Home / Romansa / Why Not? / 2. Rheyner Wisuda

Share

2. Rheyner Wisuda

Author: Dera_05
last update Last Updated: 2021-05-19 16:48:55

Keluarga Rheyner dan Nadira kembali ke rumah setelah acara wisuda di kampus Rheyner berakhir. Rheyner sempat berkumpul dengan teman-teman akrabnya sebentar sebelum ikut pulang. Keluarga Rheyner dan Nadira akan melakukan foto keluarga di rumah. Tentu saja Bima—adik pertama Rheyner—yang akan menjadi fotografernya. Setelah foto bersama mereka akan syukuran kecil-kecilan untuk merayakan kelulusan Rheyner.

Hari ini sebenarnya bukan hari libur untuk anak sekolah, tetapi Adiguna Effendi mengizinkan Bima dan Fian untuk membolos. Rendra—ayah Nadira—pun mengambil jatah liburnya dua hari lebih cepat demi bisa menghadiri kelulusan Rheyner.

Foto resmi dilakukan di dalam rumah. Bima dan Shinta Effendi sudah menata sedemikian rupa kemarin. Latar foto terlihat sama seperti di studio. Hasil foto pun tak perlu diragukan mengingat peralatan fotografi Bima tergolong lengkap. Namun, semahal, selengkap, dan secanggih apa pun alatnya tentu tidak berarti jika pengoperasinya tidak memiliki kemampuan apik saat menggunakan. Bidikan Bima memang juara.

Usai melakukan foto di dalam rumah, semua beralih ke taman belakang. Di sana mereka bisa berfoto dengan gaya bebas. Tentu yang terlihat banyak gaya adalah yang muda. Para orang tua lebih memilih bersantai dengan kudapan dan minuman segar di tangan. Meski sesekali Bima tetap mengarahkan lensa ke arah mereka.

“Bim, foto gue sama Dira coba,” teriak Rheyner mengembalikan fokus Bima untuk kembali ke arahnya.

Benar saja. Bima segera membidikkan lensa pada Rheyner yang sedang merangkul bahu Nadira. Fyi, Rheyner masih mengenakan toga kebanggannya. Sudut bibir Bima terangkat melihat Nadira yang menyelubungi tubuh Rheyner dengan tautan tangan dari balik lensa. Kedua kakaknya terlihat serasi. Kebersamaan Rheyner dan Nadira adalah salah satu objek favorit Bima dari dulu ketika ia baru bisa memotret hingga kini. Beberapa kali Rheyner dan Nadira berganti gaya, sesekali mengajak Fian masuk frame

“Puas-puasin fotonya sebelum Rheyner copot baju toganya. Kalau selesai langsung makan, ya.” Shinta menghampiri anak-anaknya. Rupanya hanya tersisa Shinta di taman. Adi dan orang tua Nadira sudah tidak ada.

“Aku udah capek,” keluh Fian.

“Ganti baju sana, Dek, terus makan. Setelah makan nanti bantuin Mama.” Shinta menggiring Fian masuk setelah menitahkan hal yang sama pada Rheyner, Nadira, dan Bima.

“Masih mau foto lagi nggak, Mas?” tanya Bima.

“Eh, sini gantian kamu yang foto sama Mas Rheyner, Dek,” kata Nadira. “Mbak yang foto, tapi hasilnya seadanya ya.”

Bima menyerahkan kameranya pada Nadira. Rheyner langsung merangkul Bima yang tingginya hampir setara dengannya. Kedua pemuda itu menatap kamera dengan wajah berbinar. Keduanya berfoto bersama dengan bermacam gaya bahkan ada pose Rheyner menggendong Bima.

“Udah, Mbak, bosen.” Bima kembali meminta kameranya.

“Aku mau foto sekali lagi. Mau digendong kayak Bima tadi dong, Rheyn,” pinta Nadira antusias.

“Buset, dah! Patah pinggang gue, Nad,” keluh Rheyner berlebihan. “Lagian lo pakai rok gitu masa mau digendong kayak Bima.”

“Yaaah!” Nadira kecewa dengan penampilannya sendiri. Padahal sudah lama ia tidak digendong Rheyner seperti waktu kecil dulu.

“Ya udah sini.” Rheyner memakaikan topi toganya pada Nadira lalu tanpa aba-aba Rheyner mengangkat tubuh gadis itu. Nadira terpekik, tangannya refleks melingkari leher Rheyner. Rheyner membopong Nadira bukan menggendongnya di punggung seperti pada Bima tadi. Bima sang juru foto langsung menjepret keduanya tanpa dikomando oleh Rheyner.

“Foto paling keren nih,” puji Bima. Senyum puas menghiasi raut remaja tersebut.

“Udah, ya, capek benar gue.” Rheyner menurunkan Nadira.

“Makasih, ya.” Nadira mengusap peluh di kening Rheyner. Keduanya bertatapan dan saling melempar senyum. Bima bergegas pergi begitu melihat aksi kedua kakaknya. Bima malas jadi obat nyamuk. Lagi pula ia juga sudah lapar.

“Yuk, masuk. Kamu tadi nggak sempat sarapan juga ‘kan?”

Rheyner mengambil kesempatan untuk menggandeng Nadira. “Iya. Ayo, masuk.”

Nadira mengikuti langkah Rheyner yang menuntunnya masuk ke rumah Rheyner. Tatapan Nadira terarah pada tautan tangannya dan Rheyner. Ia sadar itu sedikit janggal, tetapi enggan melepaskan. Kadang Nadira diliputi beragam perasaan asing saat bersama Rheyner. Nadira benar-benar tidak paham dengan apa yang ia rasakan. Nadira hanya tahu bahwa itu mendebarkan sekaligus membuat nyaman.

                                 ***

Rheyner bergeming. Bagaimana tidak, Panji baru saja memberi tahu bahwa dia akan meneruskan S2 di Jepang. Lalu setelahnya Panji memberitahukan bahwa akan melamar Putri terlebih dahulu. Bagaimana bisa Panji memiliki pikiran seperti itu. Rheyner tidak menyangka Panji sudah seserius itu memandang hubungannya.

Memang Panji dan Putri telah menjalin kasih hampir 5 tahun. Hanya saja berita barusan di luar ekspektasi Rheyner. Bukan ia meragukan Panji, ia justru kagum dengan Panji. Panji sudah seberani itu. Rheyner tahu Panji orangnya slengekan, tetapi ia juga tahu Panji tidak pernah main-main jika menyangkut sesuatu yang dianggapnya serius.

Berita yang barusan ia dengar membuat Rheyner merasa keberaniannya terpecut. Kalau Panji bisa lantas kenapa dari kemarin ia masih saja menjadi pengecut? Rheyner membulatkan tekad, ia takkan menunda sesuatu yang ingin dia lakukan. Apalagi, sebentar lagi ia juga akan kuliah di Jepang.

Baru saja Rheyner bersiap keluar kamar ketika lagi-lagi ponselnya berdering. Nama pembimbingnya terpampang di layar. Rheyner segera menerima panggilan tersebut.

“Kamu sudah membuka pengumuman beasiswa S-2?” tanya pembimbingnya setelah keduanya berbasa-basi.

Rheyner mengernyit. “Belum, Prof.” 

“Pantas saja kamu belum tahu. Segera lihat lalu bergegas untuk pergi.”

Kernyitan Rheyner semakin dalam. Seingatnya pengumuman tahap pertama masih tiga hari lagi. Namun, tak urung Rheyner mengiakan.

Begitu sambungan telepon terputus, Rheyner duduk di depan laptopnya. Ia membuka email terlebih dahulu. Ada beberapa email baru yang belum ia buka. Seminggu ini memang ia sama sekali tidak membuka email maupun mengurus pekerjaan. Dua email di antaranya adalah email dari kampus terkait beasiswa S-2. Satu email berisi pemberitahuan pergantian tanggal pengumumuan tahap pertama dan satunya lagi berisi pemberitahuan bahwa Rheyner lolos pada tahap pertama. Pada pemberitahuan yang kedua Rheyner diminta ke kampus sesuai tanggal yang tertera untuk ujian tahap kedua. Tanggal yang tertera adalah dua minggu dari sekarang.

Rheyner senang bukan main. Meskipun belum sepenuhnya lolos mendapatkan beasiswa, tetapi membuat Rheyner semakin optimis. Rheyner menggeser tatapannya pada sebuah figura foto baru yang terletak di meja belajar. Ada potret Rheyner mengenakan toga yang diapit oleh keluarganya dan keluarga Nadira. Rheyner sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk membanggakan mereka. Mereka adalah alasannya untuk sukses. Rheyner merasa jalannya menuju kesuksesan semakin lebar.

                                        ***

Temans Dera, kalau ada yang bingung gitu komen aja, ya~

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rina Wati
apakah rheyner tetap sayang sama Nadira walaupun sekolah kejepang
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Why Not?   3. Kepergian

    Suara gemuruh hujan masih menyambangi gendang telinga Nadira. Ia mengangkat nampan yang berisi 8 cangkir teh panas menuju ruang keluarga di vila keluarga Rheyner. Keluarganya dan keluarga Rheyner baru saja tiba sebelum hujan deras mengguyur daerah puncak. Sebenarnya Nadira heran karena mereka tiba-tiba saja pergi berlibur, padahal bukan musim liburan dan tidak sedang dalam perayaan apa pun. Wisuda Rheyner sudah sebulan berlalu, lagi pula sudah dirayakan di rumah.Ketika Nadira masuk ke ruang keluarga, atmosfir di sana terasa berbeda dengan sebelum ia ke dapur. Orang tua Rheyner masih belum ada di sana. Namun, tadi Nadira samar-samar mendengar perbincangan yang berakhir begitu ia sampai. Semua bungkam, keadaan senyap. Tanda tanya di benak Nadira semakin besar.“Kok tiba-tiba pada diam sih?” Nadira meletakkan nampan di atas meja dan langsung menurunka

    Last Updated : 2021-05-19
  • Why Not?   4. Masa Berjauhan

    Setelah mengantar Rheyner ke bandara, Nadira segera memblokir semua kontak Rheyner. Ia takut tiba-tiba menghubungi Rheyner dan meminta pemuda itu pulang. Ini pertama kalinya mereka akan berjauhan. Nadira belum tahu rasanya berjauhan lama dengan Rheyner.Nadira menahan air mata yang sudah mengintip di sudut mata agar tidak terjatuh. Sejak dulu memang dia cenderung cengeng. Namun, kali ini Nadira mencoba untuk tegar. Tidak ada Rheyner yang menghiburnya. Lagi pula Nadira juga tidak pantas menangisi kepergian Rheyner. Rheyner pergi untuk mengejar cita-citanya. Apa haknya melarang Rhyener? Bukankah ini waktu yang pas untuk belajar hidup mandiri tanpa Rheyner?Nadira menghela napas. Dia yakin akan melewati hari-hari yang akan datang dengan lebih ceria. Mungkin sebaiknya mulai besok ia menyibukkan diri agar tidak memiliki kesempatan untuk memikirkan Rheyner.

    Last Updated : 2021-05-27
  • Why Not?   5. Perputaran Waktu

    Waktu melakukan tugasnya dengan baik. Selalu berputar, tetapi tak mengizinkan pengulangan keadaan. Secara tidak langsung manusia dituntut menerima dan mengikuti ritmenya. Bagi Rheyner pergerakan waktu terasa sangat lambat. Banyak hal yang telah ia lakukan, tetapi ia merasa belum banyak hari terlampaui. Padahal kenyataannya sudah 1,5 tahun terlewati. Waktu 1,5 tahun ini adalah saat-saat terberat bagi Rheyner. Ia berada jauh dari keluarga, dari sahabat-sahabatnya, dan terutama dari gadis yang disayanginya. Rheyner juga harus beradaptasi dengan lingkungan barunya. Enam bulan pertama ia harus belajar bahasa Jepang—meski kuliahnya menggunakan bahasa Inggris, mengejar ketertinggalan materi, menyamakan ritme belajar, dan masih banyak hal yang harus ia sesuaikan. Namun, Rheyner mencoba untuk menikmati semua itu. Terlebih berkat semua kesibukan tersebut bisa membuat Rheyner abai dengan rindu yang mendera.

    Last Updated : 2021-05-27
  • Why Not?   6. Pulang Sebentar

    Semua berjalan sesuai dengan perhitungan Rheyner. Dua hari yang lalu ia baru saja sidang untuk gelar S-2-nya di Tokyo Institute of Technology atau sering disebut Tokodai. Rencananya, dua minggu lagi Rheyner akan pulang ke Indonesia.Rheyner membuka website pembelian tiket pesawat via online. Selesai melakukan transaksi, Rheyner keluar dari kamar untuk mencari makanan. Shinar sedang kuliah sehingga Rheyner berada di apartemen sendiri.Ponsel di atas meja makan berbunyi secara beruntun menandakan banyak pesan masuk. Rheyner terus mengunyah makanannya sembari menunggu nada pesan berhenti berbunyi. Sekon kelima belas barulah ponselnya senyap. Namun, Rheyner belum kunjung menyentuh. Mungki

    Last Updated : 2021-06-03
  • Why Not?   7. Pulang Sebentar (2)

    Subuh tadi turun hujan. Tidak lama, tetapi meninggalkan mendung berkepanjangan. Rheyner baru saja mengantarkan adik bungsunya ke sekolah. Sedikit aneh bagi Rheyner karena adiknya sudah duduk di kelas 7 dan sebentar lagi naik ke kelas 8. Padahal rasanya baru kemarin Rheyner mengantarkannya ke sekolah dasar. Time flies. Mungkin setelah ini Fian tidak akan mau diantar-jemput.Rheyner memasuki rumah Nadira dengan senyum cerah. Senyumnya kontras sekali dengan cuaca pagi ini. Rheyner melihat Rendra membaca koran di ruang keluarga ditemani Dewi. Rheyner menyapa keduanya.“Mau ibu bikinin kopi, Nak?” tawar Dewi.“Nggak usah, Bu. Tadi udah ngopi. Lagian nanti kalau mau Rhey bikin sendiri. Kayak siapa aja sih, Bu, segala d

    Last Updated : 2021-07-09
  • Why Not?   8. Waktu yang Dianggap Tepat

    Rheyner tersentak. Tiba-tiba ingatannya pulih. Tadi bukankah ia akan menemui Nadira? Rheyner pun segera mematikan laptop. Ia segera keluar dari kamar. Memang begitu makan malam usai Rheyner langsung masuk ke kamar. Sesampainya di anak tangga terakhir Rheyner berpapasan dengan Shinta. Rheyner hanya berpamitan pada Shinta. Ia abaikan papa dan kedua adiknya yang masih di ruang keluarga.Anak sulung dari pemilik perusahaan properti cukup ternama tersebut berlari kecil menuju rumah di seberang jalan. Rheyner mengetuk pintu utama rumah sekali sebelum mendorong pintu itu agar terbuka. Ia ulukkan salam sembari melangkahkan kaki masuk lebih dalam. Terdengar jawaban salam dari ruang keluarga. Rheyner percepat langkahnya ke sana.“Rhey, ada apa?” tanya Rendra yang sedang menonton berita di salah satu televisi swasta.

    Last Updated : 2021-07-14
  • Why Not?   9. Kembali LDR

    “Kenapa cepat banget, sih.”Itu adalah keluhan yang entah sudah berapa kali Nadira lontarkan. Rheyner hanya akan mengusap kepala Nadira sebagai balasan. Sesungguhnya itu juga menjadi keluhan Rheyner.“Kamu benaran cuma mau dibawain kue satu jenis aja?” tanya Nadira yang sibuk memasukkan nastar ke stoples berukuran lumayan besar.“Hm. Nanti lo repot bikinnya kalau banyak-banyak.”“Enggak apa-apa, Rheyn.”“Udah segitu aja.” Dagu Rheyner menunjuk stoples di tangan Nadira.“Yakin cuma satu stoples? Enggak kurang?” tanya Nadira lagi.“Yakin,” tegas Rheyner.

    Last Updated : 2021-10-14
  • Why Not?   10. Terasa Lebih Mudah

    Kaki berbalut flatshoes berwarna abu-abu dengan bahan beludru melangkah santai di sepanjang selasar mal. Ponsel layar sentuh keluaran terbaru menempel di telinga. Lipstick waterproof berwarna coral menghiasi bibir yang terus melengkung penuh senyum. “Aku cuma pengin jalan-jalan sendiri aja. Lagian kalau aku kelamaan jalan sama teman cowokku kamu ngomel terus. Jadi, mending sendirian.” “Masalahnya, gue ‘kan enggak kenal sama mereka. Kalau mereka bukan cowok baik-baik gimana?” “Alah, kamunya aja yang lebay. Tempo hari aku jalan sama teman kuliahku yang udah dikenal Bima aja kamu tetap ngomel. Pada

    Last Updated : 2022-01-21

Latest chapter

  • Why Not?   Ekstra - Definisi Rumah

    Nadira sedang berada di depan laptop ketika merasakan pelukan di pinggangnya. Ada dua pasang lengan yang melingkari. Sepasang lengan kecil dan sepasang lengan kokoh. Nadira hanya tersenyum dan terus melakukan pekerjaannya. Ia tahu benar siapa mereka.Melihat respons cuek Nadira membuat kedua pemilik lengan-lengan itu mengeratkan pelukan. Mereka memang sedang menarik perhatian Nadira. Mereka tidak rela Nadira lebih memperhatikan pekerjaannya dibanding mereka. Akhirnya keinginan mereka terkabul. Nadira menghentikan tangannya yang sedari tadi sibuk menari di papan ketik.“Ayah Rheyner Aditya, Karelino Aksa Raditya!” ucap Nadira tertahan.“Iya, Bunda Sayang,” sahut kedua orang kesayangan Nadira itu bersamaan.“Bunda lagi kerja, lho.”“Tahu, kok. Kita ‘kan cuma peluk Bunda, ya, Rel.” Sang suami fasih menjawab.“Iya.” Bocah yang baru sebulan lalu genap 4 tahun itu menyetujui.Nadira berdecak. Ia berikan tatapan lembut pada pri

  • Why Not?   Penutup

    Rheyner membuka pintu kamar perlahan. Nampak bidadarinya terbaring dengan damai di tengah ranjang berukuran king size-nya. Sudut bibir Rheyner kontan tertarik. Ia langkahkan kaki mendekati ranjang. Tangan besarnya tak kuasa untuk tidak mengelus kepala bidadari itu. Bidadarinya menggeliat kecil perlahan kelopak matanya juga bergerak sebelum membuka sempurna.“Mas?” ucapnya serak, seksi kalau Rheyner diminta menilai.“Hai,” balas Rheyner. Kini ia sudah duduk di tepi ranjang.“Setengah dua belas, kamu baru pulang?” tanya si bidadari setelah melirik jam di atas nakas.“Keasyikan lembur sama anak magang. Maaf, ya.” Rheyner mengecup kening perempuan yang dicintainya itu. “Nggak apa-apa. Maaf aku tidur duluan. Kamu udah makan?” Si bidadari pengisi hati Rheyner mengubah posisinya menjadi bersandar di headbed.“Kamu tenang aja, aku udah makan. Kamu tidur lagi aja. Aku mau mandi dulu.” Rheyner beranjak menuju kamar mandi.Bukannya kembali tidur seperti perin

  • Why Not?   26. Sampai Jadi Sebenar-benarnya Debu

    Rheyner dan Nadira kembali ke kamar saat sudah lewat tengah malam. Selesai acara resepsi Rheyner dan Nadira tertahan oleh sahabat serta kerabat yang masih ingin mengobrol. Meski harus melawan rasa ingin segera tidur di kasur yang sangat kuat. Begitu sampai di dalam kamar, Rheyner langsung merebahkan tubuh di kasur secara serampangan. Kalau sesuai dengan rencana awal sebenarnya Rheyner dan Nadira akan langsung pulang. Akan tetapi, ini sudah lewat tengah malam. Tubuh mereka juga terlampau lelah. Jadi, mereka memutuskan untuk menginap semalam di hotel.Nadira langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Untung saja tadi ia membawa baju tambahan sebagai antisipasi kalau harus menginap di hotel. Setengah jam kemudian Nadira keluar dari kamar mandi. Ia melihat Rheyner masih di posisi yang sama seperti saat Nadira tinggalkan, sungguh tidak nyaman. Sepertinya Rheyner benaran tertidur.Nadira menepuk lengan Rheyner pelan. “Mas, bangun dulu. Ganti baju k

  • Why Not?   25. Sampai Jadi Debu

    Detak jantung Rheyner menggedor-gedor dada. Peluh sebesar kacang menghiasi dahi. Shinta yang duduk tidak jauh darinya memberi tisu. Rheyner menghapus keringatnya hati-hati. Untuk pertama kalinya Rheyner setuju wajahnya dirias dengan butir-butir bedak. Jadi, ia harus hati-hati kalau tidak ingin makeup-nya luntur.Rheyner melirik kursi di sebelahnya. Pengisinya nanti adalah salah satu penyebab jantungnya berulah. Benak Rheyner terus menebak-nebak akan seperti apa sosok yang mengisi kursi itu setelah satu minggu mereka tidak bersua. Rheyner mengembuskan napas untuk menenangkan dirinya. Kegugupan Rheyner pagi ini adalah kegugupan terhebat yang ia alami. Bahkan ketika ia harus mempresentasikan hasil desainnya di hadapan petinggi-petinggi ITB dan Tokodai dulu tidak segugup ini. Ijab kabul yang akan segera ia lakukan benar-benar membuat jantung bertalu. Penghulu yang ditunggu sedari tadi sudah datang, saatnya inti acara dilaksanakan.Rheyner mencium punggung tan

  • Why Not?   24. Lamaran Lagi dan Lagi

    Nadira bersiap-siap ke kafe dengan tergesa. Kemarin pagi Rheyner memang memberi kabar bahwa kantor Rheyner memenangkan tender. Tiba-tiba Rheyner memberi kabar kalau ingin melakukan perayaan di kafe sore ini setelah pemuda itu lembur. Padahal kemarin Rheyner tidak menyinggungnya sama sekali.Hari ini memang Sabtu, tetapi Nadira sedang tidak ke kafe. Ibunya menyuruh Nadira istirahat di rumah saja karena seminggu ini pekerjaannya cukup hectic. Nadira menurut dan membiarkan ibunya yang ke kafe, meskipun harusnya sang ibu tidak ke sana saat weekend. Lalu bukankah seharusnya Nadira merasa tenang karena ibunya sudah di kafe? Seharusnya iya, tetapi kenyataannya ibu Nadira tidak di sana. Ketika Nadira menelepon pun tidak dijawab.Nadira melirik jam di pergelangan tangannya. Waktunya semakin mepet. Lembur di kantor Rheyner pada hari Sabtu akan berakhir pukul 13.00, sedangkan sekarang sudah pukul 12.40. Nadira mengeluh dalam hati atas pemberitahuan Rheyner yang mendadak. Ia hanya bisa meminta dr

  • Why Not?   23. Saling Menjelaskan

    Lamaran yang Rheyner lakukan di puncak sudah tiga hari berlalu. Hubungan Rheyner dan Nadira sudah kembali seperti semula. Tidak ada perubahan berarti, kecuali status mereka.Seperti biasa, Rheyner lebih ekspresif menunjukkan perasaannya dibanding Nadira. Sampai detik ini mulut Nadira belum mengatakan secara langsung perihal perasaannya. Ungkapan cinta Rheyner hanya dibalas dengan kata ‘hm’ atau ‘aku tahu’.Namun, saat ini Rheyner tidak terlalu mempermasalahkan. Ia tahu cintanya terbalas. Ia juga dapat merasakan bahwa Nadira tidak lagi sungkan menunjukkan perhatiannya. Kadang kala ungkapan tidak terlalu penting, yang terpenting adalah sikapnya. Lagi pula Nadira sudah resmi menjadi calon istri Rheyner. Mereka sudah terikat komitmen serius. Boleh, dong, Rheyner merasa lega?Saat ini Rheyner dan Nadira masih berada di jalan sepulang dari bekerja. Jalanan cukup padat karena memang sedang jam pulang kantor. Akan tetapi, jalanan macet tidak membuat mereka berdua bosan. Kebersamaan ketika pul

  • Why Not?   22. Lamaran Lagi

    “Akhirnya kamu datang.” Si lelaki membalikkan tubuh.“Rheyn …,” lirih Nadira.“Ya, it’s me.” Rheyner mendekati Nadira. Tangannya meraih pergelangan perempuan itu. Ia tuntun Nadira menuju ayunan pohon yang telah ia buat dan hias sedemikian rupa.“Kamu duduk. Aku mau ngomong.”Nadira duduk di ayunan, sedangkan Rheyner berjongkok di hadapannya. Rheyner memegang sebelah tangan Nadira. “Jangan dipotong, ya.”Nadira sama sekali tidak membuka mulut. Netranya terpancang pada manik hitam kecokelatan Rheyner. Ucapan lembut Rheyner sulit ia bantah. Apalagi Rheyner tak lagi menggunakan sapaan lo-gue andalannya.“Aku minta maaf atas ucapan kasarku tempo hari. Aku mengucapkan kalimat itu tanpa berpikir. Aku membiarkan amarah menguasa diri. Aku sadar, nggak semudah itu aku menghapus luka yang kutorehkan di hati kamu. Tapi, Nad, tolong izinkan cowok berengsek di hadapan kamu ini menjelaskan dan mengungkapkan perasaan yang bertahun-tahun dipendam

  • Why Not?   21. Sebuah Rencana

    Seminggu ini Rheyner terus menempeli Nadira. Ia rajin mengantar dan menjemput Nadira meski sering kali tak diacuhkan. Ia juga selalu menyambangi rumah Nadira sepulang kerja meski yang disambangi tidak keluar dari kamar.Nadira belum juga luluh. Jangankan menerima lamaran Rheyner, permintaan maaf Rheyner saja tidak pernah digubris. Keduanya masih dalam mode bertengkar. Namun, Rheyner tidak mau dianggap frustasi. Ia terus berusaha untuk mengambil hati Nadira. Sekalipun Nadira enggan bertemu muka dengannya. Orang tua keduanya sampai dibuat cemas juga gemas. Mereka tidak bisa tinggal diam. Apa jadinya kalau Nadira tidak menerima lamaran Rheyner? Mereka diam-diam sudah mulai mencari gedung dan katering untuk acara pernikahan. Awalnya mereka optimis Nadira menerima lamaran Rheyner, tetapi kini mereka mulai was-was.Sekarang sudah saatnya menggunakan andil orang tua. Rheyner akhirnya setuju saja ketika diberi ide. Orang tuanya dan orang tua Nadira akan mengajak mereka berlibur ke puncak. Ke

  • Why Not?   20. Kegagalan

    Rheyner menunggu Nadira dengan tidak sabar. Kalau saja hubungan mereka tidak sedang buruk sudah tentu Rheyner langsung ke kamar Nadira. Tidak seperti sekarang, dia hanya bisa menunggu di teras. Ini akan menjadi pertemuan pertamanya dengan Nadira pasca pertengkaran mereka. Nadira sudah pulang dari dinas kemarin sore. Hari ini memang weekend, hari libur, tetapi Nadira tetap pergi ke kantor sebentar. Informasi tersebut didapatkan dari ibu Nadira. Rheyner akan mengambil kesempatan untuk mengajak Nadira berbaikan. Ini sudah hari ketiga mereka bertengkar hebat. Untung saja Nadira mau bertemu dan diantar olehnya. Namun, sebenarnya selalu ada bantuan dari orang tua Nadira juga. Orang tua Nadira berpura-pura meminta Rheyner mengantar putri mereka itu ke kantor. Bahkan cenderung memaksa Nadira agar mau diantar oleh Rheyner.Nadira keluar setelah 10 menit Rheyner menunggu. Gadis yang memakai turtle neck berlengan panjang itu menghampiri Rheyner tanpa mengucapkan sepatah kata

DMCA.com Protection Status