua hari kemudian, Soo mengabari sang penelepon misterius dan mengatakan kalau ia sudah menangkapku. Sungguh tak terduga ketika aku mendapati antusiasme dari penelepon misterius ketika mendengar informasi dari Soo.‘Cepat pertemukan aku dengannya’ begitulah yang dikatakan sang penelepon misterius, aku merasa tersanjung mendengarnya, layaknya seorang fans yang begitu menantikan kabar dari artis idola mereka.“Mereka setuju dan akan datang di lokasi,” ucap Soo.Rencanaku berjalan lancar sejauh ini, mereka belum menyadari kalau pertemuan ini memang sudah direncanakan.H-1 sebelum pertemuan, pada malam hari kubuat rencana yang tersusun agar esok bisa berjalan dengan lancar. Reno menyimak perkataanku dan mengangguk tanda mengerti di setiap perkataanku.“Apa kamu tidak keberatan? Melepas borgolnya sama saja dengan membiarkannya kabur?” tanya Reno, mempertanyakan hal yang kuusulkan.Akan sangat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status