All Chapters of Pengantin Tuan Haidar: Chapter 421 - Chapter 430

606 Chapters

Bab 420. Pijatanmu Lebih Enak

"Apa mau dilanjut?" bisik Haidar di telinga sang istri.Andin menganggukkan kepalanya perlahan. "Apa kamu tidak capek mijitin aku? Kamu juga 'kan abis kerja?" tanya Andin pada laki-laki yang sedang memijat bahu dan punggung sang istri."Nggak apa-apa, Bee," jawab Haidar sambil terus memijat bahu istrinya, "Kamu lebih capek karena harus mengurus dua juniorku.""Beruntungnya aku menikah dengan Brondong alot," ucap Andin sambil menyandarkan kepalanya pada dada bidang sang suami.Kini Haidar memijat pelipis sang istri dengan lembut. "Sekali-sekali pergi lah ke salon! Manjakan tubuhmu, jangan terlalu fokus pada anak-anak. Kalau kamu sering kelelahan seperti gini, nanti kamu sakit, aku nggak mau bidadari mesumku sakit.""Hmm ... pijatanmu lebih enak dari pijatan orang lain," kata Andin pelan sembari memejamkan mata.  Sebenarnya ia tidak terlalu suka berlama-lama di salon. Ia lebih suka dipijat oleh pelayan Bi Marni, salah satu pelayan d
Read more

Bab 421. Bergelut Dengan Kenikmatan

Andin mengangguk sambil tersenyum. "Kenapa kamu bertanya dulu, biasanya juga main hajar aja." "Kamu 'kan lagi capek," sahut Haidar sambil terus berjalan menuju kamarnya. "Iya sih, tapi kalau kamu mau, aku nggak bisa menolak, Boo," kata Andin sambil mengeratkan pelukannya. Sadar dengan berat tubuhnya yang semakin melebar, ia khawatir sang suami tidak kuat membopongnya saat menapaki anak tangga. "Tenang aja, Bee," kata Haidar sambil terkekeh melihat raut wajah istrinya yang terlihat takut terjatuh. "Kamu takut jatuh ya?" "Jatuh di pelukanmu itu sangat nikmat, tapi kalau jatuh di tangga nikmatnya beda," balas Andin sambil terkekeh. Andin memutar kenop pintu dan mendorongnya dengan perlahan, lalu menguncinya setelah mereka masuk. Haidar menurunkan sang istri di tempat tidur. Sang istri terlihat sangat mengantuk, ia jadi tidak tega mengganggunya. "Ini udah larut, ayo kita tidur! Besok pagi-pagi sekali kamu harus berangkat 'k
Read more

Bab 422. Saya Sangat Puas

Tari menjambak rambut sang suami, membenamkan semakin dalam wajah laki-laki yang telah menikahinya itu. Bahkan ia menjepit kepala Baron saat laki-laki itu menyesapi lahan garapannya dengan buas.Baron semakin bringas saat mendengar desahan istrinya. Laki-laki itu seakan tidak peduli dengan erangan wanita cantiknya.Semakin Tari bereaksi, dirinya akan semakin liar beraksi. Tidak sampai di situ, laki-laki itu malah mengganjal bemper sang istri dengan bantal supaya lidahnya lebih leluasa lagi mengobok-obok lubang keramat sang istri.Setelah merasa puas menyedot madu dari lubang keramat itu, ia bangun, lalu mengangkat kedua kaki sang istri dan menaruhnya di pundaknya.Ia segera memasukan senjata keperkasaannya, dan menggerakkannya maju mundur. Gunung kembar sang istri berayun naik turun seiring dengan hentakkan pinggul Baron.Tari menggigit bibir bawahnya, tangannya meremas sprei yang sudah acak-acakan. Tempat tidur itu sudah sangat berantakan. 
Read more

Bab 423. Aku Ingin Memuaskanmu

Tari mengangguk sambil tersenyum. Baron pun membantu sang istri bangun setelah ia turun dari tubuh seksi sang istri."Sayang, apa ini kamu sakit?" tanya Baron pada Tari sambil mengusap lahan gundul itu dengan telapak tangannya.Tari menggeleng cepat sambil menepis tangan suaminya, "Mungkin karena sudah terbiasa, sekarang nggak sakit lagi, cuma perih sedikit kalau buang air kecil," jawab Tari dengan pelan. Ia masih merasa malu menjawab pertanyaan suaminya."Kenapa? Apa hanya lidahku saja yang boleh menyentuh ini?" tanya Baron sambil menggendong Tari dan membawanya ke kamar mandi.Baron menurunkan sang istri di bawah pancuran shower. Lalu memutar kran hingga tubuh mereka tersiram air yang menyembur dari shower."Abang, aku ingin memuaskanmu ... apa boleh?" tanya Tari sambil mengusap wajahnya yang tersiram air."Saya tidak mendengarnya," sahut Baron.Tari merangkulkan tangannya di leher sang suami, lalu berjinjit dan berbicara dengan ker
Read more

Bab 424. Kesiangan

Andin membuka mata, memicingkan mata menatap jam dinding di kamarnya. "Nggak salah tuh?" Wanita cantik itu mengucek matanya untuk memperjelas penglihatan.  Barangkali penglihatannya salah karena baru saja membuka matanya. Ternyata jarum jam itu tetap sama. Lalu, ia mengambil ponselnya, mungkin jam dindingnya yang ngawur. "Sama," kata Andin. Ia pun segera turun dari tempat tidurnya, bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia keluar setelah beberapa menit setelah berada di dalam kamar mandi. Andin segera masuk ke ruang ganti, lalu segera berpakaian. Setelah itu ia kembali menghampiri suaminya. "Boo, bangun!" Andin mencium pipi sang suami dengan mesra. "Kamu kerja nggak, Boo?" tanya Andin pada suaminya. "Hmm ... sekarang jam berapa?" tanya Haidar dengan suara khas bangun tidur. Suara laki-laki tampan itu terdengar sangat seksi di telinganya. "Sudah jam delapan, Suamiku," bisik Andin sambil menggigit daun telinga suamin
Read more

Bab 425. Tidak Bisa Jauh

"Sensor woi ... sensor! Ada anak di bawah umur ini," protes Sisil pada sahabat dan suaminya yang berciuman tepat di depan matanya.Haidar melepas ciumannya, lalu menatap wajah sang istri sambil berkata, "Aku akan sangat merindukanmu," ucapnya. Ia tidak menanggapi ocehan Sisil yang sejak ia berciuman terus saja meneriakinya.'Yah gue nggak dianggap," ucap Sisil dalam hatinya.'Ya elah punya menantu lebay amat, cuma nggak ketemu beberapa hari aja udah kayak mau pergi bertahun-tahun,' cibir Bunda Anin pada menantunya.Setelah ciuman panas itu, mereka pergi ke bandara diantar oleh Haidar. Disepanjang perjalanan tangannya tidak pernah melepas jemari lentik milik sang istri. "Boo, kamu kenapa sih? Aku 'kan pergi cuma beberapa hari doang, lusa juga kamu nyusulin aku 'kan?" tanya Andin pada Haidar saat laki-laki itu tak henti-hentinya menciumi jemari sang istri."Aku nggak mau jauh darimu, walau hanya dua hari," jawab Haidar sambil menatap waj
Read more

Bab 426. Tamu Tak Diundang

"Bee, kamu hati-hati ya!" Haidar mencium kening sang istri dengan lembut. Tidak lupa mencium kedua anak kembarnya,"Daddy akan merindukan kalian," ucapnya sambil membelai lembut pipi sang anak yang terlihat sangat menggemaskan. "Bunda, saya titip Andin dan anak-anak ya. Tolong jaga wanita cantik itu untuk saya!" ucapnya setelah menyalami sang mertua."Kamu tenang aja, nanti istrimu Bunda ikat dengan rantai," jawab Bunda Anin sambil tertawa pelan."Dikira aku si Doggy," gumam Andin sambil mendelikkan matanya pada sang bunda.Haidar dan lainnya tertawa mendengar ucapan sang mertua. "Sil, titip mereka ya!" kata Haidar sebelum pergi meninggalkan bandara."Siap, Bang!" jawab Sisil dengan tegas.Haidar pun segera pergi ke kantor. Ia yakin ada yang penting hingga asistennya menelpon berkali-kali."Cepatlah!" titah Haidar kepada sang pengawal yang sedang mengemudikan mobilnya."Baik, Tuan!" Haidar merogoh ponselnya un
Read more

Bab 427. Brandal Berdasi

Laki-laki tampan bertubuh tegap dengan dibalut setelan jas berwarna hitam, dipadukan kemeja berwarna putih berjalan menghampiri sang tamu. Ia duduk di samping Baron sambil menumpangkan kakinya, menyandarkan tubuh di sandaran sofa sambil melipat kedua tangan di depan dada. Sorot matanya tajam menatap dua orang manusia yang duduk di hadapannya."Ada apa kalian ke sini? Mau melamar kerja?" tanya Haidar sembari mengangkat satu sudut bibirnya mengejek dua laki-laki yang memakai setelan jas berwarna serba hitam.Ardi bangun dari duduknya, "Kurang ajar kamu manusia serakah! Perusahaan ini milik keluarga Mannaf, aku juga berhak atas semua ini!"Ardi terlihat sangat emosi, amarahnya membludak saat Haidar merendahkannya. Sedangkan Haidar duduk begitu tenang sambil tersenyum."Kamu benar!" sahut Haidar, "Ini perusahaan keluarga Mannaf, aku lah pewaris tunggal kekayaan keluarga Mannaf," jawab Haidar dengan sangat tenang."Aku juga bagian dari kelu
Read more

Bab 428. Tari Tertusuk

"Aku nggak bisa diam terus seperti ini sementara orang yang aku cintai sedang bersama dengan orang jahat," gumam Tari sambil meremas-remas jemarinya."Aku harus melihat suamiku." Tari membuka kunci pintu ruang kerja sang suami, lalu melongok melihat keadaan sekitar.Para pengawal Haidar berjaga di depan pintu ruang kerja sang CEO. Tari semakin yakin kalau suaminya dalam bahaya."Banyak pengawal di depan pintu, bagaimana caranya aku masuk?" Tari berpikir keras mencari alasan supaya ia bisa masuk ke dalam ruangan bos-nya.Ia mondar-mandir sambil memijat batang hidungnya, "Kenapa otakku menjadi buntu di saat begini," gumamnya yang belum juga mendapatkan alasan yang kuat supaya ia bisa masuk ke dalam ruangan bos-nya.Setelah beberapa menit, akhirnya ia mendapatkan cara supaya bisa masuk dengan mulus ke dalam ruangan yang dijaga ketat para pengawal Haidar.Tari melangkah keluar dari ruang kerja sang suami setelah mendapatkan ide. Ia berjalan cepa
Read more

Bab 429. Ruang IGD

Haidar menunggu Tari di depan ruang IGD dengan gelisah. Ia khawatir terjadi sesuatu yang fatal terhadap sekretarisnya. Jika itu terjadi, ia akan merasa sangat bersalah.Haidar mengalihkan pandangannya pada sosok laki-laki yang berlari ke arahnya. Dia adalah Baron, sang asisten yang datang dengan penampilan yang kacau. Kemeja putih dan tangannya sudah berlumur darah, membuat Haidar berpikir kalau sang asisten telah membunuh orang.“Tuan, bagaimana keadaan istri saya?” tanya Baron dengan napas yang tersengal-sengal karena habis berlari.“Saya belum tahu,” jawab Baron, “Sejak tadi belum ada Dokter yang keluar dari ruangan ini.”Haidar tidak berani bertanya tentang keadaan di kantor, ia tahu kalau sang asisten begitu terpukul dengan musibah yang terjadi pada istrinya.Baron dan Haidar menunggu sambil mondar-mandir dengan gelisah. Kedua laki-laki itu mempunyai pikiran yang sama dan kekhawatiran yang sama pula dengan s
Read more
PREV
1
...
4142434445
...
61
DMCA.com Protection Status