Eleanor keluar dari mobilnya, sejak awal dia mengikuti Hansa yang pergi dengan perasaan kesal dan marah. Eleanor juga tidak tahu hal apa yang bisa membuat Hansa— pria yang dia kenal tidak pernah marah itu menjadi murka hanya karena berbicara melalui panggilan telpon.
Dia melihat kembali ponsel Hansa yang rusak di jok sampingnya. Sangat disayangkan ponsel keluaran terbaru yang mahal itu harus hancur tanpa harga diri seperti itu. Wanita itu menghela napasnya pelan, kemudian mengamati lagi Hansa yang saat ini berjalan menuju sebuah bar yang cukup terkenal di kota mereka.
Oliver menggenggam ponselnya dengan perasaan geram yang membuncah dadanya. Tidak, tidak seharusnya dia marah, pikirnya berusaha menenangkan emosinya saat ini. Dia tidak pernah menyangka jika ayah tirinya akan mengambil tindakan sendiri untuk mengundang Hansa datang ke acara perjamuan besok. Ibunya yang baru saja memberitahu kabar itu juga turut cemas. Mereka berdua, sangat takut akan ketegangan yang terjadi besok antara Hansa dan Quirin Ehren yang terhomat itu. "Sial, kenapa dia mengundang Kak Hansa ke perjamuan besok? Pak Tua itu, setelah bertahun-tahun tidak peduli pada putra keduanya. Akhirnya menelpon secara pribadi... amat sangat mencurigakan," gumam Oliver yang sekarang meletakan ponselnya ke sofa dan turun bergabung ke kumpulan anak-anak angkat Hansa yang saat ini sibuk bermain bersama. Ihsan yang menyadari jika gadis muda itu duduk di sampingnya mulai tersenyum senang. Deretan gigi susu yang putih menyambut wajah lelah dan penuh beban dari Oli
"Hansa memiliki masalah yang rumit dengan ayah kandungnya," ucap Oliver yang mulai bercerita. Anak-anak Hansa yang duduk di karpet bulu halus di bawah mereka tidak terlalu memedulikan pembicaraan kedua wanita muda di belakang mereka yang sekarang duduk di sofa. Azura menatap Oliver dengan wajah penasaran. "Mereka sering bertengkar?" Azura menebak dan dibalas anggukan kepala dari Oliver. "Itu benar, Hansa adalah kakak tiriku. Dulu saat aku pertama kali masuk dalam kehidupan kelurga Ehren. Baik ayah tiriku dan juga Hansa memang sudah tidak akur. Aku rasa itu mungkin ada hubungannya dengan kematian dari ibu kandung Hansa. Hansa sangat membenci ayahnya yang menurutnya selalu mengatur dirinya." Oliver menceritakan alasan Hansa membenci orang tuanya sendiri. "Mungkinkah penyebab mabuknya kali ini juga ada hubungannya dengan ayahnya?" tanya Azura. Oliver lagi-lagi mengangguk, gadis yang sedang dia ajak bicara ini memang pandai menebak. "Itu benar, ay
Pagi-pagi sekali Hansa telah bersiap untuk pergi ke rumah utama keluarganya. Wajahnya kini terlihat lebih segar dibandingkan kemarin. Mengingat apa saja yang terjadi kemarin sebelum dia benar-benar mabuk. Hansa, jadi memikirkan Azura. Dia pasti sudah banyak menyusahkan gadis itu. Hansa berniat setelah dirinya selesai menghadiri acara perjamuan yang dibuat oleh ayahnya. Dia akan memberikan Azura hadiah kecil sebagai tanda terima kasihnya. Setelah merasa penampilannya sudah rapi dan tidak akan membuat malu keluarganya yang sudah lama tidak pernah dia kunjungi lagi beberapa tahun belakangan itu. Pantulan dirinya di cermin membuat Hansa bersenandung puas. Sebelum meninggalkan apartemennya dan meminta Oliver untuk menjaga anak-anaknya sebentar sampai Azura selesai kembali kuliah. Namun, apa yang dia bayangkan ketika dirinya membuka pintu dan berjalan ke ruang tamu. Hansa dibuat tercengang. Azura dan ketiga anak-anaknya kini tertidur di karp
"Azura, di mana Daddy?" Ilhan mengucek kedua matanya dengan memeluk boneka kelinci kesayangannya pada Azura yang saat ini tengah memasak sarapan di dapur.Azura segera mematikan kompor listrik dan bergerak menuju Ilhan. "Halo sayang! Selamat pagi," sapa Azura kemudian gadis itu mengusap kepala Ilhan dengan lembut, kemudian dia melanjutkan. "Hari ini Daddy Hansa ada urusan penting, jadi dia mungkin akan kembali besok," katanya dengan wajah setengah berseri.Ilhan yang mendengar ucapan Azura memasang wajah cemberut. "Kenapa besok? Kenapa tidak hari ini saja," rutuknya.Azura terkekeh, "Jangan marah Ilhan, Daddy ada urusan penting. Nanti, ketika dia pulang. Kakak akan memberitahunya untuk membawakan oleh-oleh untuk kalian," ucap Azura jelas menghibur.
Harusnya, Hansa sudah bisa memprediksi pesta perjamuan yang dibuat oleh ayahnya itu akan menjadi apa. Sekarang dia berdiri di tengah lingkungan orang-orang kaya dengan pakaian serba mewah. Beberapa orang tua membawa putri-putri mereka untuk dikenalkan pada ayahnya, agar kelak kemungkinan dari beberapa gadis itu bisa dengan pasti mendapat sebuah kehormatan menjadi Nyonya kecil baru di keluarga Ehren yang terpandang. Hansa sendiri merasa tenggorokannya sangat gatal, dia tidak bisa terlalu lama berdiri di lingkaran sosialita yang berlebihan dan juga aroma tubuh mahal yang dibuat-buat oleh beberapa rekan bisnis ayahnya. Akan tetapi, Quirin Ehren jelas tidak akan melepaskannya begitu saja dari perjamuan ini. Hansa sudah bisa menebaknya, lelaki tua itu pasti memiliki niat la
Azura harus meluangkan waktunya sekali lagi untuk mengantar tiga anak Hansa pergi ke tempat penitipan anak yang sekaligus berperan sebagai tempat di mana anak-anak yang berumur di bawah lima tahun bisa belajar dan bermain.Namun, kali ini Azura jelas tidak akan meninggalkan anak-anak itu sepenuhnya berada di bawah pengawasan para pengasuh di penitipan.Dia berniat untuk ikut andil melihat bagaimana anak-anak yang diasuhnya itu bersikap di tempat tersebut.Perjalanan menggunakan taxi cukup mengeluarkan tarif perjalanan yang besar, Azura harus menelan ludah ketika mendapati betapa terkurasnya gajinya hanya untuk membayar taxi itu.Taxi yang mengantar mereka telah berlalu dari pandangan. Sekarang Azura melihat papan na
Setelah pesta usai, Hansa bergegas naik ke lantai atas menuju kamarnya. Dia merasa sangat lelah, ketika dirinya melepaskan semua pakaian formal andalannya pria itu segera mandi dan melemaskan otot-otot tubuhnya yang menegang sejak tiga jam lamanya.Hansa mandi sangat cepat, sampai pintu kamarnya diketuk dengan keras oleh seseorang.Mendecak kesal dengan pinggang yang masih terlilit handuk putih, Hansa membuka pintu kamarnya dan terlihat sosok pria yang saat ini tidak ingin Hansa temui berdiri di depan pintunya.Namun, bukan sapaan atau perkataan baik yang Hansa dapatkan, anak kedua dari Quirin Ehren itu mendapat pukulan tepat di pipi kirinya. Sehingga siapa pun di lantai bawah bisa mendengar pertengkaran yang baru saja akan dimulai itu.
Azura sebenarnya tidak ingin tahu banyak soal masa lalu Hansa dengan beberapa baby sitter yang pernah mengasuh anak dosennya itu. Akan tetapi, semakin dipikirkan Azura jadi paham kenapa Nyonya Alice sempat berkata buruk tentang para pengasuh yang lama.Pada kenyataannya, para baby sitter yang dibayar Hansa untuk mengasuh tiga anak kembar angkatnya itu semuanya adalah penipu dan tidak lebih berpura-pura menjadi sosok pengasuh yang berpengalaman hanya untuk mendekati Hansa.Ya, Azura sangat menyayangkan sikap tidak profesional seperti itu. Sangat berbeda sekali dengan Azura yang mengambil pekerjaan menjadi baby sitter ini secara terpaksa karena dia harus membayar uang kuliahnya. Sejujurnya, Azura ingin bekerja di tempat lain. Namun melihat betapa besar gaji untuk menjaga tiga balita saja sudah membuat Azura meneteskan air liur.