Semua Bab Pengantin Tuan Haidar: Bab 121 - Bab 130

606 Bab

Bab 121. Ingin Melupakan

Andin tersenyum senang melihat Mang Ace dan istrinya. “Nggak apa-apa, Bi,” jawab Andin sambil tersenyum. “Neng Andin kapan datang?” tanya Mang Ace.  Seingatnya tadi pagi ia membersihkan seluruh rumah termasuk kamar, tidak ada orang. “Satu jam yag lalu, Mang,” jawab Andin. “Orang baik mah begini selalu diberi kemudahan,” gumamnya dalam hati sambil tersenyum. “Kenapa nggak nelpon Mamang? Mamang sama Bibi bisa ke sini buat nemenin Neng Andin.” “Aku kabur dari rumah,” ucapnya sambil menyeringai. “Hapenya aku matiin. Aku mau nenangin diri di sini. Aku mohon Mang Ace sama Bi Icih mau merahasiakan keberadaanku di sini. Kalau ada yang nelpon Mamang, siapa pun itu, aku mohon jangan kasih tahu kalau aku di sini.” Andin mengatupkan kedua tangannya memohhon pada Mang Ace dan Bi Icih. “Asta
Baca selengkapnya

Bab 122. Kepergian Andin

“Bee! Sayang, aku pulang,” teriak Haidar saat masuk ke rumahnya. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sang istri. “Tuan muda sudah pulang, tadi kata Nona muda, Tuan nggak pulang hari ini, makanya Nona mau menginap di rumah Nyonya besar.” Bi Narti tampak heran dengan kepulangan tuannya. “Maksud Bibi apa? Hari ini aku belum mengabari Andin karena ingin memberinya kejutan.” Haidar juga tampak kebingungan dengan ucapan pelayannya. “Tadi Nona muda bawa koper, katanya mau menginap di rumah Nyonya karena Tuan muda nggak pulang hari ini,” jelas Bi Narti. “Koper? Mau nginep di rumah Mami bawa koper?” tanya Haidar yang semakin kebingungan. “Iya, Tuan. Nona muda berbicara seperti pada Bibi, dan anehnya Nona nitip salam juga buat yang lainnya karena ia pergi terburu-buru katanya supir Nyonya sudah menunggunya di depan ger
Baca selengkapnya

Bab 123. Kegelisahan Haidar

“Apa dia nggak menghubungi kamu?” tanya Haidar pada Sisil. “Nggak.” Sisil merogoh ponselnya yang ada di dalam tas ranselnya. Ia mencoba menghubungi Andin, tapi ponselnya tidak aktif. “Masih belum aktif.” “Sil, tolong jangan kasih tahu dulu keluarga Andin tentang kepergiannya, takut mereka khawatir. Aku mau telpon Mami dulu, tanya keberadaan Andin.” “Iya, Bang. Kalau begitu aku pulang dulu ya.” Sisil pergi setelah berpamitan pada Haidar dan Bi Narti. Haidar merogoh ponselnya di dalam saku jas untuk menelpon sang mami. “Halo, Mi. Di situ ada Andin nggak?” tanya Haidar pada maminya ketika sambungan teleponnya terhubung. “Kamu udah pulang? Tanya Mami Inggit. “Tadi Anin mampir ke sini, katanya sekalian lewat karena dia ada acara dengan teman-temannya,” jelas Mami Inggit pada
Baca selengkapnya

Bab 124. Istriku

Haidar bergegas masuk ke dalam kamarnya. Ia mengambil satu foto dari lantai. “Ini ‘kan pertemuan kemarin dengan partner bisnisku, siapa yang ngirim ini?” gumamnya. Satu persatu foto dirinya dengan salah satu partner bisnisnya yang terlihat sangat dekat. “Pasti dia pergi karena ini.” Haidar melempar semua foto dirinya dan seorang wanita seksi. “Aku harus menjelaskan semuanya. Ini tidak benar.” Haidar keluar dari kamar dengan teresa-gesa. Ia berjalan cepat menuruni tangga. Haidar segera menancap gas setelah masuk ke dalam mobil. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Para bodyguard-nya juga mengikutinya walau tidak ada perintah. Mereka tahu kalau tuannya sedang tidak baik-baik saja. Tidak butuh waktu lama, ia sudah sampai di depan rumah orang tuanya. Haidar segera turun dan masuk ke dalam tanpa salam. “Mi … Mami!&
Baca selengkapnya

Bab 125. Kabur

Mami Inggit sedikit berlari mengikuti anaknya yang berjalan dengan cepat. “Ar, Mami mau bicara tentang ahli waris.” “Aku udah nggak peduli masalah itu, yang penting bagiku sekarang mencari keberadaan istriku,” sahut Haidar dengan tegas tanpa menoleh pada maminya. “Mami serius, Ar,” balas sang mami. Haidar menghentikan langkahnya, lalu membalikkan badan menghadap sang mami. “Istriku pergi dari rumah, Mi. Dia kabur …!” “Apa?!” Mami Inggit terkejut dengan penuturan anaknya. “Kok bisa? Kamu apain?” Mami Inggit memukul anaknya dengan gemas. “Mami kenapa mukul aku?” tanya Haidar sambil menghindari  pukulan sang mami. “Nanti aku jelaskan, sekarang yang terpenting nyari keberadaan istriku.” Haidar melanjutkan langkahnya menuju ruang kontrol. Ia masuk ruang kont
Baca selengkapnya

Bab 126. Istriku Sangat Cerdik

Pak Sam terkejut saat membuka pintu, ternyata orang yang mengetuk pintu rumah kontrakannya empat pria gagah dengan setelan jas berwarna hitam dan kaca mata hitam yang bertengker di hidung lancipnya. “Mungkin orang ini yang dimaksud si Neng tadi,” gumam Pak Samin dalam hati. “Bapak-bapak ini mau cari siapa ya?” tanya Pak Samin sesantai mungkin. “Apa benar, di sini kediaman dari Pak Samin, supir taksi online mobil ini?” salah satu bodyguard Haidar menunjukkan ponselnya yang memperlihatkan mobil dengan nomor plat yang terlihat dengan jelas. “Iya, Pak. Saya supir taksi online itu. Ada perlu apa ya?” Tak terlihat gugup sama sekali, Pak Samin menanggapi semua pertanyaan pria gagah itu dengan lancar. “Apa Bapak ingat dengan Nona muda kami, penumpang taksi online Bapak tadi siang?” Bodyguard itu memperlihatkan rekaman cctv
Baca selengkapnya

Bab 127. Aku Mencintaimu

Haidar mengerahkan anak buahnya untuk mencari keberadaan sang istri. Ia belum memberitahukan perihal kaburnya Andin dari rumah kepada mertuanya. Khawatir sang Nenek yang sudah tidak muda lagi mendengar berita hilangnya Andin yang akan mengganggu kesehatan sang nenek. Setelah sampai di rumahnya, Haidar segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan menenangkan pikirannya dengan berendam. “Bee, aku mencintaimu. Aku nggak mungkin mengkhianati kamu.” Haidar berendam air hangat, wajahnya menengadah sambil memejamkan mata. Tiba-tiba ia teringat dengan Sisil. “Mungkin Sisil tahu tempat yang sering dikunjungi Andin.” Haidar segera bangun dan membersihkan diri. Ia buru-buru keluar dari kamar mandi dan segera berpakaian. Diambilnya ponsel yang ada di atas nakas. Kemudian ia menghubungi Sisil. “Sil, kamu di mana?” tanya
Baca selengkapnya

Bab 128. Rumah Kenangan

“Tunggu, Ar! Aku juga butuh bantuanmu.” Haidar meraih tangan Aldin. “Duduklah dulu, aku perlu bantuan kalian.” Haidar pun duduk setelah Aldin duduk kembali. “Ada apa, Bang?” Aldin merasa kebingungan dengan ucapan adik ipar rasa kakak ipar karena umurnya jauh lebbih tua darinya. “Andin pergi dari rumah. Aku nggak tahu dia pergi ke mana.” Haidar menyandarkan tubuhnya pada sandaran pintu. Sebenarnya ia begitu sangat lelah, badannya terasa pegal semua, tapi ia tidak memedulikan semua itu. Ia akan tambah sakit jika sang istri belum juga ditemukan. “Pergi dari rumah karena apa?” Aldin merasa kebingungan. Sang adik tidak akan kabur dari rumah kalau tidak ada masalah yang serius. Haidar menyodorkan satu foto dirinya dan partner kerjanya saat di luar kota. “Dia pergi karena ada yang mengirim foto-foto itu padanya. Entah siapa yang mengirim aku
Baca selengkapnya

Bab 129. Di mana Andin

“Iya, Den, nggak apa-apa. Ada yang bisa mamang bantu?” tanya Mang Ace pada Aldin. Ia sudah bisa menebak tujuan majikannya menelpon. “Tadi sore Mamang ke rumah nggak?” tanya Aldin dengan ramah. “Iya, Den. Tadi sore Mamang ke rumah. Beberes rumah lalu nyalain lampu. Emangnya ada apa? Aden mau ke rumah?” Mang Ace berbohong pada Aldin. Padahal ia sedang ada di rumah itu bersama istrinya untuk menemani Andin. “Nggak, Mang. Andin pergi dari rumah, aku kira dia ke sana.” Aldin mempercayai ucapan orang yang sudah setia melayani keluarganya bertahun-tahun. “Mungkin ke rumah Pak Herman, di sana ‘kan ada Gilang. Kalau di rumah Kakek ‘kan kosong, nggak mungkin Neng Andin mau tinggal sendiri di rumah kosong.” Mang Ace semakin meyakinkan Aldin kalau adiknya tidak ada di rumah peninggalan sang kakek. “Bener juga,&rdqu
Baca selengkapnya

Bab 130. Merahasiakannya

“Kafe lagi ada sedikit masalah, gue lagi banyak tugas kuliah, jadi nggak bisa fokus,” jelas Gilang sambil terkekeh. “Lang, jangan bermain wanita terus! Bentar lagi gue harus mengurus perusahaan Ayah. Andin yang urus restoran. Biar Kak Aisyah yang urus kafe. Perusahaan Papi, siapa lagi yang nerusin kalau bukan lo. Kasihan orang tua kita, mereka udah tua udah saatnya menikmati hari tua.” Aldin tahu sebenarnya Gilang bukan banyak tugas kuliah, tapi waktunya banyak dihabiskan dengan para wanitanya. Gilang memang playboy, tapi ia masih dalam batasan yang wajar. “Tenang aja! Yang penting ‘kan gue nggak ngehamilin anak orang,” sahut Gilang sambil terkekeh. “Gue gorok lo, kalau sampai berani melakukan kayak gitu sebelum nikah!” Aldin sangat jengkel dengan saudara sepupunya itu yang susah untuk dinasehati. Bukannya takut, tapi Gilang m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1112131415
...
61
DMCA.com Protection Status