Home / CEO / Ahli Waris / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Ahli Waris: Chapter 71 - Chapter 80

145 Chapters

Kabur Saja

Perasaanku rasanya sudah kaku. Sekaku hatiku. Bahkan, rambutku juga kaku. Hanya satu yang loyo. Belalai ini. Anteng di tempat.Kutekan nomor Cinta. Dengan cepat dia mengangkatnya.“Cinta, kamu jangan kelelahan dan capek ya. Aku tidak mau istri dan anakku mengalami hal yang buruk. Sampai itu terjadi, Ben akan aku hajar.”“Besuk, Bapak sudah menyiapkan pesawat pribadi. Kamu pulang cepat ya. Dan, jangan lupa bawa Samsul.”“Baiklah. Aku mencintaimu, Cinta.”“Aku juga.”Selang beberapa jam, mobil Samsul datang. Mereka semua keluar dari mobil. Ibu Menor mencengkeram lengan Minah. Samsul bersemu tersenyum membuat Rahman kesal. Minah hanya diam cemberut.“Kenapa kalian?” tanyaku saat mereka sudah memasuki rumah.“Minah akan menjadi istri Samsul. Dan, besuk kita ke Jogja.” Ibu Menor membuat semua diam. Minah menghampiri Rahman dan memeluknya.“Agus tida
Read more

Jakarta

Tanpa banyak bicara, aku mengambil jaket. Kali ini aku membutuhkan ketenangan. Kabur, itulah yang akan aku lakukan. “Cinta, kita harus pergi dari sini. Biarkan saja mereka.” Aku menarik Cinta dan mengganti bajunya.“Agus, bagaimana kita akan kabur? Apakah tidak malah membuat masalah lebih ruyam. Bapak bagaimana ama Ibu?” Cinta menatapku dengan kebingungan. Sementara aku dengan cepat mengganti pakaiannya.“Mereka akan paham, dan kita tetap akan melakukannya. Aku hanya ingin berdua denganmu tanpa ada gangguan apapun. Aku sangat capek dengan semua ini, Cinta. Pokoknya kita kabur!” kataku dengan tegas. Cinta hanya diam menuruti apa yang akan aku lakukan.Perlahan aku membuka pintu rumah. Keributan aku dengar di depan rumah. Rahman perang pantun dengan Ibu Menor. Ibu dan adik kembarku di sebelahnya hanya menggeleng. Sementara Bapak memanggil semua pengawal dan beberapa polisi untuk menuju rumah. Di ruang keluarga beliau sangat kesa
Read more

Kenapa Pirang?

Menikah siri? Dengan siapa? Ini harus dihentikan. Aku sama sekali tidak pernah menikahi siapapun kecuali Cinta. Kemaren Minah. Sekarang entahlah siapa. Tapi … sepertinya aku mengingat sesuatu di Jakarta dan ada hubungannya dengan pernikahan. Rahayu!“Man, ini pasti ada hubungannya dengan Rahayu. Dulu aku di Jakarta akan menikahinya, tapi tidak jadi.” Rahman menatapku sambil menganggukkan kepala, tidak tahu apa yang dia pikirkan.“Kamu memang hebat, Gus. Tiga orang mau menjadi milikmu. Aku satu saja susah ini. Nasib orang ganteng,” jawabnya nesu.“Sabar, Man. Tapi, aku tidak pernah mau sama siapapun selain Cinta,” tegasku.“Agus, ayo masuk kamar!” Cinta tiba-tiba datang, dan aku spontan melihat jam tangan yang masih setia melingkar di tangan kananku. Tentu saja baru dan aku memiliki sangat banyak.“Pukul tiga malam, dan kamu tidak mual lagi?” tanyaku serius. “Bagaimana jika aku
Read more

Cinta Pergi

Aku terdiam lemas di sebelah Cinta. Dia membuatku kesal kali ini. Lebih baik aku tidak berbicara dengannya. Segera aku palingkan wajahku saat dia menatap. Sebenarnya aku tidak mau melakukan ini. Anak yang dikandungnya sudah jelas anakku. Kenapa aku harus mempertanyakannya? Tapi … aku melihat warna tubuh bayi itu pirang. Apakah aku masih mempertanyakannya? Cinta dan aku melakukan semua cara untuk membuatnya mengandung ahli waris. Lebih baik aku diam dahulu.“Agus, apa kau mengira aku bersama Ben? Jika itu yang kau pikirkan, lebih baik aku pergi saja!” Cinta memberikan sorotan tajam. Aku memang sangat bersalah jika meragukan dirinya.“Cinta, aku sangat percaya denganmu. Tapi … kau lihat sendiri anak kita berwarna pirang!” tegasku membuat Cinta berdiri dari duduknya.“Jadi, kau masih tidak mempercayai jika ini anakmu?!” teriaknya semakin membuat semua pengunjung rumah sakit menatap kami. Seketika aku menarik lengann
Read more

Salah Paham

Rian menatapku dengan tegang. Sorotannya membuatku resah. Namun, aku berusaha mengatasi semuanya dengan tenang. Menyelesaikan dengan kepala dingin, harus aku lakukan. Yang jelas tanpa meletakkan es di atas kepalaku seperti apa yang dilakukan Rahman. Kini aku dengan cepat mendekati Rian. Nenek Suri dan Bibi saling berpegangan tangan menandakan kawatir melihatku. Mereka takut  jika semua teman Rian akan menyerangku.“Agus, hati-hati,” kata Nenek pelan. Aku hanya menganggukkan kepala agar semua bisa tenang.“Kamu mau apa?” tanyaku memasang wajah garang. Aku berusaha tidak memperlihatkan wajah takut. Bagaimanapun juga, ini harus aku selesaikan dengan jantan. “Jangan berbelit, Rian. Jika kau akan menye—” Aku spontan menghentikan ucapanku saat Rian tiba-tiba bersujud di depanku, begitu juga dengan teman-temannya.“Loh, kok …” Nenek bersama Bibi saling menolehkan kepala. Mereka tidak percaya dengan apa y
Read more

Diculik Ben

Aku semakin berputus asa. Bagaimana aku menjelaskan kepada Cinta apa yang sebenarnya terjadi. Sementara aku terjebak dalam rencanaku sendiri. Kepalaku terasa pening. Ayu masih saja memelukku. Aku sangat lemas. Cinta meninggalkanku begitu saja dengan Bibi dan Nenek Suri. Hidupku sudah tidak bisa lagi tertolong.“Ayu, kamu salah! Rian yang membawa cincin ini untukmu. Bukan aku!” teriakku melepas pelukan Ayu yang masih saja menempel. Aku segera menghampiri Rian menarik telapak tangannya. Cincin yang berada di genggamanku, segera kuserahkan.“Wes, lamar Ayu! Aku mau mengejar Cinta!” Saat aku mau berlari, Rian menarik lenganku hingga aku menghentikan langkah.“Gus, jangan pergi sebelum masalah ini selesai. Aku tidak bisa melakukan sendirian!” teriak Rian. Sementara Rahman menepuk jidatnya.“Wes, akan aku atur masalah Rian!” selanya menyambung perkataan Rian. Pak RT dan ibu Ayu masih diam tidak berkomentar. Semua
Read more

Akan Melahirkan

Tidak aku sangka mendengar sesuatu yang sangat membuatku panik. Tubuhku kaku, hidungku buntu seakan aku sudah tidak bisa merasakan bau. Uratku terputus membuatku lemas tidak berdaya. Hatiku serasa lemas seakan aku tidak bisa bernapas lagi. Cinta …“Gus, kok lemes? Kurang vitamin ehem-ehem?” Rahman mendekatiku. “Ehem-ehem opo?” tanyaku kesal.“Vitamin alami, Gus. Yang enak itu, hehe,” katanya membuatku semakin menarik napas.Aku mencengkeram kerah bajunya membuat lehernya tercekik. “Gus, kamu bukan Agus! De-de-mit!” teriak Rahman terkejut dengan apa yang aku lakukan.“Hus! Aku Agus! Cinta … Cinta, Man!” ucapku keras menggoyang tubuhnya.“Kenopo? Sadar, Gus!” balasnya ikut berteriak.“Cinta, dibawa Ben!” teriakku semakin kencang.Ibu Cinta dan ibuku berdatangan mendekatiku. Mereka pasti sudah merasa jika Cinta tidak ada di tempat. Untung ac
Read more

Lahir Pirang?

Sebelum menghubungi Agus, Ben mengambil tangga dan menaiki atap. Dia terus mencari sinyal untuk bisa menghubungi Agus. Sementara Cinta di bawah merasakan perutnya sangat sakit.  Sesuatu yang sangat basah sedikit membasahi bajunya bagian belakang.“Apa? Apa … ini air ketuban? Gawat!” Dia melangkah keluar sambil memegang perutnya. Kepalanya mendongak ke atas, melihat Ben berdiri di atap sambil mengarahkan ponselnya ke atas.“Ben! Bilang Agus sekarang! Suruh dia ke sini, karena air ketuban sedikit keluar!” teriak Cinta membuat Ben menginjak atap yang agak rapuh.“Wow, aku akan terjatuh. What, air degan. Ok Cinta my love. Aku sudah mendapatkan sinyal.” teriaknya segera menerima panggilan Agus. “Air ketuban! Bukan degan!” balas Cinta semakin berteriak. Namun, Ben tidak bisa menahan atap itu, dan, “Agusss …. Cinta akan me-la-hir-kan … air ketuban pe-cah ….! Arghhh! Braak!” dia
Read more

Akhirnya Lahir

Ben tersenyum mendengar apa yang suster katakan. PIRANG! DAN ITU BERARTI!“My child!” teriaknya dan akan melangkah maju. Aku sontak menariknya.“Minggir kamu sok bule!” ucapku dengan lirikan sinis.“Agus, im bule. Oh my ..,” jawabnya yang tidak aku hiraukan.Aku berjalan mendekati suster. Bapak juga mendekatiku. Sementara kedua orang tua Cinta berpegangan tangan. Mereka tentu saja resah dengan apa yang didengar. “Suster, apa yang dikatakan tadi barusan apakah benar?” tanya Bapak mencoba menenangkanku. Dia memegang pundakku dan menganggukkan kepala. Aku kali ini diam, dan membiarkan Bapak melakukan apa yang beliau mau.“Suster, jelaskan dengan perlahan dan sebenarnya,” kata Bapak meyakinkan suster yang akhirnya menjawab setelah menarik napas.“Anak kembar itu sangat gagah, ganteng, hidungnya mbangir alias mancung. Alisnya tebal. Kulitnya bercahaya kuning langsat,” jawabny
Read more

TES DNA

Aku masih di depan kamar dan belum masuk. Tidak mau merusak momen kebahagiaan di antara mereka semua. Saat kepalaku menoleh ke samping kanan, Rahman berlari menghampiriku.“Gus, gawat, mateng, genting, masalah! Kita ibarat manusia dalam terjangan tsunami.” Rahman mulai lagi dengan kata-kata ndak jelasnya. Aku tidak mengerti dengan perkataannya. Yang tahu hanya dia. Merusak perasaannku saja. Biar saja dia tidak aku hentikan. Aku masih mau merasakan perasaan bahagiaku ini.“Gus! Kamu ndak dengar aku ngomong apa? Ini masalah hidup dan matimu! Ada teman kamu yang menyampaikan masalah terpenting dalam hidupmu kok ndak digubris kayak makan kubis,” katanya sekali lagi yang selalu saja membingungkan. Habis masalah, bicarakan kubis. Tidak jelas! Aku melengos dan dia melongo.“Gus, wajahku melongo ini lo.” Mulutnya menganga kayak ikan mas koki. Lucu konyol semakin ndak jelas.“Kamu itu, aku ini lagi merasakan hal yang sanga
Read more
PREV
1
...
678910
...
15
DMCA.com Protection Status