“Apa dia nggak menghubungi kamu?” tanya Haidar pada Sisil.
“Nggak.” Sisil merogoh ponselnya yang ada di dalam tas ranselnya. Ia mencoba menghubungi Andin, tapi ponselnya tidak aktif. “Masih belum aktif.”
“Sil, tolong jangan kasih tahu dulu keluarga Andin tentang kepergiannya, takut mereka khawatir. Aku mau telpon Mami dulu, tanya keberadaan Andin.”
“Iya, Bang. Kalau begitu aku pulang dulu ya.” Sisil pergi setelah berpamitan pada Haidar dan Bi Narti.
Haidar merogoh ponselnya di dalam saku jas untuk menelpon sang mami.
“Halo, Mi. Di situ ada Andin nggak?” tanya Haidar pada maminya ketika sambungan teleponnya terhubung.
“Kamu udah pulang? Tanya Mami Inggit. “Tadi Anin mampir ke sini, katanya sekalian lewat karena dia ada acara dengan teman-temannya,” jelas Mami Inggit pada
Haidar bergegas masuk ke dalam kamarnya. Ia mengambil satu foto dari lantai. “Ini ‘kan pertemuan kemarin dengan partner bisnisku, siapa yang ngirim ini?” gumamnya.Satu persatu foto dirinya dengan salah satu partner bisnisnya yang terlihat sangat dekat. “Pasti dia pergi karena ini.” Haidar melempar semua foto dirinya dan seorang wanita seksi.“Aku harus menjelaskan semuanya. Ini tidak benar.” Haidar keluar dari kamar dengan teresa-gesa. Ia berjalan cepat menuruni tangga.Haidar segera menancap gas setelah masuk ke dalam mobil. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Para bodyguard-nya juga mengikutinya walau tidak ada perintah. Mereka tahu kalau tuannya sedang tidak baik-baik saja.Tidak butuh waktu lama, ia sudah sampai di depan rumah orang tuanya. Haidar segera turun dan masuk ke dalam tanpa salam. “Mi … Mami!&
Mami Inggit sedikit berlari mengikuti anaknya yang berjalan dengan cepat. “Ar, Mami mau bicara tentang ahli waris.”“Aku udah nggak peduli masalah itu, yang penting bagiku sekarang mencari keberadaan istriku,” sahut Haidar dengan tegas tanpa menoleh pada maminya.“Mami serius, Ar,” balas sang mami.Haidar menghentikan langkahnya, lalu membalikkan badan menghadap sang mami. “Istriku pergi dari rumah, Mi. Dia kabur …!”“Apa?!” Mami Inggit terkejut dengan penuturan anaknya. “Kok bisa? Kamu apain?” Mami Inggit memukul anaknya dengan gemas.“Mami kenapa mukul aku?” tanya Haidar sambil menghindari pukulan sang mami. “Nanti aku jelaskan, sekarang yang terpenting nyari keberadaan istriku.” Haidar melanjutkan langkahnya menuju ruang kontrol.Ia masuk ruang kont
Pak Sam terkejut saat membuka pintu, ternyata orang yang mengetuk pintu rumah kontrakannya empat pria gagah dengan setelan jas berwarna hitam dan kaca mata hitam yang bertengker di hidung lancipnya.“Mungkin orang ini yang dimaksud si Neng tadi,” gumam Pak Samin dalam hati. “Bapak-bapak ini mau cari siapa ya?” tanya Pak Samin sesantai mungkin.“Apa benar, di sini kediaman dari Pak Samin, supir taksi online mobil ini?” salah satu bodyguard Haidar menunjukkan ponselnya yang memperlihatkan mobil dengan nomor plat yang terlihat dengan jelas.“Iya, Pak. Saya supir taksi online itu. Ada perlu apa ya?” Tak terlihat gugup sama sekali, Pak Samin menanggapi semua pertanyaan pria gagah itu dengan lancar.“Apa Bapak ingat dengan Nona muda kami, penumpang taksi online Bapak tadi siang?” Bodyguard itu memperlihatkan rekaman cctv
Haidar mengerahkan anak buahnya untuk mencari keberadaan sang istri. Ia belum memberitahukan perihal kaburnya Andin dari rumah kepada mertuanya. Khawatir sang Nenek yang sudah tidak muda lagi mendengar berita hilangnya Andin yang akan mengganggu kesehatan sang nenek.Setelah sampai di rumahnya, Haidar segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan menenangkan pikirannya dengan berendam.“Bee, aku mencintaimu. Aku nggak mungkin mengkhianati kamu.” Haidar berendam air hangat, wajahnya menengadah sambil memejamkan mata.Tiba-tiba ia teringat dengan Sisil. “Mungkin Sisil tahu tempat yang sering dikunjungi Andin.”Haidar segera bangun dan membersihkan diri. Ia buru-buru keluar dari kamar mandi dan segera berpakaian. Diambilnya ponsel yang ada di atas nakas. Kemudian ia menghubungi Sisil.“Sil, kamu di mana?” tanya
“Tunggu, Ar! Aku juga butuh bantuanmu.” Haidar meraih tangan Aldin. “Duduklah dulu, aku perlu bantuan kalian.” Haidar pun duduk setelah Aldin duduk kembali.“Ada apa, Bang?” Aldin merasa kebingungan dengan ucapan adik ipar rasa kakak ipar karena umurnya jauh lebbih tua darinya.“Andin pergi dari rumah. Aku nggak tahu dia pergi ke mana.” Haidar menyandarkan tubuhnya pada sandaran pintu. Sebenarnya ia begitu sangat lelah, badannya terasa pegal semua, tapi ia tidak memedulikan semua itu. Ia akan tambah sakit jika sang istri belum juga ditemukan.“Pergi dari rumah karena apa?” Aldin merasa kebingungan. Sang adik tidak akan kabur dari rumah kalau tidak ada masalah yang serius.Haidar menyodorkan satu foto dirinya dan partner kerjanya saat di luar kota. “Dia pergi karena ada yang mengirim foto-foto itu padanya. Entah siapa yang mengirim aku
“Iya, Den, nggak apa-apa. Ada yang bisa mamang bantu?” tanya Mang Ace pada Aldin. Ia sudah bisa menebak tujuan majikannya menelpon.“Tadi sore Mamang ke rumah nggak?” tanya Aldin dengan ramah.“Iya, Den. Tadi sore Mamang ke rumah. Beberes rumah lalu nyalain lampu. Emangnya ada apa? Aden mau ke rumah?” Mang Ace berbohong pada Aldin. Padahal ia sedang ada di rumah itu bersama istrinya untuk menemani Andin.“Nggak, Mang. Andin pergi dari rumah, aku kira dia ke sana.” Aldin mempercayai ucapan orang yang sudah setia melayani keluarganya bertahun-tahun.“Mungkin ke rumah Pak Herman, di sana ‘kan ada Gilang. Kalau di rumah Kakek ‘kan kosong, nggak mungkin Neng Andin mau tinggal sendiri di rumah kosong.” Mang Ace semakin meyakinkan Aldin kalau adiknya tidak ada di rumah peninggalan sang kakek.“Bener juga,&rdqu
“Kafe lagi ada sedikit masalah, gue lagi banyak tugas kuliah, jadi nggak bisa fokus,” jelas Gilang sambil terkekeh.“Lang, jangan bermain wanita terus! Bentar lagi gue harus mengurus perusahaan Ayah. Andin yang urus restoran. Biar Kak Aisyah yang urus kafe. Perusahaan Papi, siapa lagi yang nerusin kalau bukan lo. Kasihan orang tua kita, mereka udah tua udah saatnya menikmati hari tua.”Aldin tahu sebenarnya Gilang bukan banyak tugas kuliah, tapi waktunya banyak dihabiskan dengan para wanitanya. Gilang memang playboy, tapi ia masih dalam batasan yang wajar.“Tenang aja! Yang penting ‘kan gue nggak ngehamilin anak orang,” sahut Gilang sambil terkekeh.“Gue gorok lo, kalau sampai berani melakukan kayak gitu sebelum nikah!” Aldin sangat jengkel dengan saudara sepupunya itu yang susah untuk dinasehati.Bukannya takut, tapi Gilang m
“Ya sudah, aku pulang dulu.” Haidar bangun dari duduknya. “Al, antar Sisil pulang ya, badanku lagi kurang fit.”“Iya, Bang.” Aldin juga bangun dari duduknya.Setelah berpamitan pada Aldin dan Sisil, Haidar keluar dari kafe lebih dulu.“Kamu bawa mobil saya!” Haidar melempar kunci mobil pada bodyguard yang berdiri di samping mobilnya. Untung saja para bodyguard-nya selalu mengikutinya walau tanpa perintah.Pria gagah berjas hitam itu dengan sigap menangkapnya. Kemudian membukakan pintu mobil bagian belakang. Setelah tuannya masuk ke dalam mobil, ia pun masuk dan segera melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.“Lebih cepat lagi!” titahnya pada sang bodyguard.“Siap, Tuan.” Pria itu menambah kecepatan laju kendaraannya. Mobil mewah berwarna hitam mengki
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha