Beranda / Fantasi / REINKARNASI / Bab 71 - Bab 80

Semua Bab REINKARNASI: Bab 71 - Bab 80

126 Bab

PULANG

    Yongseng menyambut Buana dengan gembira di bandara international Soeta. Ia langsung memeluk sepupunya itu saat Buana keluar dari terminal kedatangan. "Waaah, bagaimana bulan madumu? Sudah siap untuk kembali bertugas?" sambut Yongseng dengan penuh semangat. "Kau ini, aku baru saja sampai, kau sudah membicarakan tugas. Rumah aman?" tanya Buana. Yongseng mengangguk, "Mbok Ratmi sudah memasak, mang Karta baru saja membersihkan halaman dibantu Takeda tadi," katanya. "Sayang, kita menginap dulu di Jakarta ya. Di rumahku, lusa baru kita pulang ke Bandung. Aku perlu bertemu juga dengan atasanku besok pagi untuk melapor," kata Buana pada Gendis. Wanita cantik itu hanya mengangguk, "Aku ikut saja, Mas." "Aahaaai ... romantis sekali kalian ini. Aku hanya menjadi obat nyamuk saja di sini," seloroh Yongseng menggoda. Buana hanya tertawa kecil sambil memukul bahu sepupunya itu. "Kita akan ke Kuningan nanti
Baca selengkapnya

SANG PEMENANG

    Raden Kamandraka menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Ia merasa seluruh tenaganya sudah habis terkuras. Dewi Gayatri yang sejak tadi bersembunyi segera mendekat setelah melihat Fajar Kelana menghilang. "Kakang baik-baik saja?" tanyanya. Raden Kamandraka menoleh dan langsung memeluk istrinya itu dengan erat. "Kita tidak bisa bersantai, apa kalian dengar perkataan terakhir yang dia ucapkan sebelum dia menghilang. Aku yakin jika jiwanya masih terus berkelana, dia belum mati," kata Mpu Supa tiba-tiba.   Patih Benggala yang terluka parah mengerang sambil memegang dadanya."Ampun, Eyang. Apa dia tidak mati? Bukankah Raden Kamandraka tadi sudah membunuh dengan pedang sakti?" tanyanya. Mpu Supa menggeleng sambil duduk bersila dan mulai menyalurkan tenaga dalam kepada Patih Benggala. "Apa yang harus kita lakukan?" tanya Raden Kamandraka. "Menunggu, Raden. Kita hanya harus menunggu denga
Baca selengkapnya

KEMBALI BERTEMU MAHA GURU

     4O hari setelah memakamkan semua korban Fajar Kelana, Mpu Supa memutuskan untuk bertapa. Ia merasa tidak tenang dengan apa yang terjadi, terlebih setelah mendengar sumpah Fajar Kelana.    "Apa saya tidak perlu menemani Eyang guru?" tanya Raden Kamadraka. Mpu Supa menggelengkan kepalanya. "Raden kembalilah bersama rombongan dari istana. Kasian pada dewi Gayatri dan juga para prajurit. Lagi pula patih Benggala akan mengunjungi keluarga senopati Sangkar," kata Mpu Supa. Raden Kamandraka terdiam, hatinya gamang. Ia ingin ikut mendampingi gurunya semedi, tetapi dia tidak mungkin membiarkan sang istri pulang tanpa dirinya ke istana."Pulanglah ke istana terlebih dahulu, Raden. Saya akan mengabarkan jika memang Raden harus kembali ke sini," kata Mpu Supa seolah tau isi pikiran Raden Kamandraka."Saya akan segera kembali setelah segala urusan saya di istana selesai, Eyang guru," kata Kamandraka sambil membungkuk memberi h
Baca selengkapnya

PESAN MPU BADINGGA

     Lelaki dengan janggut putih panjang itu hanya tersenyum. "Kau telah bertemu dengannya.""Apa dia iblis yang Eyang maksud puluhan tahun yang lalu?" tanya Mpu Supa Mandrageni.     Mpu Badingga menghela napas panjang, "Rupanya senjata itu adalah satu-satunya senjata yang mampu memusnahkan iblis itu." Mpu Supa Mandrageni mengerutkan dahinya, "Senjata? Senjata apa yang Eyang maksudkan?" tanyanya bingung. "Dia dulu datang kepadaku untuk membuat senjata sakt. Tetapi, senjata itu sudah menghilang, karena pecahan dari bahan yang digunakan untuk membuat senjata itu ada padaku, itulah yang membuatku masih ada di antara dua dunia. Hanya saja, senjata itu tidak akan muncul jika bukan pada pewarisnya yang sah." "Di mana senjata itu, Eyang? Iblis itu berkata jika dia akan kembali dan membalas dendam setelah enam ratus enam puluh tahun yang akan datang. Saya tidak akan hidup sampai selama itu untuk
Baca selengkapnya

GADIS CANTIK

 _SETAHUN KEMUDIAN_      Brak!"Punya mata? Nggak liat aku sedang berjalan dengan belanjaan sebanyak ini?" bentak Giselle pada seorang gadis dengan kacamata tebal yang menabraknya tanpa sengaja. "Maaf, Mbak saya tidak lihat karena saya juga kesusahan membawa buku-buku ini." Gadis itu pun segera membantu Giselle untuk membereskan belanjaannya yang jatuh."Duh, jaman canggih kayak sekarang masih aja bawa buku tebal model begitu," gerutu Giselle. Gadis itu hanya tersenyum, "Ya, jaman sekarang memang sangat canggih. Mau berita apa saja tinggal googling dengan smart phone. Tapi, saya tidak bisa membaca tulisan yang panjang dari layar ponsel lama-lama. Bisa bertambah minus mata saya. Itu sebabnya saya lebih suka membaca lewat buku saja."      Giselle menatap wanita di hadapannya, entah mengapa ia merasa sudah lama mengenal wanita itu tapi sekaligus juga memiliki perasaan tidak suka pada ga
Baca selengkapnya

KALILA DAN SEGARA

     Segara menatap Kalila dengan dahi berkerut. "Apa kau tau jika info yang dimiliki oleh polisi itu tidak bisa sembarangan diberitakan keluar? Jika ketauan bisa sangat berbahaya," kata Segara dengan tegas. "Aku tau jika beberapa tahun terakhir ini kepolisian sedang pusing menghadapi kasus pembunuhan aneh yang memakan korban para gadis-gadis," kata Kalila sambil menyunggingkan senyum.     Segara menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. "Kalau tidak salah, kakakmu juga adalah perwira tinggi di kepolisian, bukan? Kenapa kau tidak meminta bantuannya?" tanya Segara.     Kalila mengembuskan napas dengan keras lalu mengusap wajahnya perlahan. "Aku ... hubunganku dengan keluargaku tidak begitu baik. Entahlah, keluargaku tidak pernah mendukung apa pun yang aku lakukan selama ini. Mungkin karena mereka ingin aku menjadi polisi juga. Sementara aku memilih untuk menjadi seorang arke
Baca selengkapnya

KALILA DAN DEWI SEKAR ARIMBI

     Kalila tertawa kecil, "Menggunakan kontak lensa membuat mataku lelah dan berair. Aku lebih nyaman menggunakan kacamata saja.""Ya sudah, apa ada lagi yang ingin kau katakan kepadaku? Aku tidak bisa berlama-lama, sore nanti aku akan segera berangkat ke Bandung," kata Segara. Kalila kembali menarik napas panjang. "Kalau kau mau, aku akan ke Bandung juga. Malam nanti aku akan berangkat ke Cirebon, apa kau mau jika kita bersama-sama ke sana?" "Maksudmu? Aku berangkat sore, bukan malam."     Kalila tersenyum, "Maksudku ... malam nanti aku akan berangkat ke Cirebon. Jika kau memang mau ke Bandung juga, kenapa kita tidak bersama-sama saja?" jawab Kalila. Segara tertawa kecil."Kau ini lucu, Kalila. Jika kau mau ke Cirebon untuk apa kita bersama?""Ya ... aku ke Bandung dulu. Setelah itu baru aku ke Cirebon," jawab Kalila.       Sebenarnya gadis itu memang sangat penasaran.
Baca selengkapnya

KEMATIAN SANGKAWUNI

      Nini Gulipa tersentak saat mendengar jeritan Cokro Suta. Wanita tua itu pun bergegas membawa bayi yang baru saja ia mandikan itu ke dalam."Ada ap-"    Ucapan Nini Gulipa mengambang di udara saat melihat Cokro Suta sedang menangis memeluk sang istri yang sudah tidak bergerak lagi."Dia meninggal ...."      Nastiti tidak mampu menahan tangisannya. Dengan hati yang sedih ia mengambil bayi merah dalam dekapan Nini Gulipa. "Bayi ini bukan bayi biasa," kata Nini Gulipa."Maksud Nini?"       Nini Gulipa mengembuskan napasnya."Kau lihat tanda berbentuk bulan sabit ini? Tanda ini adalah tanda dari iblis. Nikahkan dia sebelum usianya genap 17 tahun. Dan jangan izinkan dia keluar di malam kamis legi," kata Nini Gulipa.      Cokro Suta tak menjawab, ia tidak tau harus mengatakan apa. Yang saat ini ia rasakan hanya kepedihan
Baca selengkapnya

BERITA UNTUK BUANA

     "Aku tidak setuju jika kau terus menerus menangani kasus aneh ini, Mas. Sudah hampir setahun sejak kita menikah kau masih saja ngotot. Sementara penyelidikan pun selalu mengalami jalan buntu. Jujur saja aku lelah, Mas."     Buana menarik napas panjang, ia sangat mengerti perasaan Gendis. Selama hampir dua tahun ini ia dan Yongseng benar-benar dibuat pusing dengan kasus kematian berantai yang terus menerus terjadi. Dan saat Segara mengabarkan jika ada seseorang yang 'mungkin' bisa membantu mereka ia kembali bersemangat.     Secara psikologi, Buana juga lelah. Ia tau jika tugasnya sebagai seorang anggota kepolisian menuntutnya untuk menyelesaikan kasus ini secepatnya. Tetapi, sebagai manusia biasa Buana juga merasa sangat lelah."Aku tau Sayang. Tapi, bukankah ketika kita menikah dulu kau sudah tau apa yang menjadi pekerjaanku?" tanya Buana."Iya, tapi ... aku tidak menyangka jika tugasmu seaneh ini," jawa
Baca selengkapnya

ANUGRAH

      Buana langsung memeluk dan menciumi sang istri dengan penuh kegembiraan."Aku senang sekali,Sayang. Semoga anak kita nanti menjadi anak yang membanggakan kedua orang tua. Kita ke rumah kedua orang tuamu untuk memberi berita bahagia ini, bagaimana?" kata Buana dengan mata berbinar. "Iya, Mas. Aku juga sudah lama tidak menjenguk papa dan mama," jawab Gendis. "Kalau begitu bersiap-siaplah. Apa kau mau sekalian menginap di sana untuk beberapa hari?" tanya Buana. "Boleh?" "Tentu saja, masa aku melarang. Kau pasti butuh teman bicara mengenai kehamilan. Kurasa mamamu adalah orang yang paling tepat."     Gendis langsung mencium pipi Buana dengan gembira. Wanita cantik itu pun bergegas mengganti pakaiannya. Tidak ada yang ia bawa karena pakaian di rumah kedua orang tuanya masih banyak. Ia hanya menyiapkan pakaian Buana saja.     Maharani yang sedang menyiapkan makan m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
13
DMCA.com Protection Status