Beranda / Romansa / Partner In Crime / Sisi buruk manusia

Share

Sisi buruk manusia

Penulis: Rafaiir
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

***

Tak hanya Soo, para pengawal yang menemani wanita itu sama brengseknya. Aku bahkan harus dipaksa keluar dari dalam mobil dengan tangan terikat layaknya penjahat.

“Ah, menyebalkan sekali, bukan? Harus tertangkap dua kali oleh wanita sepertiku,” hina Soo, ia tersenyum seraya memasukan kembali G2 Elite yang telah ia tunjukan di depan publik.

Entah kenapa para petugas keamanan di rumah sakit ini tidak mengamankan Soo, wanita di larut malam dengan senjata yang teracung kepadaku, itu bukanlah sesuatu yang bisa disebut main-main, nyawaku taruhannya jika aku melawan.

“Tapi aku akan bersikap lembut kali ini kepadamu, karena jas hitam ini sudah tak lagi membuatku kedinginan.” Ia mencium jas hitam yang menutupi tubuhnya dan meremasnya dengan penuh perhatian.

“Lalu apa lagi yang akan kamu lakukan padaku? Bukankah sudah kubilang, aku tidak akan menyerahkan Cincin Hitam kepadamu,” tegasku.

“Sebaiknya

Rafaiir

Gisele meninggal dengan penghinaan, Revan menyerahkan Cincin Hitam kepada Soo, dan perteman Reno dengan Revan yang tak terduga. Ada apa ini sebenarnya? Kenapa jadi seperti ini? Apa yang akan Revan lakukan selanjutnya? Wah menarik, bukan? Makanya jangan sampai ketinggalan, simak terus kisahnya, yah:)

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Partner In Crime   Mata yang buta oleh dendam

    *** “Apa dia benar-benar pergi dengan keadaan seperti itu?” tanya Reno. Sebelum melancarkan serangan balasan ke kediaman Soo, kuajak dia untuk masuk ke sebuah apartemen kecil di dekat pasar rakyat Semarang. Pada awalnya, aku memarahi Reno karena pria itu meninggalkan posisinya seenak jidat, tapi ketika kudengar penjelasan darinya, aku tidak bisa memarahinya lagi. Singkatnya, ia memiliki informasi berharga tentang keberadaan Stefano di Semarang dan kota sekitarnya. Ia mendapatkan informasi tersebut dari informan yang tak ingin namanya diketahui, sebut saja dia Mr. X. “Aku tidak ingin mengulang apa yang sudah kukatakan, mengingatnya saja sudah membuat hatiku sakit.” “Aku mengerti,” balas Reno. Ia melempar tas besar yang ada di tangannya ke atas kasur dan menarik rasleting tas secara perlahan. Kuperhatikan jalanan di luar, tampak lengang dan sunyi, hanya ada beberapa orang yang lalu lalang di jalanan tersebut. “Apa ini cuk

  • Partner In Crime   Perintah dari orang asing

    ***Dua jam berlalu, pembantaian yang kami lakukan berakhir sudah. Kulihat mayat dari anak buah Soo banyak bergelimpangan di atas lantai dengan luka tembak yang besar, kebanyakan dari mereka tertembak peluru kaliber besar yang berasal dari senapan Reno.“Mereka semua sudah mati, aku harap kamu menyesali apa yang sudah kamu perintahkan.”Kutarik tangan Soo dan mengajak wanita itu keluar kamar, ia tampak terkejut, takut, dan gemetar melihat banyak rekan-rekannya yang tewas.Bahkan ia tidak bisa menutupi ketakutannya tatkala melihat beberapa potongan tubuh berserakan di lantai rumahnya, ada kepala yang terlepas, mata yang tercopot hingga organ perut yang tercerai berai.“Aku tidak menutup kemungkinan ada yang selamat dari tragedi hari ini,” ucapku, dengan tenang aku berbicara padanya seolah aku tidak memiliki kesalahan apa pun.Kubuka tas milikku dan mengeluarkan bom yang sudah Reno persiapkan, terdapat tiga buah bom den

  • Partner In Crime   Operasi pemecah kerumunan

    ***Selang dua hari kemudian, Soo mengabari sang penelepon misterius dan mengatakan kalau ia sudah menangkapku. Sungguh tak terduga ketika aku mendapati antusiasme dari penelepon misterius ketika mendengar informasi dari Soo.‘Cepat pertemukan aku dengannya’ begitulah yang dikatakan sang penelepon misterius, aku merasa tersanjung mendengarnya, layaknya seorang fans yang begitu menantikan kabar dari artis idola mereka.“Mereka setuju dan akan datang di lokasi,” ucap Soo.Rencanaku berjalan lancar sejauh ini, mereka belum menyadari kalau pertemuan ini memang sudah direncanakan.H-1 sebelum pertemuan, pada malam hari kubuat rencana yang tersusun agar esok bisa berjalan dengan lancar. Reno menyimak perkataanku dan mengangguk tanda mengerti di setiap perkataanku.“Apa kamu tidak keberatan? Melepas borgolnya sama saja dengan membiarkannya kabur?” tanya Reno, mempertanyakan hal yang kuusulkan.Akan sangat

  • Partner In Crime   Hal-hal manusiawi

    ***Minggu pertama dipersembunyianku, aku mulai menetap di sebuah desa di salah satu kota kecil di Jawa Barat. Desa ini cukup unik, karena berada di atas perbukitan dan hijau oleh ladang perkebunan.Para penduduk desa biasa memanggilku Pak Lutfi, banyak nama samaran yang kugunakan dan nama kali ini sepertinya cocok bagiku. Begitu juga dengan Reno, ia memilih nama Asep yang mana sangat identik dengan warga Jawa Barat.Sore itu, aku barusan pulang dari ladang perkebunan yang kubeli dari sudagar kaya, perkebunan stroberi dan wortel. Perkebunan ini akan kugunakan sebagai perisai agar warga desa tak mencurigaiku, bahkan kami harus merubah sikap agar bisa bergaul dengan warga lainnya.“Tampaknya perlu menunggu sampai beberapa hari lagi,” ucap salah satu warga yang bekerja kepadaku, ia bertugas mengumpulkan buah-buahan yang siap panen, tapi jika musim panen belum datang, dialah yang bertugas untuk mengawasi ladang.Namanya Suto, pria berusia 4

  • Partner In Crime   Kongkalikong

    ***“Maaf telah mengganggumu semalam.”Kukunjungi rumah mereka kembali seraya membawa makanan ringan yang kubeli di swalayan desa. Risa tampak mencoba menjauhiku ketika tangan-tangan ini hendak meraih tangan putih wanita tersebut, apa ia masih kesal karena ucapanku semalam?“Hmm….” Ia melenggang pergi meninggalkanku yang masih berdiri di depan pintu rumah yang terbuka, kulihat Soo tampak sibuk menyapu lantai dan membereskan bagian-bagian yang kotor.“Apa ada masalah di antara kalian berdua?” tanya Soo ketika tengah menyapu lantai, ia pasti menyadari perubahan sikap dari Risa yang mendadak ketika melihat kehadiranku di rumah pengasingan tersebut.Kupandang lirih Soo sembari tersenyum kecil, “Tidak.”Soo hanya berdeham pelan menanggapi apa yang kukatakan. Pagi itu, entah kenapa udara cukup dingin berhembus menerpaku, dan begitu juga dengan suasana di rumah pengasingan tersebut, begitu ding

  • Partner In Crime   Penangkapan atau Eksekusi?

    ***Kubuka kedua mata ini dan mendapati aku berada di atas kasur dengan keadaan kepala diperban, tampaknya ada yang datang menyelamatkanku ketika malam itu tubuhku sama sekali lemas tak bisa digerakkan.Aku telentang di atas kasur dengan diterangi lampu kamar dan sinar matahari yang menyeruak masuk pagi hari itu, terlihat juga di antara barang-barang di atas meja, terdapat piring, gelas, dan sebungkus rokok yang tergeletak tanpa pemilik.Rasa sakit akibat luka yang ditimbulkan benda tumpul tersebut masih terasa nyeri, sesekali kulihat darah yang mulai merembes keluar membasah perban putih yang melilit kepalaku.Pintu terbuka, atensiku terpancing ke arah seorang wanita tua yang tengah menyiapkan seember air hangat dengan kedua tangannya. Ia datang bersama dengan Suto yang membawa pakaian ganti untukku.“Apa yang sedang kamu lakukan di rumahku?” tanyaku, suaraku cukup pelan karena fisikku yang lumayan lemah pagi itu.“Oh, ter

  • Partner In Crime   Cinta jadi benci

    *** “Tahan, Tiara!” Suara dari arah belakang Tiara menghentikan wanita itu untuk meletuskan tembakan ke arah kepalaku. Terdengar suara langkah pria itu berjalan menghampiri kami berdua, sebuah cerutu besar menempel di mulutnya, berpakaian jas hitam dan kaca mata hitam layaknya pria di dalam SUV. “Kita membutuhkannya hidup-hidup, jangan kamu bunuh dia karena perasaanmu,” ungkap pria di samping Tiara, wanita itu tiba-tiba mengangguk dengan pasrah layaknya anak yang sedang diceramahi oleh orang tuanya. Darah yang keluar semakin deras dari bahuku, tampaknya proyektil peluru kembali bersarang di tubuhku akibat tembakan tersebut. Kepalaku begitu pusing, tangan dan kakiku sudah terlalu lemas untuk digerakan. “Bawa dia sebelum dia kehabisan darah!” titah pria paruh baya tersebut seraya membalikan tubuhnya cuek meninggalkanku bersama anggota lain yang bertugas melakukan perawatan pertama pada lukaku. Kulirik dengan mata lemah, Tiara tanpa ekspr

  • Partner In Crime   Momen bersentuhan

    “Lepaskan dia, Risa,” titah Tiara.Risa tersenyum sembari menghela napas panjang, ia melepas suntikan tersebut begitu juga dengan cengkeraman tanganku. Ada hal yang tidak kumengerti dari Tiara, kenapa dia melindungiku dan memerintahkan Risa untuk berhenti?Tiara memerintahkan Risa untuk pergi dari ruang tersebut, sepertinya hanya ucapan Tiara yang akan didengar olehnya, mengingat kalau kuingat kembali ia melakukan hal sejauh ini hanya demi kebahagiaan Tiara.Dengan kata lain, membebaskan Tiara dari belenggu penderitaan dan kesedihan yang sedang dialaminya. Semua pangkal permasalahan yang terjadi berpusat padaku, karena hal itulah Risa mengambil langkah untuk melakukan percobaan pembunuhan.Tiara masih berdiri di lawang pintu yang terbuka, menatap ke bawah seraya berkacak pinggang. Kuyakin ia pasti kedinginan di malam hari seperti ini, mengingat aku yang masih mengenakan selimut tebal saja masih terasa dingin.“Terima kasih.”

Bab terbaru

  • Partner In Crime   Tentang PARTNER IN CRIME

    Kamis, 21 Oktober 2021 Setelah menghabiskan kurang lebih lima bulan menulis –terkendala tugas perkuliahan dan sebagainya. Serial PARTNER IN CRIME resmi tamat kemarin malam, rasanya begitu lega dan menyenangkan bisa memberikan hasil akhir yang sesuai dengan keinginanku. Namun, cerita ini masih menyimpan beberapa kekurangan dan plothole di berbagai sisi. Oleh karena itu, penulis meminta maaf sebesar-besarnya jika ada cerita atau scene yang tidak dijelaskan secara detail. Tentu hal ini berkaitan dengan alur cerita agar tidak melenceng dan tetap di jalur utama kisah Revan dan Tiara. Dasar dari ide saya membuat cerita perselisihan ditambah dengan romansa antara Mafia dan Polisi tak lain adalah nuansa yang baru, menciptakan kisah baru yang segar dan anti mainstream di kalangan pembaca yang banyak didominasi oleh cerita-cerita CEO, silat, dan sebagainya. Saya memang tipikal orang yang menyukai perbedaan dalam suatu perkumpulan, platform membaca online adalah perkum

  • Partner In Crime   Lembar baru kehidupan

    *** Satu minggu kemudian Pergantian kepemimpinan di Cincin Hitam terjadi. Tanpa hadirnya aku, dewan komite yang sudah kubentuk mengesahkan Violet sebagai penerus organisasi Cincin Hitam yang terselubung sebagai organisasi masyarakat pembela rakyat kecil. Mereka katanya menyambut dengan baik pergantian kepemimpinan tersebut, bersuka cita dan membuat pesta meriah untuk merayakannya. Itulah yang kudengar dari Nathan yang belakangan sering mengunjungiku, lebih sering ketimbang Violet. “Baguslah. Keadaan pemerintah juga semakin membaik, meski Yudha tidak naik menjadi Plt Presiden, tetapi ia tetap memegang kendali parlemen menggantikan Stefano,” balasku. Perkembangan tubuhku semakin membaik dari hari ke hari, Dokter sudah memperbolehkanku makan-makanan keras dengan syarat harus dikunyah secara halus. Bahkan dengan kondisiku yang seperti ini, dalam beberapa hari ke depan aku mungkin diperbolehkan untuk pulang. Pagi itu, udara hangat m

  • Partner In Crime   Ketulusan untuk melepas

    ***Sudah dua hari aku terbaring di kasur rumah sakit. Dokter yang memeriksaku sudah melakukan CT-scan dan mendapatkan hasil yang sesuai dengan perkiraan dokter pribadi yang kupanggil tempo hari.Tukak lambung, penyakit yang terjadi karena adanya infeksi di dinding lambung akibat bakteri. Ia menjelaskan penyebab terjadinya penyakit tersebut, salah satunya adalah konsumsi minuman beralkohol.Aku sadar. Belakangan ini, aku banyak minum-minuman beralkohol, aku kira aku baik-baik saja hingga kejadian ini terjadi.Untuk menjaga kesehatanku agar semakin membaik, Violet terus menemaniku di ruang perawatan ini, terkadang Nathan yang berjaga menggantikannya.“Parlemen sedang sibuk-sibuknya saat ini,” ucapku tatkala melihat pemberitaan di tv yang banyak mengulas seputar penunjukan Presiden pengganti David.Hingga saat ini, mereka masih belum menemukan keberadaan pria tua itu. Jika pun mereka berhasil, mereka hanya akan menemukan jasadnya y

  • Partner In Crime   Kesehatan yang memburuk

    “Mengorbankan hidup kalian untuk orang lain? Apa semudah itu kalian menyerahkan nyawa pemberian dari tuhan?!” bentakku.Aku benar-benar marah saat ini, tak hanya keluarga David tetapi Tiara juga ikut memohon ampun untuk nyawa pria tua penjahat tersebut.Aku berpikir, apa bagusnya dia dibandingkan dengan nyawanya? Dia juga tidak akan mengingat Tiara yang sudah menyelamatkan nyawanya.Sungguh sia-sia.Tiba-tiba kepalaku begitu pusing, telingaku berdengung dan pandanganku mulai berat. Tanganku bertumpu pada sudut meja untuk menahan agar badanku tidak ikut terjatuh.Sontak aku melepaskan senapan dari genggamanku dan langsung diraih oleh Tiara, wanita yang tadi memohon ampun kepadaku, kini berbalik mengacungkan senapannya padaku, mengancamku atas kejahatan yang jauh lebih banyak dibandingkan David.“Semua kejahatan di negeri ini berawal darimu. Aku tidak akan keberatan membunuhmu saat ini juga,” ancam Tiara.Wanita

  • Partner In Crime   Ampunan

    “Kenapa aku harus pergi dari sini?” tanya David, bingung.“Aku tidak ingin orang-orang mengira kamu masih hidup. Aku akan memalsukan kematianmu dan kamu bebas hidup dengan identitas yang baru,” balasku. David terdiam mendengar penjelasanku, hanya itu satu-satunya pilihan yang kuberikan padanya jika dia ingin tetap hidup.Aku ajak dirinya keluar dari ruang tersebut dan berjalan menuju meja makan yang berada di lantai dasar. Namun, ketika hendak menuruni tangga, ia menolak ajakanku dan meminta waktu untuk memikirkan itu sendiri.Itu yang ia pinta dan aku menghargai keputusannya, lagi pula aku juga banyak berterima kasih atas pengakuannya di siaran tadi, tidak banyak orang berani yang mampu melakukan dan mengakui kesalahannya sendiri.Ia berjalan ditemani seorang pengawal yang sudah kutugaskan untuk tetap bersama David. Ketika aku tengah fokus memandang pria tua itu dari bawah, Nathan tiba-tiba mengejutkanku dengan ditemani beberapa o

  • Partner In Crime   Kejujuran dan kebohongan

    ***Pagi itu, terpaksa aku harus membawa Tiara ikut bersamaku. Ia tidak bisa memberikanku jaminan pasti kalau dia tidak akan memberikan pernyataan tersebut. Alhasil, semua rencana yang sudah kususun sejak awal tak berjalan lancar.“Kamu membawa lagi orang kemari?” tanya Nathan, pria itu datang menghampiri tatkala melihatku berjalan seraya menggendong seorang wanita, Tiara di dekapanku.“Kamu pasti mengenalnya,” ujarku.Pria itu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, wajahnya menegang dan kedua bola matanya membulat tajam. Ia melihat kehadiran Tiara yang tak sadarkan diri di hadapan wajahnya, ia mengingat betul kalau aku tidak ingin bertemu dengan Tiara secara langsung.“Apa dia mengetahui identitasmu?” tanya Nathan, kesal menatapku tajam.“Ya begitulah, aku perlu melakukannya untuk membungkan mulut Tiara,” jawabku, lirih.“Apa kamu gila?! Dia bisa saja membocorkan keberadaan Pres

  • Partner In Crime   Rencana gagal

    ***Kedua mata Tiara membelalak tajam, mulutnya tak henti menutup tatkala mendapati aku muncul hidup-hidup di depan matanya. Kucoba raih lengan Violet dan membantu wanita itu untuk kembali bangkit dan berdiri.“R-Revan … apakah itu kamu?” tanya Tiara, ia menjatuhkan selang air yang sedari tadi ia genggam dan menumpahkan aliran air itu terbuang sia-sia.“Aku senang bisa melihatmu lagi, Tiara,” ungkapku.Kudekati pagar rumah Tiara, wanita itu tersentak kaget dan segera mengambil sebuah sapu untuk membela diri. Melihat responnya yang demikian, membuat diriku kebingungan, apakah dia benar-benar merindukanku atau tidak?“Jangan sekali-kali mencoba membodohiku! Aku tidak akan tertipu dengan wajah palsunya,” erang Violet, ia bersikap aneh menganggap aku adalah orang lain yang memakai wajah palsu di mukanya.Tidak pernah terpikirkan aku akan melakukan hal seperti itu, bahkan aku sendiri tidak memiliki alat

  • Partner In Crime   Tiara dan Revan

    “Bawa mereka menjauh dari sini.” Aku langsung memerintahkan beberapa anggotaku untuk membawa mereka berpisah, wajah David sudah dipenuhi oleh lebam, begitu juga sama dengan Jayakarta.Mereka, kedua orang yang sudah bekerja sama selama beberapa tahun, hancur seketika oleh sebuah kepercayaan yang terkhianati. Mereka bertengkar, bergaduh layaknya anak kecil yang memperebutkan layangan.Keluarga Jayakarta, istri dan anak-anaknya begitu ketakutan dan sedih melihat suami dan ayah bagi anak-anaknya babak belur dihajar secara brutal oleh David, yang notabene mereka kenal sebagai rekan kerja Jayakarta.“Apa yang akan kamu lakukan pada suami saya?” tanya istri Jayakarta, menangis tersedu-sedu dalam dekapanku.Kulepaskan wanita paruh baya tersebut dan menyuruhnya untuk tidak ikut campur. Nasib mereka bergantung pada sikap dan ucapan Jayakarta, jika Jayakarta mati, maka mereka juga demikian.“Jika begitu, kalian juga harus menangk

  • Partner In Crime   Musuh dalam selimut

    ***David terus terdiam, terus menatap lurus ke arah jalanan dengan pandangan yang kosong. Sikapnya berubah tepat ketika aku sudah menjelaskan tentang ambisi tersembunyi dari Jayakarta, David mungkin masih syok mendengarnya.“Apa dia baik-baik saja?” tanya Nathan, ia kini memegang kendali kemudi dan aku duduk tepat di sebelahnya.“Sebelum dia mati, aku pikir dia baik-baik saja.”“Pasti mengejutkan baginya, orang yang bersama-sama sejak dulu malah mengkhianatinya,” jelas Nathan, aku hanya berdeham seraya terus memerhatikan jalanan di depanku.Setengah perjalanan menuju Ibukota sudah terlewati. Mobil kami melaju dengan kecepatan stabil di ruas jalan tol yang cukup lengang malam itu, kuperhatikan melalui kaca spion depan, Larissa dan anggota lain yang duduk di belakang sudah tertidur dengan pulas.Begitu juga dengan David, ia tak lagi termenung dalam pikirannya yang kalut. Matanya terpejam dan kepalanya bersa

DMCA.com Protection Status