Beranda / Romansa / ZONA MANTAN / 02. Kerempongan Mami

Share

02. Kerempongan Mami

Penulis: naftalenee
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-05 13:25:55

Juda menggeram kesal. Ia sudah terbiasa mimpi random. Mulai dari menjadi istri simpanan presiden, menjadi manajer BIGBANG–boyband Korea yang populer sejak tahun 2011-an–yang menjadi idolanya, suatu kali juga pernah menjadi dokter paling dikagumi di rumah sakit besar di Jakarta. Di lain waktu, Juda tiba-tiba menjadi pendaki yang suka menjelajah gunung-gunung tinggi di dunia. Ya, memang serandom itu bunga tidur yang Juda dapatkan saat tidur.

Juda tidak pernah terlalu memusingkan mimpi-mimpi yang menghiasi malam-malamnya itu. Karena baginya, mimpi hanyalah bunga tidur yang kadang berbau harum dan terkadang berbau busuk. Mereka hanya ilusi yang tidak akan menjadi kenyataan.

Namun, selama beberapa minggu terakhir ini, Juda hampir selalu memimpikan hal yang sama. Hal ini membuatnya kesal laur biasa karena ia terpaksa harus kembali mengingat kenangan terakhir di masa-masa SMA-nya yang tidak terlalu menyenangkan.

“Kenapa sih nongol mulu di mimpi gue?” gerutu Juda sambil menggaruk kepalanya dengan kesal. Membuat rambut kusutnya menjadi semakin kusut.

“JUJU! MAMI BERAPA KALI BILANG SAMA KAMU JANGAN BANGUN SIANG-SIANG!”

Teriakan menggelegar Mami menyadarkan Juda sepenuhnya dari kantuk. Mata yang tadinya masih setengah terpejam itu membuka sempurna. Menonjolkan garis-garis tipis tak beraturan berwarna merah di bola mata. Juda buru-buru turun dari atas kasur dan keluar dari kamar untuk menuju kamar mandi yang berada di samping dapur.

“Kamu itu keseringan bangun siang, makanya susah jodoh!” Suara Mami–yang sosoknya tadi Juda lihat tengah memotong-motong sayur untuk dimasak–terdengar hingga ke dalam kamar mandi.

Juda mendengkus kesal. “Apa hubungannya bangun siang sama jodoh, sih, Mi!” jawab Juda yang batal mengejan untuk mengeluarkan sampah-sampah dari perutnya.

“Nanti siang temen Mami main ke sini. Kamu nggak usah ke mana-mana,” kata Mami. Tak mengacuhkan dengkusan kesal anaknya.

“Yang ke sini temen Mami, kenapa aku yang nggak dibolehin ke mana-mana?” protes Juda. Padahal rencanaya hari ini Juda ingin jalan-jalan dengan sepupunya yang tinggal di sebelah rumah Mami.

“Maksudnya temen Mami ke sini sama anaknya mau ketemu kamu, Ju!” sahut Mammi garang.

WHAT?!” Juda merespons dengan sama garangnya. “Mami, kok ngeselin, sih? Mami nggak usah deh jodoh-jodohin aku terus! Aku kan udah bilang aku bisa cari pacar sendiri.”

“Kalau kamu bisa cari pacar sendiri, kenapa nggak dikenalin ke Mami? Kamu bilang gitu dari tahun kemarin tapi mana hasilnya? Nggak ada!”

Juda semakin cemberut karena Mami baru saja membeberkan fakta pahit yang selalu menghantui perempuan itu selama beberapa waktu terakhir. “Mereka lari semua karena diburu-buru Mami terus buat nikahin aku!”

“Nah, itu bukti kalau kamu nggak bisa cari calon suami. Mami nggak butuh menantu yang punya mental tempe! Enak aja deketin anak Mami tapi nggak mau diseriusin!”

Juda menyerah. Mau sampai besok duduk di kloset, kalau obrolannya dengan Mami tidak segera dihentikan, tidak akan ada yang bisa dikeluarkan dari perutnya. Juda membutuhkan ketenangan agar bisa dengan mudah membuang sisa-sisa makanan di tubuhnya yang tak terkonversi menjadi energi.

Juda keluar dari kamar mandi dengan muka cemberut. “Mi, aku tu males ketemu sama anak temen Mami. Nggak ada yang bener semua!”

Mami menoleh ke arah Juda yang berdiri di depannya, dipisahkan oleh meja. “Hush! Nggak boleh gitu. Yang kali ini beneran anak baik-baik. Bukan anak mami, atau berandalan yang hobi mabuk. Kamu tenang aja. Kali ini Mami nggak salah pilih.”

Mata Juda menyipit. Tidak mempercayai kata-kata yang Mami ucapkan.

Pasalnya, ini sudah yang ke sekian kali Juda berkenalan dengan anak teman Mami yang hampir semuanya tingkahnya aneh-aneh. Juda ingat, ia pernah berkencan sekali dengan anak teman arisan Mami yang terpaut empat tahun lebih tua darinya. Laki-laki yang berwajah kearab-araban meski dari keluarganya tak mengalir darah Arab. Juda lupa siapa nama laki-laki yang berprofesi sebagai akuntan itu. Namun, Juda sama sekali tidak lupa dengan kebiasaan laki-laki itu yang harus mengabarkan posisinya kepada ibunya setiap lima belas menit sekali.  

Juda sampai muak diajak berswafoto untuk dikirimkan ke ibunya si laki-laki itu. Bagaimana tidak? Mereka berkencan selama tiga jam penuh. Dan itu artinya, Juda mau tidak mau harus berswafoto dengan laki-laki–yang telah ia lupakan namanya–itu sebanyak dua belas kali.

Bukan berarti Juda tidak suka berswafoto. Namun, tentu rasanya berbeda ketika foto close up wajahnya dikirimkan secara pribadi melalui pesan chat kepada wanita setengah abad yang terlalu protektif terhadap anaknya yang–Demi Tuhan–saat itu sudah berusia tiga puluh tahun!

Ada suatu ketika, Juda berkencan dengan laki-laki berbeda–masih merupakan anak dari salah satu teman arisan Mami. Laki-laki yang Juda ingat namanya Hendrik. Anaknya cukup asyik diajak mengobrol. Bahkan cenderung mendominasi percakapan karena Juda lebih banyak diam–sama sekali tidak menunjukkan minat, terlebih ketertarikan.

Juda pikir, tidak masalah melanjutkan kencan kedua, ketiga, dan seterusnya. Namun, ternyata Hendrik tak sebaik dan semenyenangkan pada awalnya. Laki-laki itu berengsek dan amat sangat menjijikkan. Karena tidak segan-segan meminta Juda mengirimkan foto sedang telanjang. Bahkan mengirimkan chat tidak senonoh. Pada akhirnya, Juda memblokir semua akses komunikasi dengan Hendrik setelah mengancam akan membeberkan kelakuan laki-laki itu kepada ibunya.

Setelah dua kegagalan itu, Juda berpikir kalau Mami akan berhenti menjodohkannya dengan orang-orang aneh. Sayangnya, Mami yang sudah sangat ngebet ingin punya mantu dari anak bungsunya itu tak bisa dihentikan. Mami sangat terobsesi untuk segera mendapat mantu.

Di lain waktu, Juda berkenalan dengan progammer super ganteng yang maniak game–sebagian besar waktunya habis untuk memelototi komputer, atlet renang yang maniak hidup sehat dan melarang Juda makan fast food, dan pada kencan yang terakhir–baru beberapa minggu berlalu–Juda hampir dibuat gila oleh seorang dosen muda yang menguliahinya mata kuliah sejarah Indonesia selama empat jam lebih.

“Namanya Sakha. Kamu katanya suka yang lokal, kan? Dia ini lokal banget, keluarganya keturunan Jawa asli. Ganteng banget! Mami jamin kamu pasti klepek-klepek.” Mami berkata sambil menerawang. Ekspresi di wajahnya menunjukkan kekaguman yang berlebihan. “Oh iya, dia pernah menikah sekali. Udah pidah beberapa tahun lalu, jadi aman kalau mau pendekatan.”

Juda hampir tersedak begitu mendengar bahwa laki-laki yang akan dikenalkan padamya sudah pernah menikah. “Mami gila?! Masa jodohin aku sama duda?!”

Mami melemparkan seriris wortel dan mengenai lengan Juda. “Siapa yang ngajarin kamu ngatain Mami gila?! Kamu mau Mami gila beneran karena anak gadis Mami nggak kawin-kawin?”

Juda menggaruk lengannya yang tak gatal dan mendengkus keras-keras. “Ya, abis Mami segitu desperate-nya cariin aku suami sampe duda pun disodorin ke aku! Masa Mami tega jodohin aku sama duda. Kan masih banyak laki single di Indonesia, di luar negeri juga, “

“Kamu nggak boleh mandang orang sebelah mata karena statusnya, Ju. Mami sama teman Mami ini udah kenal baik dari kuliah dulu. Didikannya juga baik.”

“Kalo didikannya baik kenapa cerai? Pasti ada yang nggak beres, kan?” sembur Juda dengan super sewot.

“Mulut kamu itu yang nggak beres!”

“Pokoknya aku nggak mau, Mi! Aku nggak mau kenalan sama duda!” jerit Juda dengan suara tertahan. Mukanya memerah menahan kekesalan.

“Jangan gitu, Ju. Kamu bisa nilai orangnya kalau udah ketemu nanti. Sekarang kamu nurut aja dan dengerin kata Mami. Dia anaknya dewasa dan sangat menghormati orang tua. Tingkah lakunya sopan dan baik.”

Mami menjabarkan kebaikan-kebaikan si calon yang akan dikenalkan kepada Juda itu dengan semangat. Berbanding terbalik dengan Juda yang terlihat malas-malasan ketika dipaksa harus mendengarkan perkataan Mami.

“Aku nggak mau, Mami. Jangan paksa aku buat kenalan sama dia, please.”

“Kenalan dulu, Juda. Masa mereka udah jauh-jauh main ke sini tapi kamu nggak menyambut dengan baik? Itu namanya nggak sopan. Dan Mami nggak suka kalau anak Mami berbuat hal yang nggak sopan. Paham?”

Juda mencibir kesal. Berdebat dengan Mami selalu saja membuat Juda kalah telak. Apalagi kalau sudah membicarakan tentang adab dan kesopanan. Bukan berarti Juda merupakan anak yang tidak tahu sopan santun, hanya saja Jud amasih harus banyak belajar karena dakam beberapa hal, ia memang masih suka kelewatan. Salah satunya saat bicara. Juda terlalu ceplas ceplos dan tak jarang perkataan jujurnya itu menyakiti orang.

Saat akan melanjutkan sesi adu mulut, Papi melintas masuk ke dapur dengan tubuh penuh keringat. Pria berperut buncit itu mengambil air meneral dingin dari kulkas.

“Pi, tau nggak, masa Mami mau jodohin aku sama duda. Tega banget. Kasih tau Mami biar nggak aneh-aneh gitu dong, Pi,” keluh Juda mengekori Papi yang kini duduk di kursi ruang makan.

“Kenalan aja, Ju. Mami tau yang baik buat kamu.”

“Ah, Papi sama aja. Masa ikhlas sih anak gadisnya nikah sama duda?”

“Emangnya kamu udah yakin kalau dia mau sama kamu?”

“Maksud Papi?!” tanya Juda dengan mata menyipit dan kedua alis yang hampir menyatu.

Papi meneguk air mineral dari tumblr hingga tersisa setengah. Kemudian pria itu menatap anak gadisnya dengan tatapan lembut. “Kalian belum ketemu, kan? Belum tentu nanti setelah kalian ketemu terus dia mau sama kamu.”

Juda terperangah selama beberapa saat karena ucapan Papi sama sekali tidak selembut tatapannya. Papi bukannya membela anak gadisnya–yang katanya kesayangan itu–melainkan malah ikut memojokkan dengan kejam.

“Papi kenapa ngomongnya gitu? Emangnya Juju sejelek itu apa?”

Papi tertawa kecil. “Bukan gitu maksud Papi. Papi tahu kalau anak Papi ini juga pantas mendapat yang baik-baik. Tapi belum tentu kamu cocok dengan semua orang. Begitu juga dengan laki-laki yang akan dijodohkan mami ke kamu.”

“Tapi, Pi, aku nggak mau kalau kenalan sama cowok yang udah pernah nikah. Pasti bakal awkward, deh,” ujar Juda dengan muka tertekuk sepuluh.

Papi geleng-geleng kepala. Meletakkan tumblr di atas meja kemudian mengelus rambut Juda yang kusut dengan tangan besarnya yang sudah mulai keriput. “Mami kamu benar, nggak boleh merendahkan status orang. Mau dia single atau sudah pernah menikah, kesempatan untuk menjalin hubungan pun sama.”

“Sayangnya, kenyataannya nggak gitu, Pi. Banyak yang merendahkan status orang lain, apalagi yang duda atau janda. Pasti dipandang sebelah mata.”

“Betul, tapi kita sebagai orang yang paham kalau nggak boleh melakukan itu, kita juga nggak seharusnya terpengaruh oleh cara pandang orang lain terhadap sesama. Kamu, Papi, atau orang lain di luar sana belum tentu attitude-nya lebih baik ketimbang mereka. Memangnya siapa kita? Kebaikan apa yang sudah kita lakukan sampai berani merendahkan orang lain? Pernah bersedekah satu miliar atau bahkan triliunan pun nggak terus boleh atau diwajarkan untuk merendahkan orang lain. Paham, kan, Nak, maksud Papi?”

Juda pun mengangguk. Argumen sang ayah sama sekali tak terbantahkan. Juda akhirnya menyerah. Tidak lagi menolak permintaan Mami untuk berkenalan dengan anak temannya. Juda mengatakan akan tetap di rumah sampai teman Mam dan anaknya datang.

“Ya udah, aku mau mandi dulu, Pi,” kata Juda.

Papi hanya mengangguk dan membiarkan anak bungsunya beranjak pergi.

Namun, untungnya, anak teman Mami itu batal datang ke rumah karena ada sanak saudara yang masuk rumah sakit.

Pertemuan itu batal dan Juda pun bisa sedikit bernapas lega karena dua hal. Yang pertama karena tidak perlu berkenalan dengan duda. Dan yang kedua karena Juda tidak perlu berpura-pura ramah kepada tamu Mami yang pasti akan sangat menyedot energi.

.

.

to be continued

Bab terkait

  • ZONA MANTAN   03. Jodoh di Tangan Mami (1)

    Semasa kecilnya, saat itu Juda masih kelas tiga SD ketika harus menjalani operasi usus buntu, yang membuatnya harus drawat inap di sebuah rumah sakit selama hampir satu minggu. Meski masa-masa itu tidak menyenangkan karena rasa sakit yang membuatnya kerap menangis, ada yang Juda syukuri. Dokter yang merawatnya sangatlah ramah dan baik. Dokter itu menjadi sosok pria favorit kedua setelah ayahnya.Sejak saat itu, Juda bercita-cita menjadi seorang dokter anak, mengikuti jejak dokternya yang bagi Juda telah menciptakan keajaiban untuknya. Juda menyebutnya keajaiban karena karena dengan kemampuannya itu, bekas operasi di perut Juda berangsur-angsur hilang hingga tak terlihat seperti pernah melakukan operasi.Mimpi itu bertahan hingga Juda naik kelas dua SMA. Beberapa teman yang mendengar cita-cita mulianya itu mencibir dan mengoloknya, bahwa seorang Juda yang tidak akan pernah bisa menjadi dokter jika tidak pernah mau belajar bagaimana cara menghadapi orang dengan baik. Bukan malah bersika

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • ZONA MANTAN   04. Jodoh di Tangan Mami (2)

    Sejujurnya, Juda belum seputus asa itu untuk bisa segera menikah. Ini semua karena tuntutan dan desakan Mami yang membuat Juda nyaris gila. Jika diberi pilihan, tentu saja Juda akan memilih untuk tidak menikah dulu, setidaknya sampai ia bisa menuntaskan masalah hatinya. Juda ingin dan berharap bisa menemukan seseorang yang bisa membuatnya kembali percaya kepada laki-laki. Yang bisa mengajarinya arti cinta, bukan sebuah pertemuan yang diatur oleh Mami dengan paksaan yang membuatnya tertekan hingga membuatnya tak bisa tidur nyenyak.Ema, teman terdekatnya sejak SMA, berkali-kali berkata, “Sekali-kali lo tegasin aja ke nyokap lo, Ju. Bilang ke beliau kalau lo udah gede dan bisa ngatur masa depan lo sendiri. Lo bisa tegas ke orang-orang, tapi sama nyokap sendiri lembek banget. Dengan lo bersikap kayak gitu, nyokap lo pasti jadi ngerasa kalau dia punya kuasa buat ngatur lo harus begini begitu.”Hari ini, setelah Juda bercerita tentang Sakha dan juga Hamish, ia langsung disembur Ema dengan

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • ZONA MANTAN   05. Jodoh di Tangan Mami (3)

    Seperti yang sudah Juda prediksi, laki-laki yang bernama Hamish−bukan Hamish Daud−jauh dari apa yang Juda harapkan. Tinggal di luar negeri cukup lama tidak membuat Hamish menjadi pribadi yang liberal. Laki-laki itu sangat konservatif bahkan cenderung patriarkis. Juda berkali-kali ingin menampar wajah laki-laki berparas tampan itu−terlalu putih untuk ukuran laki-laki Jawa tulen−karena mendominasi percakapan dengan segala pencapaiannya selama hidup. Mereka bahkan baru bertatap muka tidak sampai dua jam dan laki-laki itu“Kalau kita menikah, saya sangat berharap kamu mau ikut saya ke Kanada dan menetap di sana. Saya di sana sudah punya rumah, cukup besar untuk menampung satu keluarga dengan dua sampai empat anak. Saya sudah siapkan tabungan masa depan, biaya sekolah anak dari sekolah dasar sampai kuliah."Insyaallah cukup dan masih akan bertambah selama saya masih bekerja sampai pension dua puluh tahun lagi. Kamu juga nggak perlu khawatir, saya menanam saham di banyak perusahaan besar, j

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • ZONA MANTAN   06. Terikat Masa Lalu (1)

    Sepulang Hamish dari rumah Mami−setelah Juda diomeli Mami sampai telinganya panas karena katanya menyia-nyiakan calon suami potensial−wanita itu buru-buru masuk ke kamar dan menghubungi Ema. Menceritakan semuanya dari awal hingga akhir pertemuannya dengan Hamish tadi.“Gila sih, duitnya emang banyak. Tapi ritme hidupnya gila banget. Nggak seimbang sama ritme hidup gue,” keluh Juda.“Seriusan lo tolak langsung orangnya? Please, dia nggak lo judesin karena lo nggak sreg sama orangnya, kan?”“Gue nolaknya classy kok. Nggak sambil ngomel-ngomel kayak ibu-ibu,” tukas Juda sebelum Ema mengejeknya. Kemudian ia mendesah lirih. “Gue bisa bilang kalau Hamish ini mantu idaman banget, Em. Tutur katanya halus kayak sultan, santun banget sama orang tua, murah senyum, nggak suka main mata selama ngobrol sama gue, udah gitu ganteng, tajir, pokoknya paket lengkap. Tapi tetap aja a big NO buat gue. Bisa mati muda kayaknya hidup sama laki-laki penganut paham patriarkis kayak dia. Gue belum ngomong aja d

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • ZONA MANTAN   07. Terikat Masa Lalu (2)

    Laki-laki yang dibicarakan oleh Juda dan Ema itu hidup dan tinggal di belahan bumi yang lain. Namanya Daniswara Jati Praba. Nama pemberian dari orang tuanya yang terdengar kuat dan gagah. Sudah sepuluh tahun Danis tinggal di Belanda. Mengejar mimpi berkuliah di negeri kincir angin itu, bekerja di sana, dan berniat untuk menetap di sana, sampai bayangan masa depan itu diruntuhkan oleh seseorang yang sudah ia beri kepercayaan besar sebagai pasangan hidupnya. Kehidupan yang sudah susah payah Danis bangun, dengan harapan ada kebahagiaan di dalamnya, kini seolah tak ada artinya. Ia dihempas oleh rasa sakit yang membuatnya kehilangan pegangan dalam hidup. Danis sedang menatap keluar jendela kamarnya yang berada di lantai lima dengan mata yang menerawang jauh seakan bisa menembus langit. Sudah beberapa minggu terakhir ini hanya aktivitas itu yang ia lakukan selepas pulang dari kantor. Ia mengunci diri di kamar, tak membiarkan siapa pun menginterupsi aktivitasnya. Terutama penghuni lain di

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • ZONA MANTAN   08. Pengkhianatan

    Hari itu, sekitar lima minggu yang lalu, Danis baru saja kembali ke Amsterdam setelah melakukan perjalanan dinas selama satu minggu ke Paris. Ia tidak langsung pulang ke apartemen karena harus mengunjungi pemakaman rekan kerjanya yang meninggal karena kecelakaan. Dari pemakaman, Danis diajak mampir untuk minum-minum—Danis tidak ikut minum minuman keras, namun tetap ikut berkumpul sebagai bentuk solidaritas—bersama rekan-rekan kerjanya untuk mengenang teman mereka. Hari sudah mulai gelap saat Danis pamit untuk pulang.Danis membuka pintu apartemennya yang tidak terkunci dengan perasaan ringan. Ingin cepat-cepat memeluk dan mencium istrinya untuk menyalurkan kerinduan yang membuncah memenuhi dadanya. Namun, segera setelah pintu apartemennya terbuka lebar, ia disuguhi pemandangan paling buruk yang tidak pernah ia bayangkan akan ia lihat. Istrinya sedang bercumbu mesra dengan Samuel, sahabat dekat Danis, di sofa ruang tamu. Saling meraba tubuh satu sama lain dengan gairah yang menggebu-ge

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • ZONA MANTAN   09. Swipe Kanan, Swipe Kiri

    Setelah gagal mendapatkan kontak Danis yang bisa dihubungi, Juda mulai berpikir bahwa kemungkinan memang bukan karena unfinished business-nya dengan Danis yang membuat hubungan percintaannya selama beberapa tahun terakhir ini menjadi kacau. Seperti kata Ema, masalah Juda kemungkinan hanya ada pada dirinya. Namun, ia malah seperti sengaja mengkambinghitamkan orang lain—dalam hal ini Danis—agar tidak dipandang terlalu buruk karena bermasalah dalam berhubungan dengan laki-laki hingga Mami harus turun tangan berkali-kali untuk ‘mencarikan’ dirinya jodoh. Yang sampai saat ini masih belum nampak juga hilalnya.“Saran gue, lo harus berusaha gimana pun caranya buat buka hati. Mami lo bener waktu bilang kalau jodoh nggak akan datang cuma karena lo tungguin, tapi harus ada usaha juga buat ‘nemuin’ jodoh lo. Jangan nunggu ada orang lain yang bisa mendobrak benteng pertahanan hati lo. Lo udah ngalamin berkali-kali kalau kebanyakan orang nyerah duluan karena tahu kalau lo nggak bener-bener mau men

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • ZONA MANTAN   10. Terikat Masa Lalu (3)

    Renata tidak terima diceraikan begitu saja 'hanya' karena ia kepergok berciuman dengan Samuel. Itulah kenapa setelah Danis mengikrarkan perpisahan, Renata tidak terima.Awalnya Renata memohon sambil menangis-nangis, meminta maaf atas segala kesalahannya, tetapi setelah dua minggu tidak ada progres dan malah membuat Danis semakin menjauh, Renata kehilangan kesabaran. Ia berang dan meluapkan kemarahan dengan membanting piring. Awalnya, hanya karena satu buah piring yang baru saja ia pakai untuk makan yang tidak sengaja meluncur dari tangannya dan kemudian jatuh ke lantai hingga pecah berkeping-keping. Ada perasaan puas yang terasa ganjal yang terlintas di kepalanya, merasa bahwa dengan memecahkan piring ia bisa merasa lega.Maka, setiap kali Renata pulang ke apartemen dan lagi-lagi harus mendapati kenyataan kalau Danis masih tidak mau bicara dengannya, wanita itu akan melampiaskan rasa frustrasinya dengan membanting piring. Semakin banyak piring yang ia banting, seraya meluapkan amarahn

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-22

Bab terbaru

  • ZONA MANTAN   108. Mantan Jadi Manten

    Jika bukan berkat obrolannya dengan Haikal pagi itu, Juda tidak yakin akan ada di sini sekarang. Bersama Danis, bergandengan tangan seperti dua remaja yang sedang kasmaran, menaiki tangga satu per satu untuk menuju flat Juda setelah dua hari terakhir —sejak Jumat malam hingga Minggu sore—mereka menghabiskan waktu di apartemen Danis yang terletak cukup jauh dari flat Juda. Ini tepat empat bulan setelah mereka resmi berpacaran. Juda masih juga bersikukuh bahwa mereka bukan balikan, tetapi menjalin hubungan baru yang lebih sehat. Sehat dalam artian selalu saling jujur dan mengkomunikasikan tentang segala hal yang mengganjal dalam hubungan mereka. "Ju, kita nggak balikan atau tetap jadi mantan seperti yang kamu bilang, tapi kita pada akhirnya bakal jadi manten, kan?" ucap Danis saat mereak sudah sampai di depan pintu flat Juda. Juda tertawa seraya mengeluarkan kunci pintu dari salah satu kantong tasnya. "Ketemu Mami sama Papi dulu, baru bilang gitu!" "Kita punya waktu cukup banyak untu

  • ZONA MANTAN   107. Balikan atau Tetap Jadi Mantan?

    Bicara soal bahagia, selalu ada kriteria-kriteria tersendiri bagi setiap orang. Seperti Juda yang sudah cukup bahagia melihat video keponakannya menendang-nendang air saat mandi hingga airnya menciprat ke mana-mana. Atau saat keponakannya tertawa-tawa melihat kekonyolan ayahnya. Juda... bisa semudah itu merasa bahagia. Saat bertelepon dengan Ema, membicarakan tentang apa saja yang terlewat saat mereka tidak lagi berada di kota yang sama, berbagi tentang hidup mereka, itu pun sudah membuat Juda bahagia juga. Dan saat Juda menghabiskan waktu bersama Kim dan Nic, yang mengkalim diri mereka sebagai bestie-nya Juda, selalu ada kebahagiaan yang terpupuk di dalam hatinya. Juda bersyukur sekali memiliki keluarga dan teman dekat yang dengan cara yang sederhana membuatnya bahagia. Lalu, bagaimana dengan Danis? Yang juga ingin menjadi salah satu orang yang menjadi bahagianya Juda? Tak Juda pungkiri bahwa saat bersama Danis—entah saat mereka berpacaran pertama kalinya saat SMA, atau saat merek

  • ZONA MANTAN   106. Bahagiamu, Bahagiaku

    Meski sudah begitu yakin akan sanggup menerima penolakan demi penolakan Juda, nyatanya ada masa-masa di mana Danis ingin menyerah saja. Sulit sekali menembus tembok pertahanan yang Juda bangun. Enam bulan sudah kembali terlewati dan Danis belum menghasilkan apa-apa. Itu artinya sudah sembilan bulan lamanya Juda bekerja di kantor yang sama dengan Danis. Sudah nyaris setahun sejak Danis bisa berada dekat sekali dengan Juda. Tetapi masih juga tak tergapai sosoknya. "I'm so done. Gue mau nyerah aja." Nyaris setiap bulan Danis akan mengeluh demikian kepada Martin yang hanya tertawa-tawa melihat penderitaan Danis. Sebenarnya, ada juga masa-masa di mana Juda terlihat mulai membuka diri. Terhitung sudah tiga kali Juda mau diajak makan siang. Itu pun tampaknya Juda merasa kasihan kepada Danis yang belum juga menyerah mendekati Juda. Danis seperti termakan omongannya sendiri ketika berkata tak ingin dikasihani. Nyatanya, saat Juda menunjukkan respons positif bahkan sekadar mengasihani, Danis

  • ZONA MANTAN   105. Izin

    Juda bukannya tidak sadar Danis mulai mendekatinya lagi sejak beberapa minggu yang lalu. Memang tidak secara blak-blakan seperti saat awal-awal Juda pindah. Dimulai sejak Danis mulai membelikannya kopi, memberikan ucapan-ucapan penyemangat untuk menjalani hari, mengajak Juda mengobrol ringan di dalam lift, dan masih banyak lagi. Danis bersikap lebih sopan, seperti seorang gentleman.Dan hari ini, Danis mulai menaikkan level. Sebelum Juda keluar dari lift saat tiba di lantai 21, Danis berkata, "Ju, nanti makan siang bareng aku, mau?"Jawaban Juda tidak. Karena ia sudah ada agenda bersama Jason untuk bertemu klien sekalian makan siang. Seandainya tidak ada agenda apa-apa pun Juda tetap akan menolak. Menerima pemberian kopi dari Danis dan mengobrol dengan laki-laki itu di dalam lift adalah hal yang tidak bisa Juda hindari karena Danis selalu melakukannya di depan banyak orang. Menolak pemberian Danis hanya akan membuat Juda dipandang buruk orang-orang. Itu tidak bagus untuk image Juda di

  • ZONA MANTAN   104. Berjuang Dulu

    Danis tidak lagi mengganggu Juda setelah penolakan telak yang dilontarkan Juda siang itu. Dan itu sudah lewat tiga bulan yang lalu.Awalnya, Danis pikir Juda hanya bertindak berdasarkan emosi yang saat itu sedang menguasai, sehingga Danis membiarkan dirinya mundur. Mengalah. Memberikan Juda waktu lebih banyak.Sayangnya, Juda tidak membutuhkan waktu. Juda tidak sedang menunggu Danis datang lagi, untuk memohon dan mengemis kesempatan terakhir. Sebab, Juda benar-benar serius tentang ucapannya. Tidak lagi tersisa kesempatan. Karena Danis yang sudah membuang kesempatan itu dan menukarnya dengan kesia-siaan."Lo kapan kawinnya, sih? Biar gue bisa balik ke Jakarta," tanya Danis saat Martin menelepon suatu malam."PMS lo? Sewot amat," sindir Martin saat mendengar suara sinis Danis. "Kalau kawin kan gue udah sering, nikah ya aja yang belom," sambungnya."Gue serius, Tin. Gue kayaknya mau balik ke Jakarta dalam waktu dekat," desah Danis."Ngapain? Jangan bilang lo serius mempertimbangkan buat

  • ZONA MANTAN   103. Penjelasan

    Juda beruntung karena di kantornya mewajibkan para pegawai bicara menggunakan Bahasa Inggris jika sedang membahas pekerjaan sehingga Juda bisa dengan cepat beradaptasi dengan rekan-rekan kerja sekantornya. Sudah satu minggu Juda menempati posisi barunya sebagai manager pemasaran. Tantangan yang cukup sulit, terutama karena ini pertama kalinya ia menduduki jabatan yang cukup tinggi dan langsung berhadapan dengan orang-orang asing dari berbagai negara. Sejauh ini, Juda belum begitu banyak menemui kesulitan yang membuatnya stres, kecuali keberadaan Danis yang setiap jam makan siang selalu tiba-tiba muncul di ruangan Juda. “Can you stop doing this?” “I’m just trying to be nice.” “To be nice?” Juda mendecih. “Dengan membuat orang-orang di kantor mulai curiga soal kita karena kamu terlalu sering datang ke ruanganku, itu yang kamu sebut mencoba bersikap baik?” “Then, let them be. Kita cuma bernapas aja orang-orang bisa curiga sama kita kok,” tukas Danis dengan enteng sekali. Juda menut

  • ZONA MANTAN   102. Hari Pertama Bekerja

    Tiga hari yang Juda punya untuk mempersiapkan diri sebelum memulai hari pertamanya di kantor baru–kantor yang sama dengan kantor Danis–sudah habis. Juda menghabiskan tiga hari pertamanya di Rotterdam itu untuk menata kamar flatnya seperti dulu ia menata kamar kosnya agar terasa familier dan nyaman.Juda juga sudah berkenalan dengan tetangga-tetangga flatnya yang sebagian besar juga perantau dari luar Belanda. Yang cukup ramah kepada Juda ada dua orang. Kim, gadis manis dari Korea yang telah tinggal di flat itu nyaris dua tahun, sedang menempuh pendidikan S2, sekaligus bekerja paruh waktu sebagai pengasuh anak. Lalu satu orang lagi bernama Nic, laki-laki tinggi bongsor dari Inggris yang ternyata satu kantor dengan Juda, tetapi masih pegawai magang dan berbeda divisi dari Juda.Mengetahui kalau Juda adalah pegawai baru, Nic dengan baik hati mengajaknya berangkat bersama menaiki tram. Hari sebelumnya, Nic juga sudah mengajaknya berkeliling kota untuk beradaptasi. Juda benar-benar bersyuk

  • ZONA MANTAN   101. Sakit Sekali Lagi

    Perjalanan menggunakan kereta intercity dari Stasiun Schipol ke Rotterdam Centraal yang merupakan stasiun utama di kota Rotterdam memakan waktu 47 menit. Juda memaksakan diri untuk tidur agar tidak harus membangun percakapan dengan Danis yang sejak tadi nampak sekali berusaha keras untuk mengajak Juda bicara. Dari Rotterdam Centraal, untuk menuju flat yang akan ditinggali Juda selama di sana, harus menggunakan taksi. Danis yang sudah belasan tahun tinggal di Belanda itu tampak begitu membaur dengan sekitar. Hanya Juda yang merasa sangat asing di tempatnya berdiri kini. Tadinya, Juda sudah berniat memisahkan diri dari Danis begitu turun dari kereta, tetapi Danis tidak membiarkan Juda pergi. Danis beralasan bahwa ia harus mengantarkan Juda sampai ke flat atas perintah atasannya di kantor. Selain untuk menjelaskan beberapa hal basic tentang transportasi yang harus dinaiki juga untuk ke kantor dan juga untuk bepergian ke tempat-tempat umum, Danis berkata bahwa ia takut Juda tersesat. J

  • ZONA MANTAN   100. Fate or Bad Luck?

    Meninggalkan Jakarta untuk pergi ke Belanda bukanlah pilihan yang mudah bagi Juda. Saat pertama kali mendapatkan tawaran dari bosnya di kantor, untuk dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi, tetapi ditempatkan di luar Jakarta, Juda sempat mengira ia akan dimutasi ke Bali. Namun, ternyata Juda akan ditempatkan di perusahaan utama yang bertempat di Rotterdam, Belanda. Juda sempat bertengkar dengan Haikal karena kakak laki-lakinya itu menuduh Juda sengaja pindah ke Belanda untuk mengejar Danis yang selama tiga tahun terakhir menjadi topik yang paling dihindari keluarganya. Jika dibilang sengaja ingin mengejar Danis, tentu itu tidak benar. Awalnya, Juda bahkan tidak langsung ingat bahwa Danis bekerja dan tinggal di Belanda, entah di kota mana, Juda tidak tahu. Juda mempertimbangkan tawaran itu karena memang sudah lama menunggu momen ia dipromosikan. Baru setelah Haikal menyinggungnya, Juda menjadi bimbang. Apakah pilihannya untuk pergi adalah pilihan yang tepat? Juda bisa saja membatal

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status