Beranda / Romansa / What A Bad Thing / Panggil Saja Hansa

Share

Panggil Saja Hansa

Suara alarm yang disetel Azura di ponselnya berbunyi berkali-kali dan nyaris membuat telinga si pemilik ponsel itu sendiri tuli dibuatnya.

Ini adalah hari libur dan seharusnya hari ini Azura gunakan sebaik mungkin untuk hibernasi panjang. Tubuhnya enggan untuk bangkit, dia mengerang pelan saat alarm itu menyala lagi.

Dengan mata yang masih setengah terpejam, Azura segera melihat jam di layar utama ponselnya.

Pukul 08.30 Pagi.

Hal itu sontak membuat Azura segera bangkit, kepalanya terasa sangat pusing dan pandangannya berputar-putar ketika dia bangun secara cepat. "Aissh… Kepalaku." Azura menyentuh kepalanya dengan gerakan halus.

Sudah hampir jam 9 pagi dan Azura baru ingat jika dia ada janji untuk bertemu dengan Hansa di apartemen dosennya itu. Azura dengan gerakan cepat menuju kamar mandi dan berganti pakaian. Dia tidak ada waktu lagi untuk berdandan sedemikian rupa.

Masa bodoh dengan penampilannya yang ala kadarnya, ini adalah hari libur dan tidak ada yang bisa mengaturnya ketika dia bebas dari jam kuliah di kampusnya.

Azura hanya mengenakan kaus blus berwarna baby blue yang mempunyai tulisan 'Wonder Girl' di bagian dadanya dan celana jeans tiga per empat yang warnanya senada dengan kaus yang dia pakai. Tidak lupa Azura mengikat tinggi rambutnya yang cukup panjang dengan ikat rambut putih bercorak kelinci imut.

Lalu, satu sentuhan akhir adalah lip balm rasa cherry mint sudah terpoles di bibir kecil nan merah milik Azura.

Sempurna!

Dia terlihat sangat fresh meskipun bangun kesiangan. Meraih tas punggung kecil berwarna putih yang biasa dia pakai untuk jalan-jalan, dengan segera Azura keluar dari kamar kost miliknya.

Sebuah kebetulan, Gauri juga baru saja keluar dari kamar kost yang berada tepat di samping kamar kost Azura.

"Oh, Hai! Apakah hari ini kau akan mulai menemui Pak Hansa?" tanya Gauri yang masih mengusap matanya sebelah, sangat jelas terlihat temannya itu baru bangun tidur.

Azura mengangguk lambat. "Ya, aku akan menandatangani kontraknya. Setelah itu aku segera pulang," jawab Azura yang mengunci pintu kamar kost nya.

"Hmm begitu, baiklah hati-hati jika terjadi sesuatu padamu. Segera hubungi aku ok! Nomor ku tetap berada di panggilan darurat utama bukan?"

"Selalu," kata Azura yang segera bersiap pergi. "Aku pergi dulu!"

"Ya! Semoga berjalan lancar!"

***

Azura sekarang berada di lobi utama apartemen yang sangat mewah di kota tempat dia tinggal. Hebatnya lagi, sejak pertama kali dia berada di luar gerbang depan apartemen bertingkat puluhan itu. Ada banyak security dan juga beberapa penjaga di sana yang selalu siap siaga.

Sejenak Azura berpikir jika apartemen ini tampak terlalu mewah untuk seorang dosen yang mengajar di sebuah universitas swasta.

Azura tahu gaji dosen yang mengajar di universitas swasta itu tentu besar. Tapi, apa benar gajinya itu bisa membeli salah satu apartemen yang bersih dan kemungkinan besar lantainya bisa dijilat.

Haruskah Azura mulai berspekulasi jika dosennya yang bernama Hansa itu adalah anak orang kaya, yang secara kebetulan bekerja sebagai dosen di kampusnya hanya untuk menyibukkan diri.

"Ada yang bisa saja bantu Nona?"

Pertanyaan dari resepsionis apartemen itu menegur Azura yang sibuk dalam pikirannya sendiri memecahkan lamunan Azura.

"Nona?"

"Ah, hahaha ... Maafkan saya, saya sempat melamun tadi. Apakah ini benar Fancy Diamond Apartemen?"

"Ya Nona, itu benar. Apakah ada yang bisa saya bantu untuk nona?" tanya resepsionis itu lagi pada Azura dan kali ini Azura melihat ada tatapan sedikit meremehkan berkilat di mata resepsionis perempuan itu.

Azura tahu penampilannya yang terlihat biasa saja seperti sekarang memang agak mencurigakan datang ke apartemen mewah seperti ini.

"Saya hendak bertemu dengan Pak Hansa, beliau tinggal di apartemen ini." Azura mengeluarkan kartu nama Hansa dan meletakkannya di atas meja resepsionis yang sontak membuat resepsionis yang tadinya memandang rendah dirinya dengan cepat tersenyum munafik yang memuakkan.

"Anda tamunya Tuan Hansa, tentu saja saya akan segera memberi kabar ini pada Tuan Hansa. Jika boleh saya tahu, siapa nama anda Nona?"

"Azura, katakan itu saja padanya." Azura menjawab dengan malas.

Resepsionis itu mengangguk dan menyambungkan panggilan pada Hansa.

Tidak perlu membutuhkan waktu yang lama. Resepsionis itu segera memberitahu Azura nomor apartemen Hansa dan juga lantai berapa apartemen dosen muda itu berada.

Tanpa banyak basa-basi dan membuang waktu, Azura segera melenggang menuju apartemen Hansa.

Anehnya, kali ini jantungnya berdegup agak kencang dari biasanya.

Apa dia gugup?

Ini hanyalah pertemuan normal dan Azura cuma perlu menandatangani kontrak singkat dan membicarakan gajinya nanti.

Tapi perasaan gugup itu tetap saja terus menghantui dirinya karena bagaimanapun ini adalah kali pertama bagi Azura untuk mengunjungi rumah seorang dosen dan yang lebih buruknya dia akan masuk ke dalam apartemen seorang dosen laki-laki muda.

Lelah dengan segala macam pemikiran berat yang bersarang di kepalanya, Azura sampai tidak menyadari jika lift sudah terbuka dan dia kini sudah lebih dekat dengan apartemen milik Hansa.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Azura mencari pintu apartemen yang sangat bersih dan juga terawat itu.

Namun, belum sempat Azura melakukan panggilan melalui intercom di pintu apartemen tersebut. Pintu apartemen itu segera di buka, menampilkan sosok menawan dosen muda berwajah tampan yang bernama Hansa itu.

Azura sendiri sempat terpaku, melihat penampilan dosennya itu menyambut kedatangannya dengan setelan baju yang sangat amat rapi dan juga berkelas.

Sangat berbeda sekali dengan penampilan Azura yang santai.

"Haruskah saya pulang lagi dan berganti pakaian?" Itu adalah pertanyaan yang sangat tidak terduga keluar dari mulut Azura.

Sehingga ketika dia tersadar dengan pertanyaan bodohnya itu. Azura tersenyum malu.

"Konyol," ucap Hansa sambil tersenyum miring. "Anda tidak perlu berganti pakaian, ini bukan sesi wawancara kerja. Jadi, silakan masuk," sambungnya membuat Azura mengangguk dan melangkah masuk ke dalam apartemen mewah milik Hansa.

Dia tidak pernah berpikir dirinya akan berada di dalam apartemen yang terlihat sangat luas dan benar-benar bersih. Katakan saja dia berlebihan atau norak. Tapi, bagi seorang gadis yang sudah hidup mandiri selama hampir empat tahun itu. Azura sangat kagum melihat kediaman yang bernuansa putih itu.

Apakah dia baru saja masuk ke pintu surga?

Namun, lagi-lagi dia menggelengkan kepalanya. Ini bukan surga, melainkan trial surga.

"Apakah ini benar rumah anda Pak?" tanya Azura ketika dirinya diam-diam melirik guci mahal yang besar di samping pintu masuk.

"Ini rumah saya sendiri. Apa ada yang salah?"

Azura segera menggelengkan kepalanya, lalu berucap dengan nada gugup yang terburu-buru.

"Tidak! Tentu tidak ada yang salah sama sekali, ini sempurna!" katanya sambil tersenyum lebar pada Hansa yang sekarang menatap dirinya dengan tersenyum tipis.

"Baiklah, sebelum kita mulai membicarakan kontrak kerja. Apakah anda mau kopi atau teh?" tawar Hansa yang merupakan tuan rumah baik hati itu.

Azura menggeleng, "Tidak perlu repot-repot, Pak. Saya tidak terbiasa minum teh dan kopi, air putih saja sudah cukup," jawab Azura membuat Hansa mengerti.

"Baik, selagi menunggu saya membawa minuman. Silakan duduk dengan nyaman," ucap Hansa yang segera berlalu menuju dapur.

Azura menjatuhkan tubuhnya untuk terduduk di sofa berbahan lembut. Sesekali dirinya melihat-lihat beberapa barang-barang unik di apartemen dosennya itu.

Dari sekian banyak barang yang terlihat mahal dan berkelas, ada satu barang yang menarik perhatian Azura.

Gadis itu perlahan bangkit untuk melihat lebih dekat barang tersebut. Sebuah keterkejutan merambat ke dalam tubuh Azura.

Itu adalah empeng bayi, ada tiga buah empeng bayi yang diletakkan secara sembarangan di atas meja kayu jati bergaya modern itu.

'Apakah Pak Hansa benar seorang bujangan?' gumam Azura sambil terus mengamati empeng berwarna-warni tersebut.

Sebab, dari info yang Azura dapatkan secara singkat tentang Pak Hansa dari Gauri yakni, jika dosennya itu adalah bujangan ting-ting yang sama sekali belum pernah dekat dengan orang lain apalagi menjalin hubungan.

Meskipun fakta mengatakan dia adalah bujangan, lalu apa-apaan empeng bayi yang masih tampak segar dengan air liur di depan mata Azura sekarang?

"Azura sedang apa anda berdiri di sana?" tanya Hansa pada Azura.

Azura menoleh dan tersenyum lalu mengelap tangannya di bajunya.

"Ah... tidak ada, saya hanya sedang melihat-lihat koleksi bapak saja," jawab Azura yang kembali duduk dengan sopan di sofa empuk milik Hansa.

"Tidak perlu memanggil saya Pak, kita tidak sedang berada di lingkungan kampus. Hansa saja sudah cukup," jelas Hansa membuat Azura menatapnya dengan tatapan rumit.

"Usia kita hanya berbeda lima tahun. Bersikap selayaknya saja, saya sendiri lebih senang dipanggil Hansa," katanya lagi.

Azura menunduk menatap cangkir berisi air putih dingin dan juga ada sepiring cookies cokelat siap untuk dimakan oleh Azura.

"Saya hanya merasa tidak etis, memanggil seseorang yang merupakan dosen saya sendiri di kampus dengan sebutan nama, rasanya sangat aneh," ungkap Azura.

"Saya telah mengizinkan anda untuk memanggil saya dengan nama dan tidak ada yang salah di sini. Jadi, mari kita bicarakan kontrak kerjanya."

Wajah Hansa sendiri tidak menunjukkan jika dia keberatan, sedangkan Azura di sisi lain tersenyum tipis.

"Baik Pak-uhm maksud saya Hansa," balas Azura yang sepertinya harus mulai terbiasa menyebut nama dosennya itu.

'Ini sangat canggung!' jerit Azura di dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status