Dengan setia, Andin menunggu kabar dari suaminya, tapi sampai larut malam sang suami belum pulang juga. Ia masih terjaga menunggu suaminya pulang. Sedangkan Sisil sudah terlelap di kamar Andin yang ada di sebelah kamar utama.
“Gue ke kamar sebelah aja kali ya, tapi ntar ganggu Sisil, kasian dia kalau gue ganggu.” Andin yang sudah turun dari tempat tidur kembali naik dan merebahkan tubuhnya. “Boo, kamu ke mana sih? Nggak ada kabar, jam segini juga belum pulang.”
Tiba-tiba Andin teringat kado dari sang suami. Ia membuka laci nakas untuk mengambil kotak hadiah dari suaminya. Ia membuka kotak kecil itu dengan tidak sabar.
“Tunggu sampai esok hari! Aku akan membuatmu terkejut,” ucap Andin saat membaca tulisan yang ada di kotak kecil yang dibungkus dengan sangat rapi. “Cuma tulisan daong. Tapi, kejutan apa yang udah dia siapin? Apa karena ini dia tidak pulang hari ini?”
Setelah meminum obat yang diberikan Bi Susi, Andin baru bisa memejamkan matanya. Bi Susi keluar dari kamar setelah nona mudanya tertidur.“Pak, tolong jangan biarkan orang masuk ke kamar Nona, siapa pun itu, kecuali Tuan,” kata Bi Susi pada bodyguard yang berjaga di depan kamar. “Nona baru saja tertidur.”“Iya, Bi,” jawab pria gagah itu sambil menundukkan kepalanya kepada orang yang lebih tua, walau pun mereka sama-sama pelayan dari Tuan Haidar.Andin mengerjapkan mata dan meregangkan otot-ototnya. Kepalanya sudah merasa lebih baik sekarang. “Astaga, udah jam satu siang!” Andin segera turun dari tempat tidur, lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah sepuluh menit ia keluar dan segera berpakaian. Sambil tersenyum senang ia keluar dari kamar untuk menyambut kepulangan suaminya.“Kamu dari semalam masih
“Kamu ke mana sih, Boo?” Andin mengempaskan tubuhnya di kasur. Ia benar-benar merasa kecewa dengan suaminya.Tok tok tok“Nona muda, ini ada kiriman paket untuk Nona.” Pak Jaka memanggil Nona mudanya sambil mengetuk pintu kamar.Andin segera bangun dan dengan cepat ia membuka pintu kamar. “Ada apa, Pak?”“Ini, Nona, ada kiriman paket untuk Nona.” Pak Jaka menyerahkan satu kotak yang dibungkus dengan kertas berwarna hitam. Hanya ada nama penerimanya, tidak ada nama pengirm di kotak itu.“Terima kasih, Pak.” Andin segera menutup pintu kamar setelah Pak Jaka pergi.Andin segera naik ke tempat tidur dan duduk bersila sambil tersenyum bahagia. Ia tidak sabar untuk membuka kotak tersebut. “Mungkin ini kejutannya,” ucapnya sambil tersenyum.Dengan perlahan ia membuka bungkus
“Jalan, Pak,” kata Andin setelah ia masuk ke dalam taksi online.Andin mengembuskan napas berat. Bunda, Ayah maafin aku,” batin Andin. Lalu ia memejamkan matanya.“Siap, Neng!” sahut supir taksi online yang berusia sekitar setengah abad dengan logat sundanya.Andin kembali membuka mata saat mendengar suara bapak supir taksi online. “Bapak orang sunda ya?” tanya Andin dengan ramah.“Iya, Neng. Saya orang Bandung,” jawab Pak supir.“Saya juga orang Bandung, Pak, cuma dari kecil tinggal di sini,” sahut Andin sambil tersenyum. “Tepatnya di lembang,” imbuhnya.“Kebetulan Neng, Bapak juga dari lembang. Keluarga Bapak di sana, cuma Bapak yang kerja di sini. Ini juga mobil milik teman, kita bagi hasil.” tutur Pak supir.“Nama Bapak si
Andin segera masuk ke dalam mobil. “Pak cepetan jalan!” titah Andin sambil menyeka air mataya. Tanpa banyak bertanya lagi Pak Samin langsung menancap gas. Mobil berwarna putih itu segera melesat keluar dari pekarangan rumah Mami Inggit yang seperti kebun raya karena terlihat sangat asri dan juga luas. “Pak apa aku harus order lagi lewat aplikasi?” tanya Andin sambil terisak karena air matanya tidak bisa berhenti menetes. “Nggak usah, Neng,” sahut Pak Samin. Sebenarnya Andin harus mengorder lagi, tapi ia merasa kasihan dengan Andin yang sedang bersedih. Ia tidak mau menambah beban penumpangnya, walaupun ia juga tidak tahu apa yang terjadi pada penumpangnya. “Terima kasih, Pak,” ucap Andin sambil menyeka air matanya. “Saya tidur sebentar ya, Pak.” “Silakan, Neng!” Pak Samin sedikit mengurangi kecepatan kendaraannya agar Andin bisa tidur dengan nyama
Setelah turun dari taksi online, Andin berjalan sekitar lima puluh meter untuk sampai ke rumahnya. Sudah lama ia tidak pulang ke rumah peninggalan nenek kandungnya.Andin membuka pintu dengan kunci yang ia punya. Sejak Mang Encep, pelayan setia keluarganya sakit-sakitan, rumah itu kosong tak berpenghuni, tapi setiap hari ada anak dari Mang Encep yang membersihkan rumah itu, sehingga rumah itu masih bagus dan terawat.“Mungkin ini yang Roy rasakan saat melihat gue bersanding dengan orang lain. Gue kena karma,” gumam Andin sambil memandang indahnya kota Bandung dari balkon kamarnya. “Roy maafin gue.” Andin menyeka air matanya yang tak terasa menetes begitu saja.“Gimana caranya gue ngehubungin Mang Ace? Kalau ponsel gue idupin, pasti Haidar bisa ngelacak keberadaan gue,” gumamnya. “Gue beresin dulu baju ah, abis itu mandi terus nyari makanan enak di sini. Gue mau makan sepuasnya un
Andin tersenyum senang melihat Mang Ace dan istrinya. “Nggak apa-apa, Bi,” jawab Andin sambil tersenyum.“Neng Andin kapan datang?” tanya Mang Ace. Seingatnya tadi pagi ia membersihkan seluruh rumah termasuk kamar, tidak ada orang.“Satu jam yag lalu, Mang,” jawab Andin. “Orang baik mah begini selalu diberi kemudahan,” gumamnya dalam hati sambil tersenyum.“Kenapa nggak nelpon Mamang? Mamang sama Bibi bisa ke sini buat nemenin Neng Andin.”“Aku kabur dari rumah,” ucapnya sambil menyeringai. “Hapenya aku matiin. Aku mau nenangin diri di sini. Aku mohon Mang Ace sama Bi Icih mau merahasiakan keberadaanku di sini. Kalau ada yang nelpon Mamang, siapa pun itu, aku mohon jangan kasih tahu kalau aku di sini.” Andin mengatupkan kedua tangannya memohhon pada Mang Ace dan Bi Icih.“Asta
“Bee! Sayang, aku pulang,” teriak Haidar saat masuk ke rumahnya. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sang istri.“Tuan muda sudah pulang, tadi kata Nona muda, Tuan nggak pulang hari ini, makanya Nona mau menginap di rumah Nyonya besar.” Bi Narti tampak heran dengan kepulangan tuannya.“Maksud Bibi apa? Hari ini aku belum mengabari Andin karena ingin memberinya kejutan.” Haidar juga tampak kebingungan dengan ucapan pelayannya.“Tadi Nona muda bawa koper, katanya mau menginap di rumah Nyonya karena Tuan muda nggak pulang hari ini,” jelas Bi Narti.“Koper? Mau nginep di rumah Mami bawa koper?” tanya Haidar yang semakin kebingungan.“Iya, Tuan. Nona muda berbicara seperti pada Bibi, dan anehnya Nona nitip salam juga buat yang lainnya karena ia pergi terburu-buru katanya supir Nyonya sudah menunggunya di depan ger
“Apa dia nggak menghubungi kamu?” tanya Haidar pada Sisil.“Nggak.” Sisil merogoh ponselnya yang ada di dalam tas ranselnya. Ia mencoba menghubungi Andin, tapi ponselnya tidak aktif. “Masih belum aktif.”“Sil, tolong jangan kasih tahu dulu keluarga Andin tentang kepergiannya, takut mereka khawatir. Aku mau telpon Mami dulu, tanya keberadaan Andin.”“Iya, Bang. Kalau begitu aku pulang dulu ya.” Sisil pergi setelah berpamitan pada Haidar dan Bi Narti.Haidar merogoh ponselnya di dalam saku jas untuk menelpon sang mami.“Halo, Mi. Di situ ada Andin nggak?” tanya Haidar pada maminya ketika sambungan teleponnya terhubung.“Kamu udah pulang? Tanya Mami Inggit. “Tadi Anin mampir ke sini, katanya sekalian lewat karena dia ada acara dengan teman-temannya,” jelas Mami Inggit pada
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha