Biarlah, biarlah semua mengira hidupnya mulus-mulus saja. Biarlah mereka mengucapkan terimakasih untuk Denny dan berkirim salam pada pria itu. Biarlah mereka mengira semua masih sama seperti yang dulu.Sedikit merasa bersalah memang, akan tetapi itu lebih baik daripada mereka tahu apa yang ia alami. Suasana bahagia ini, pasti akan rusak kalau dirinya membuka sedikit saja keadaan dan status pernikahannya saat ini."Mira, kamu istirahat saja. Kamu pasti sudah capek di perjalanan. Ayo sana, bawa barang-barang kamu ke kamar," kata Mbok saat melihat Mira terduduk lesu."Benar, Mbok. Aku juga nggak tahu, sekarang lebih gampang capek rasanya," keluhnya dan beranjak berdiri dari tempat duduknya.Mira merebahkan tubuhnya di tempat tidur miliknya. Tempat tidur usang peninggalan orang tuanya. Meskipun sudah memiliki banyak uang, ia tidak berniat untuk mengganti barang peninggalan orang tuanya."Ibu, maafkan aku," bisiknya lirih. Ia teringat dengan ibunya yang memintany
Bukan cuma Mira yang merasa ada beban. Faza juga tak kalah gelisah karena malam ini adalah malam pertunangan antara Imas dengan Denny.Seharusnya, ia merasa takut kalau Mira yang sedih dengan pertunangan tersebut, nyatanya ia malah takut pada dirinya sendiri.Ada sesuatu yang memberontak di hatinya!Neny sudah mengambil posisi duduk di hadapan Mira. Gadis itu sesekali melirik ke Faza dan sedikit malu-malu.Menyadari hal itu, Mira malah merasa Faza sangat cuek dan hanya sibuk dengan ponselnya."Oh ya, Kamu ingat nggak sama Neny?" tanya Mira membuka percakapan.Faza melihat Mira, menautkan alisnya sebentar dan berujar sambil tersenyum, " Aku inget sih, kalau nggak salah, kamu yang suka duduk di kantin sambil foto selfi nggak udah-udah itu kan?" kata Faza kemudian. Menurutnya Neny adalah gadis lebay dan terlalu banyak bicara, memakai berbagai macam pita seperti anak kecil dan juga berpose di kamera tanpa pandang tempat dan waktu.Neny tersenyum malu.
Mira menatap lekat alat test kehamilan dengan dadanya yang berdebar kencang. Selama ini, ia selalu saja dikecewakan satu garis merah di alat tersebut.Setiap kali ia selesai menggunakannya, selalu saja menghasilkan debat mulut dengan Denny. Dan itulah alasan yang paling mendasar untuk Denny menceraikannya.Beberapa detik kemudian matanya benar-benar terbuka lebar karena tak percaya. Hampir saja ia menjerit bahagia saking terkejut dengan kenyataan itu."Mas, aku hamil. Bukankah aku tidak mandul seperti yang kalian tuduhkan selama ini? Ibu...aku hamil, aku bisa menjadikan penerus bagi kalian," bisik lirih Mira di dalam kamar mandi. "Ah, berapa usia kehamilanku ini sebenarnya?" ujarnya pelan, maka iapun membawa hasil testpack tersebut keluar ruangan.Di depan kamar mandi, Neny sudah menunggu Mira dengan raut wajah penasaran."Gimana Mira, hasilnya? Dua apa satu?"Mira tak bisa berkata-kata. Iapun menghambur memeluk Neny dengan senyuman dan deraian air
Sudahlah, untuk apa kembali memikirkan neraka itu. Lebih baik menikmati hidup sendiri tanpa beban apapun. Tapi... apakah mungkin merahasiakan darah daging Denny? Bukankah itu kekejaman? batinnya terus terusik.Selama empat tahun, selalu menjadi bulan-bulanan keluarga Denny, bagaimana ia akan berterus terang sehingga hidupnya kembali berantakan?"Mira? Kenapa? Kok kamu kayak orang bingung?" Neny menatap Mira sedikit heran karena Mira malah melamun."Ah, enggak Neny, ayo ke dalam, ada Faza menungguku. Dan kamu, apa kamu nggak mau pendekatan sama Faza?"Neny meremas tangan Mira."Kamu ini ngomong apa sih? Kamu kan tahu, Faza samasekali tidak melihatku, itu sama saja seperti dulu. Sudahlah, ayo kita ke depan."Mereka menemui Faza di ruang tamu."Kamu memang kelihatan kurang sehat, Mira. Gimana, kamu nggak apa-apa kan?""Iya, nggak apa-apa kok. Paling cuma kelelahan. Dan kamu, apa ada rencana kembali ke Jakarta?"Faza kembali menatap ponselnya. "E
Semua sudah terputus begitu saja. Jangankan mendapatkan pesan, nomornya saja mungkin sudah diblokir.Tiba-tiba rasa rindu menyeruak di hatinya. Iapun menyambar ponselnya, mencoba menekan tombol call pada sebuah nomor anonymous. Ya, itu adalah nomor Mira yang ia sembunyikan dari Imas.Seperti biasa, nomor itu tidak lagi bisa dihubungi.Saat sedang termenung, sebuah pesan masuk di ponselnya. Pesan itu adalah pesan gambar dari seseorang."Imas? Pak Faza? Apa yang sedang mereka lakukan?"Hati Denny terguncang hebat. Saat melihat siapa yang ada di foto-foto tersebut. Mereka adalah Imas, bersama Imas di sebuah restoran di atas kolam. Mereka terlihat sangat ceria dan tertawa bersama."Apakah mereka memang saling berhubungan? Ah, tidak mungkin. Imas sudah bertunangan denganku, mana mungkin dia macem-macem," katanya pada diri sendiri."Dasar Agus, sukanya emang julid. Itu pasti karena dia sekarang tahu kalau aku sebenya dalah suami Mira, temannya," lanjutnya
"Sayangnya, itu cuma harapanku semata, sedangkan kamu akan segera menjadi istri orang lain. Bukankah begitu?"Tangan Imas mengepal kuat, entah mengapa sensasi debaran di jantungnya semakin memburu."Kamu sudah tahu itu, dan kamu bermain-main dengan perasaan aku? Bagaimana kalau aku ternyata terbawa rayuan kamu, apa kamu siap menanggung resikonya?"Kali ini Faza menyambar telapak tangan Imas."Aku Faza, aku tidak pernah memiliki wanita yang membuatku terus memikirkannya seperti ini, aku telah memikirkan berulang kali semuanya. Aku sudah bilang, aku selalu ingin di sampingmu, sementara aku tahu kamu adalah tunangan Denny, apa kamu pikir aku bermain-main?"Imas menarik tangannya dari genggaman Faza, hatinya semakin tak karuan."Faza, aku akan memikirkannya. Masalah pakaian ini, aku akan mencobanya, tapi kalau aku tidak suka, please jangan pernah memaksaku, oke?"Setelah itu Imas memasukkan pakaian itu ke dalam kantong plastik."Oh ya, aku akan memba
Wajah Denny yang gugup tak seperti biasa, membuat Imas dan Magdalena sedikit curiga.Sementara Denny menggenggam erat kertas di tangannya, lalu menyembunyikan benda tersebut di saku celananya.Sebisa mungkin menyembunyikan ekspresi tidak biasa, iapun melangkah mendekati Imas."Mas, darimana? Aku menunggumu pulang, tapi malah belum sampai rumah," sapa Imas saat Denny sudah di teras."Eh, aku mampir rumah sebentar. Sudah lama nggak nengok rumah. Rencana ambil liburan mau bersih-bersih," kilahnya."Ooh, kamu bisa ajak aku kalau mau bersih-bersih rumah itu, Mas.""Enggak perlu, aku bisa sendiri, Kok. Dan kamu dari mana saja tadi? Ada acara apa?"Dalam hati, Denny ingin tahu apa yang dikerjakan Imas bersama Faza di sebuah restoran, bahkan informasi dari Agus, mereka cukup lama dan terlihat akrab di restoran tersebut."Ouh, cuma makan di restoran, sama temen.""Temen?""Iya, temen, kenapa sih? Cemburu?""Hmm, tentu saja kalau itu teman lela
Apa yang harus ia lakukan, jika ternyata foto itu adalah satu-satunya penghubung antara dirinya dengan kebenaran? Apa yang harus ia lakukan jika foto itu adalah satu-satunya bukti bahwa Mira telah mengandung darah dagingnya?Apa yang dikatakan ibunya membuatnya frustasi, antara memberikan atau tidak memberikan meskipun hanya selembar kertas yang sudah kotor."Ibu, ini cuma kertas. Ini bukanlah sesuatu yang akan membahayakan hubunganku dengan Imas. Percayalah," tolak Denny saat Magdalena berusaha merebut kertas USG tersebut."Denny, jangan meremehkan hal seperti ini. Kamu tidak boleh menyimpannya samasekali. Sudahlah, lupakan Mira dan apapun yang berkaitan dengannya. Mengertilah, ini sangat tidak ada perlunya!""Mas Denny, kertas apa sebenarnya yang sedang kamu pegang?" Deg!Kemunculan Imas yang tiba-tiba membuat mereka terdiam dan membeku.Magdalena seketika melebarkan matanya karena tidak menyangka Imas akan kembali dan melihat apa yang mereka laku