“Hansa, siapa yang menelpon itu nak?” tanya Nyonya Helga pada Hansa yang sekarang berjalan menuju kamarnya mengambil jaket.
Oliver mengernyit, “siapa yang membuatmu terburu-buru seperti ini? Apakah ada hal yang penting.”
Hansa menyimpan kunci mobilnya di saku celananya dan berkata, “aku akan kembali setengah jam lagi, kalian bertiga silakan lanjutkan makan. Aku menyusul nanti,” ucap Hansa yang berjalan keluar dari apartemen.
“Aku rasa kau harus cepat pulang atau makanan ini akan dingin… atau yang lebih parah ini semua akan habis,” ujar Oliver yang mana tulang keringnya ditendang pelan oleh ibunya dari bawah meja makan.
“Ouwh! Mama!”
&nb
"Nyonya, anda bilang kita akan mengikuti Tuan Muda Hansa. Tapi, kenapa sekarang anda meminta saya untuk mengantar pulang ke rumah?" tanya Nike ketika asisten dari Nyonya Helga tersebut sambil menyetir dan memperhatikan jalan.Nyonya Helga bersandar di kursi penumpang, "Aku berubah pikiran, lebih baik pulang saja. Energiku sudah habis untuk mengikuti Hansa. Besok saja kita cari tahu siapa yang Hansa temui," jawab Nyonya Helga yang sepertinya sudah mengantuk."Baiklah Nyonya."Hansa yang sedang menyetir dengan santai melirik Luisa yang saat ini melamun menatap pemandangan jalanan dari balik jendela."Hm Luisa? Kau baik-baik saja?" tanya Hansa kepada Luisa yang segera menoleh ketika ditanya.
Awalnya Azura sama sekali berpikir jika Hansa memang ingin memberikan istirahat penuh untuknya yang sudah bekerja keras dalam mengurus tiga anak dosennya itu. Sehingga Azura merasa bahwa Hansa memiliki rasa perhatian terhadap dirinya karena Azura pada dasarnya perlu mempersiapkan proyek tugas kelompoknya untuk ujian akhir beberapa minggu ke depan. Meskipun begitu, dua hari tidak bekerja dirasa sudah cukup bagi Azura menganggur dan dia sudah memiliki energi penuh kembali agar bisa mengurus anak-anak Hansa. Lagi pula, Azura sudah sangat merindukan Ilhan, Ilkay dan Ihsan. Akan tetapi, ini sudah lewat dua hari bahkan lebih parahnya sudah lima hari Azura tidak mendapat kabar berupa sebuah pesan dari Hansa dan juga Oliver bahwa dia bisa bekerja kembali. Bukannya Azura tidak berusaha menghubungi keduanya, baik Hansa dan Oliver sama-sama tidak menjawab panggilan Azura dan kedua nomor itu selalu dalam mode sibuk “Kenapa kau terlihat murung seperti itu? Apakah mereka masih tidak menjawab pang
“Oh, ayolah kawan. Berhenti menangis seperti bayi, sudah cukup oke!” Gauri gadis berambut pirang cerah itu mengelus pelan rambut hitam gelap milik sahabatnya yaitu Azura yang saat ini tengah menangis tiada henti. “Aku ... aku tidak menyangka, jika mereka begitu kejam kepadaku.” Azura mengusap lelehan air mata di pipinya yang putih kemerahan tersebut. Wajahnya tampak sangat kacau, dia terlihat seperti seorang istri muda yang baru saja di aniaya oleh ibu mertua. Gauri melingkari satu lengannya di sekitar leher sahabatnya tersebut, sedangkan tangan satunya kini mengusap punggung kecil Azura si gadis malang. “Aku tahu, aku tahu. Tapi, menurutku menangis sampai suaramu habis dan juga air matamu kering itu tidak ada gunanya lagi. Mereka sudah mencabut beasiswa itu sekarang,” kata Gauri membuat Azura menangis lebih kencang lagi. “Huaaa! Kembalikan beasiswa itu padaku,” raung Azura membuat salah satu teman laki-lakinya menggelengkan kepala dan berpikir jika t
Pertemuan dengan Hansa tadi siang di koridor kampus menurut Azura adalah sebuah keberuntungan. Dia sendiri sebenarnya tidak mengenal sosok dosen yang mempunyai gaya pakaian sangat rapi di kampusnya tersebut.Juga, Azura tidak pernah menyangka jika Hansa bisa mengenal dirinya. Bukankah sangat aneh mengetahui nama lengkap seseorang ketika kau hanya melihat mereka saat baru pertama kali bertemu?Memang sangat mencurigakan, tapi mengetahui jika Hansa adalah dosen di kampusnya, tentu membuat Azura harus berpikiran positif. Apalagi dosen muda itu sudah berbaik hati membantu dirinya dengan memberikan pekerjaan sebagai asisten dosen.Ya, begitulah yang Hansa katakan padanya tentang pekerjaannya nanti. Menjadi asisten dosen pastilah berhubungan dengan membantu beberapa pekerjaan dosen di bidang akademis.
Suara alarm yang disetel Azura di ponselnya berbunyi berkali-kali dan nyaris membuat telinga si pemilik ponsel itu sendiri tuli dibuatnya.Ini adalah hari libur dan seharusnya hari ini Azura gunakan sebaik mungkin untuk hibernasi panjang. Tubuhnya enggan untuk bangkit, dia mengerang pelan saat alarm itu menyala lagi.Dengan mata yang masih setengah terpejam, Azura segera melihat jam di layar utama ponselnya.Pukul 08.30 Pagi.Hal itu sontak membuat Azura segera bangkit, kepalanya terasa sangat pusing dan pandangannya berputar-putar ketika dia bangun secara cepat. "Aissh… Kepalaku." Azura menyentuh kepalanya dengan gerakan halus.Sudah hampir jam 9 pagi dan Azura baru ingat jika dia ada janji untuk bertemu dengan Hansa di apartemen dosennya itu. Azura dengan gerakan cepat menuju kamar mandi dan berganti pakaian. Dia tidak ada waktu lagi untuk berdandan sedemikian rupa.
"Saya tinggal tanda tangan saja kan?" Azura melihat surat kontrak kerja di map yang telah terbuka itu. Gadis muda itu tidak ingin repot membuang waktu untuk membaca beberapa perjanjian yg dibuat oleh Hansa. Azura sendiri akan mempercayai dosennya itu serta untuk isi perjanjian kontrak tersebut akan dia baca lain kali saja. Hansa menganggukkan kepalanya sambil menyeruput pelan teh rosella. "Ya, tapi apakah Azura tidak berniat untuk membaca lagi isi kontrak kerjanya?" Azura tersenyum dan meletakkan pulpen segera di atas meja tamu. "Tidak, saya sepenuhnya percaya dengan anda dan juga dari yang saya lihat sekilas di sini saya akan dibayar 6 juta satu bulan. Tapi ... apa ini tidak berlebihan?" Azura menatap Hansa yang masih terlihat tenang di sofa tunggalnya. "Itu adalah bayaran seimbang dengan pekerjaan anda sebagai asisten saya," jelas Hansa terdengar santai. Sedangkan Azura sendiri terd
Satu-satunya kesalahan yang telah dibuat oleh Azura di dalam hidupnya kemarin, yaitu menandatangani kontrak kerja dengan Hansa tanpa membaca lebih dahulu.Ucapan selamat dari Gauri benar-benar tidak membantu dirinya sama sekali. Sahabatnya itu jelas sangat senang melihat dia menderita karena pekerjaan barunya.Tidak ada jalan keluar maupun kembali bagi Azura sekarang. Dia harus bekerja dengan Hansa sebagai asisten dosennya itu, entah itu jadi babysitter anaknya atau asisten Hansa di kampus."Aisssh, ini membuatku gila," rutuk Azura yang mengacak rambutnya ketika dia menatap cermin di kamarnya.Bagaimana dia bisa menjaga anak-anak Hansa yang jumlahnya cukup banyak. Tiga bayi laki-laki kecil yang dilihatnya kemarin sudah cukup membuat Azura bisa membayangkan masa depannya kelak.Akan ada banyak tangisan rewel bayi kecil yang harus dia hibur dan dijaga. Terlebih, dosennya itu ternyata sudah mempunyai istri yang lumayan cantik. Sangat menghera
Azura meremas tangannya dengan perasaan gelisah dan tidak tenang. Dia tidak pernah bermaksud menyebarkan rumor palsu mengenai pasangan hidup dan status hubungan Hansa yang ternyata hanya kesalahpahaman semata. Oliver adalah adik Hansa, meski wajahnya tidak mirip sama sekali dengan Hansa. Tapi gadis yang sekarang duduk di kursi depan tepat di samping Hansa yang saat ini mengemudi tersebut, terus tersenyum senang melihat dirinya. Azura duduk di tengah-tengah anak-anak Hansa yang entah mengapa sejak perkenalan mereka secara resmi beberapa menit lalu di apartemen. Ketiga balita kembar itu menjadi sangat lengket dengannya. Tampaknya ketiga balita itu kini menganggap Azura adalah induk baru mereka, menggantikan Oliver yang katanya akan sibuk dengan pekerjaannya sebagai seorang wedding organizer di bulan ini. Itu sebabnya Hansa mencari pengganti adiknya yang bisa mengurus anak-anaknya mulai sekarang. Anak-anak Hansa mempunyai wajah yang lucu dan juga menggem