Andin segera masuk ke dalam mobil. “Pak cepetan jalan!” titah Andin sambil menyeka air mataya.
Tanpa banyak bertanya lagi Pak Samin langsung menancap gas. Mobil berwarna putih itu segera melesat keluar dari pekarangan rumah Mami Inggit yang seperti kebun raya karena terlihat sangat asri dan juga luas.
“Pak apa aku harus order lagi lewat aplikasi?” tanya Andin sambil terisak karena air matanya tidak bisa berhenti menetes.
“Nggak usah, Neng,” sahut Pak Samin.
Sebenarnya Andin harus mengorder lagi, tapi ia merasa kasihan dengan Andin yang sedang bersedih. Ia tidak mau menambah beban penumpangnya, walaupun ia juga tidak tahu apa yang terjadi pada penumpangnya.
“Terima kasih, Pak,” ucap Andin sambil menyeka air matanya. “Saya tidur sebentar ya, Pak.”
“Silakan, Neng!” Pak Samin sedikit mengurangi kecepatan kendaraannya agar Andin bisa tidur dengan nyama
Setelah turun dari taksi online, Andin berjalan sekitar lima puluh meter untuk sampai ke rumahnya. Sudah lama ia tidak pulang ke rumah peninggalan nenek kandungnya.Andin membuka pintu dengan kunci yang ia punya. Sejak Mang Encep, pelayan setia keluarganya sakit-sakitan, rumah itu kosong tak berpenghuni, tapi setiap hari ada anak dari Mang Encep yang membersihkan rumah itu, sehingga rumah itu masih bagus dan terawat.“Mungkin ini yang Roy rasakan saat melihat gue bersanding dengan orang lain. Gue kena karma,” gumam Andin sambil memandang indahnya kota Bandung dari balkon kamarnya. “Roy maafin gue.” Andin menyeka air matanya yang tak terasa menetes begitu saja.“Gimana caranya gue ngehubungin Mang Ace? Kalau ponsel gue idupin, pasti Haidar bisa ngelacak keberadaan gue,” gumamnya. “Gue beresin dulu baju ah, abis itu mandi terus nyari makanan enak di sini. Gue mau makan sepuasnya un
Andin tersenyum senang melihat Mang Ace dan istrinya. “Nggak apa-apa, Bi,” jawab Andin sambil tersenyum.“Neng Andin kapan datang?” tanya Mang Ace. Seingatnya tadi pagi ia membersihkan seluruh rumah termasuk kamar, tidak ada orang.“Satu jam yag lalu, Mang,” jawab Andin. “Orang baik mah begini selalu diberi kemudahan,” gumamnya dalam hati sambil tersenyum.“Kenapa nggak nelpon Mamang? Mamang sama Bibi bisa ke sini buat nemenin Neng Andin.”“Aku kabur dari rumah,” ucapnya sambil menyeringai. “Hapenya aku matiin. Aku mau nenangin diri di sini. Aku mohon Mang Ace sama Bi Icih mau merahasiakan keberadaanku di sini. Kalau ada yang nelpon Mamang, siapa pun itu, aku mohon jangan kasih tahu kalau aku di sini.” Andin mengatupkan kedua tangannya memohhon pada Mang Ace dan Bi Icih.“Asta
“Bee! Sayang, aku pulang,” teriak Haidar saat masuk ke rumahnya. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sang istri.“Tuan muda sudah pulang, tadi kata Nona muda, Tuan nggak pulang hari ini, makanya Nona mau menginap di rumah Nyonya besar.” Bi Narti tampak heran dengan kepulangan tuannya.“Maksud Bibi apa? Hari ini aku belum mengabari Andin karena ingin memberinya kejutan.” Haidar juga tampak kebingungan dengan ucapan pelayannya.“Tadi Nona muda bawa koper, katanya mau menginap di rumah Nyonya karena Tuan muda nggak pulang hari ini,” jelas Bi Narti.“Koper? Mau nginep di rumah Mami bawa koper?” tanya Haidar yang semakin kebingungan.“Iya, Tuan. Nona muda berbicara seperti pada Bibi, dan anehnya Nona nitip salam juga buat yang lainnya karena ia pergi terburu-buru katanya supir Nyonya sudah menunggunya di depan ger
“Apa dia nggak menghubungi kamu?” tanya Haidar pada Sisil.“Nggak.” Sisil merogoh ponselnya yang ada di dalam tas ranselnya. Ia mencoba menghubungi Andin, tapi ponselnya tidak aktif. “Masih belum aktif.”“Sil, tolong jangan kasih tahu dulu keluarga Andin tentang kepergiannya, takut mereka khawatir. Aku mau telpon Mami dulu, tanya keberadaan Andin.”“Iya, Bang. Kalau begitu aku pulang dulu ya.” Sisil pergi setelah berpamitan pada Haidar dan Bi Narti.Haidar merogoh ponselnya di dalam saku jas untuk menelpon sang mami.“Halo, Mi. Di situ ada Andin nggak?” tanya Haidar pada maminya ketika sambungan teleponnya terhubung.“Kamu udah pulang? Tanya Mami Inggit. “Tadi Anin mampir ke sini, katanya sekalian lewat karena dia ada acara dengan teman-temannya,” jelas Mami Inggit pada
Haidar bergegas masuk ke dalam kamarnya. Ia mengambil satu foto dari lantai. “Ini ‘kan pertemuan kemarin dengan partner bisnisku, siapa yang ngirim ini?” gumamnya.Satu persatu foto dirinya dengan salah satu partner bisnisnya yang terlihat sangat dekat. “Pasti dia pergi karena ini.” Haidar melempar semua foto dirinya dan seorang wanita seksi.“Aku harus menjelaskan semuanya. Ini tidak benar.” Haidar keluar dari kamar dengan teresa-gesa. Ia berjalan cepat menuruni tangga.Haidar segera menancap gas setelah masuk ke dalam mobil. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Para bodyguard-nya juga mengikutinya walau tidak ada perintah. Mereka tahu kalau tuannya sedang tidak baik-baik saja.Tidak butuh waktu lama, ia sudah sampai di depan rumah orang tuanya. Haidar segera turun dan masuk ke dalam tanpa salam. “Mi … Mami!&
Mami Inggit sedikit berlari mengikuti anaknya yang berjalan dengan cepat. “Ar, Mami mau bicara tentang ahli waris.”“Aku udah nggak peduli masalah itu, yang penting bagiku sekarang mencari keberadaan istriku,” sahut Haidar dengan tegas tanpa menoleh pada maminya.“Mami serius, Ar,” balas sang mami.Haidar menghentikan langkahnya, lalu membalikkan badan menghadap sang mami. “Istriku pergi dari rumah, Mi. Dia kabur …!”“Apa?!” Mami Inggit terkejut dengan penuturan anaknya. “Kok bisa? Kamu apain?” Mami Inggit memukul anaknya dengan gemas.“Mami kenapa mukul aku?” tanya Haidar sambil menghindari pukulan sang mami. “Nanti aku jelaskan, sekarang yang terpenting nyari keberadaan istriku.” Haidar melanjutkan langkahnya menuju ruang kontrol.Ia masuk ruang kont
Pak Sam terkejut saat membuka pintu, ternyata orang yang mengetuk pintu rumah kontrakannya empat pria gagah dengan setelan jas berwarna hitam dan kaca mata hitam yang bertengker di hidung lancipnya.“Mungkin orang ini yang dimaksud si Neng tadi,” gumam Pak Samin dalam hati. “Bapak-bapak ini mau cari siapa ya?” tanya Pak Samin sesantai mungkin.“Apa benar, di sini kediaman dari Pak Samin, supir taksi online mobil ini?” salah satu bodyguard Haidar menunjukkan ponselnya yang memperlihatkan mobil dengan nomor plat yang terlihat dengan jelas.“Iya, Pak. Saya supir taksi online itu. Ada perlu apa ya?” Tak terlihat gugup sama sekali, Pak Samin menanggapi semua pertanyaan pria gagah itu dengan lancar.“Apa Bapak ingat dengan Nona muda kami, penumpang taksi online Bapak tadi siang?” Bodyguard itu memperlihatkan rekaman cctv
Haidar mengerahkan anak buahnya untuk mencari keberadaan sang istri. Ia belum memberitahukan perihal kaburnya Andin dari rumah kepada mertuanya. Khawatir sang Nenek yang sudah tidak muda lagi mendengar berita hilangnya Andin yang akan mengganggu kesehatan sang nenek.Setelah sampai di rumahnya, Haidar segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan menenangkan pikirannya dengan berendam.“Bee, aku mencintaimu. Aku nggak mungkin mengkhianati kamu.” Haidar berendam air hangat, wajahnya menengadah sambil memejamkan mata.Tiba-tiba ia teringat dengan Sisil. “Mungkin Sisil tahu tempat yang sering dikunjungi Andin.”Haidar segera bangun dan membersihkan diri. Ia buru-buru keluar dari kamar mandi dan segera berpakaian. Diambilnya ponsel yang ada di atas nakas. Kemudian ia menghubungi Sisil.“Sil, kamu di mana?” tanya