All Chapters of Pengantin Tuan Haidar: Chapter 111 - Chapter 120

606 Chapters

Bab 111. Galau

Dengan langkah gontai, Andin berjalan menuju kamar. Gurat kesedihan terpancar di wajah cantiknya. Ia merasa sangat sedih, sang suami yang belum lama menutup luka hatinya kini telah pergi tanpa pamit padanya. Walaupun suaminya hanya pergi untuk melakukan perjalanan bisnis, akan tetapi ia merasa sedih seolah-olah tidak akan pernah bertemu lagi dengan sang suami. Andin memutar kenop pintu dengan malas, didorongnya daun pintu dengan perlahan, lalu menutup pintu dan menguncinya, ia berjalan gontai menuju tempat tidur. Kemudian menjatuhkan tubuhnya di kasur dengan posisi telungkup. "Boo, kenapa kamu pergi nggak pamit dulu." Tidak terasa bulir bening merembes dari sudut matanya. "Kenapa hati ini terasa sakit, apa gue terlalu mencintainya? Hingga gue nggak mau jauh darinya walau hanya sehari aja," gumamnya dalam hati. Andin terus saja menangisi sang suami yang pergi tanpa pamit. Padaha
Read more

Bab 112. Over Dosis Cinta

“Nona muda,”panggil Bi Narti. “Nona kenapa?” Bi Narti segera mendekati nona mudanya yang tidur telungkup. Para pelayan yang lain hanya berdiri di depan kamar Andin. Para bodyguard suaminya pun telah berdiri berjajar di depan kamarnya. Sebagian masuk ke dalam ruangan untuk memastikan keadaan nona mudanya. “Nah loh, pasukan lo datang, Din,” kata Sisil saat melihat para bodyguard masuk ke dalam kamar Andin. "Salah ucap, gue." Sisil menepok jidatnya. “Non Sisil, Nona muda kenapa?” tanya salah satu bodyguard pada sahabat majikannya. “Over dosis dia, Bang,” kata Sisil. “Maksudnya?” tanya kembali sang bodyguard. “Over dosis cin-” Sebelum Sisil melanjutkan ucapannya. Bi Narti sudah histeris
Read more

Bab 113. Lebih Sakit Dari Putus Cinta

Setelah mendapat perintah dari nona mudanya, para pelayan dan bodyguard itu keluar dari kamar. Mereka merasa lega karena istri dari Tuannya baik-baik saja. “Sil, kok gini amat ya rasanya kalau lagi kangen,” kata Andin dengan lirih. Ia kembali merebahkan tubuhnya. “Ternyata rindu itu berat, lebih berat dari beban hidup gue,” imbuhnya. “Ya elah, lebay banget lo!” Sisil memukul Andin dengan bantal berkali-kali. Andin bangun dan terduduk, kedua kakinya ia lipat di depan. “Gue doain, lo bakal ngerasain apa yang gue rasa sekarang. Rindu itu lebih sakit dari pada putus cinta.” Wajah Sisil langsung pucat pasi mendengar ucapan Andin.  Ia sudah pernah merasakan sakit hati karena putus cinta dan itu sangat sakit. Ia tidak bisa membayangkan kalau rindu terhadap suami rasanya lebih sakit dari pada putus cinta. “Udah tahu rasa
Read more

Bab 114. Gila Karena Cinta

“Halo!” sapa Andin sambil tersenyum bahagia melihat wajah suaminya di layar ponsel. Haidar  segera melakukan video call setelah mendapat kabar kegaduhan di rumah dari bodyguard-nya. “Bee, kamu nggak pergi kuliah?” tanya Haidar sambil menahan senyum, ia pura-pura tidak tahu apa yang terjadi di rumahnya. Andin menggelengkan kepalanya pelan. “Kamu kenapa nggak pamit dulu sama aku?” Andin mengerucutkan bibirnya. “Semalam aku udah bilang, nggak akan pamit lagi karena mau pergi pagi-pagi sekali, aku nggak mau mengganggumu,” jelas Haidar. “Mata kamu kenapa, Bee?” tanya Haidar. “A-aku …-” “Dia abis nangis, Bang. Rindu berat sama Abang. Dia nggak pergi kuliah karena nangis seharian.” Sisil menyela ucapan sahabatnya sambil tertawa. 
Read more

Bab 115. Kegelisahan Sang Istri

Dengan setia, Andin menunggu kabar dari suaminya, tapi sampai larut malam sang suami belum pulang juga. Ia masih terjaga menunggu suaminya pulang. Sedangkan Sisil sudah terlelap di kamar Andin yang ada di sebelah kamar utama. “Gue ke kamar sebelah aja kali ya, tapi ntar ganggu Sisil, kasian dia kalau gue ganggu.” Andin yang sudah turun dari tempat tidur kembali naik dan merebahkan tubuhnya. “Boo, kamu ke mana sih? Nggak ada kabar, jam segini juga belum pulang.” Tiba-tiba Andin teringat kado dari sang suami. Ia membuka laci nakas untuk mengambil kotak hadiah dari suaminya.  Ia membuka kotak kecil itu dengan tidak sabar. “Tunggu sampai esok hari! Aku akan membuatmu terkejut,” ucap Andin saat membaca tulisan yang ada di kotak kecil yang dibungkus dengan sangat rapi. “Cuma tulisan daong. Tapi, kejutan apa yang udah dia siapin? Apa karena ini dia tidak pulang hari ini?”
Read more

Bab 116. Kecewa

Setelah meminum obat yang diberikan Bi Susi, Andin baru bisa memejamkan matanya. Bi Susi keluar dari kamar setelah nona mudanya tertidur. “Pak, tolong jangan biarkan orang masuk ke kamar Nona, siapa pun itu, kecuali Tuan,” kata Bi Susi pada bodyguard yang berjaga di depan kamar. “Nona baru saja tertidur.” “Iya, Bi,” jawab pria gagah itu sambil menundukkan kepalanya kepada orang yang lebih tua, walau pun mereka sama-sama pelayan dari Tuan Haidar. Andin mengerjapkan mata dan meregangkan otot-ototnya. Kepalanya sudah merasa lebih baik sekarang. “Astaga, udah jam satu siang!” Andin segera turun dari tempat tidur, lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah sepuluh menit ia keluar dan segera berpakaian. Sambil tersenyum senang ia keluar dari kamar untuk menyambut kepulangan suaminya. “Kamu dari semalam masih
Read more

Bab 117. Kejutan

“Kamu ke mana sih, Boo?” Andin mengempaskan tubuhnya di kasur. Ia benar-benar merasa kecewa dengan suaminya. Tok tok tok “Nona muda, ini ada kiriman paket untuk Nona.” Pak Jaka memanggil Nona mudanya sambil mengetuk pintu kamar. Andin segera bangun dan dengan cepat ia membuka pintu kamar. “Ada apa, Pak?” “Ini, Nona, ada kiriman paket untuk Nona.” Pak Jaka menyerahkan satu kotak yang dibungkus dengan kertas berwarna hitam. Hanya ada nama penerimanya, tidak ada nama pengirm di kotak itu. “Terima kasih, Pak.” Andin segera menutup pintu kamar setelah Pak Jaka pergi. Andin segera naik ke tempat tidur dan duduk bersila sambil tersenyum bahagia. Ia tidak sabar untuk membuka kotak tersebut. “Mungkin ini kejutannya,” ucapnya sambil tersenyum. Dengan perlahan ia membuka bungkus
Read more

Bab 118. Tersenyum Walau Hati Luka

“Jalan, Pak,” kata Andin setelah ia masuk ke dalam taksi online. Andin mengembuskan napas berat. Bunda, Ayah maafin aku,” batin Andin. Lalu ia memejamkan matanya. “Siap, Neng!” sahut supir taksi online yang berusia sekitar setengah abad dengan logat sundanya. Andin kembali membuka mata saat mendengar suara bapak supir taksi online. “Bapak orang sunda ya?” tanya Andin dengan ramah. “Iya, Neng. Saya orang Bandung,” jawab Pak supir. “Saya juga orang Bandung, Pak, cuma dari kecil tinggal di sini,” sahut Andin sambil tersenyum. “Tepatnya di lembang,” imbuhnya. “Kebetulan Neng, Bapak juga dari lembang. Keluarga Bapak di sana, cuma Bapak yang kerja di sini. Ini juga mobil milik teman, kita bagi hasil.” tutur Pak supir. “Nama Bapak si
Read more

Bab 119. Sejenak Melupakannya

Andin segera masuk ke dalam mobil. “Pak cepetan jalan!” titah Andin sambil menyeka air mataya.   Tanpa banyak bertanya lagi Pak Samin langsung menancap gas. Mobil berwarna putih itu segera melesat keluar dari pekarangan rumah Mami Inggit yang seperti kebun raya karena terlihat sangat asri dan juga luas.   “Pak apa aku harus order lagi lewat aplikasi?” tanya Andin sambil terisak karena air matanya tidak bisa berhenti menetes.   “Nggak usah, Neng,” sahut Pak Samin.   Sebenarnya Andin harus mengorder lagi, tapi ia merasa kasihan dengan Andin yang sedang bersedih. Ia tidak mau menambah beban penumpangnya, walaupun ia juga tidak tahu apa yang terjadi pada penumpangnya.   “Terima kasih, Pak,” ucap Andin sambil menyeka air matanya. “Saya tidur sebentar ya, Pak.”   “Silakan, Neng!” Pak Samin sedikit mengurangi kecepatan kendaraannya agar Andin bisa tidur dengan nyama
Read more

Bab 120. Karma

Setelah turun dari taksi online, Andin berjalan sekitar lima puluh meter untuk sampai ke rumahnya. Sudah lama ia tidak pulang ke rumah peninggalan nenek kandungnya. Andin membuka pintu dengan kunci yang ia punya. Sejak Mang Encep, pelayan setia keluarganya sakit-sakitan, rumah itu kosong tak berpenghuni, tapi setiap hari ada anak dari Mang Encep yang membersihkan rumah itu, sehingga rumah itu masih bagus dan terawat. “Mungkin ini yang Roy rasakan saat melihat gue bersanding dengan orang lain. Gue kena karma,” gumam Andin sambil memandang indahnya kota Bandung dari balkon kamarnya. “Roy maafin gue.” Andin menyeka air matanya yang tak terasa menetes begitu saja. “Gimana caranya gue ngehubungin Mang Ace? Kalau ponsel gue idupin, pasti Haidar bisa ngelacak keberadaan gue,” gumamnya. “Gue beresin dulu baju ah, abis itu mandi terus nyari makanan enak di sini. Gue mau makan sepuasnya un
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
61
DMCA.com Protection Status