Mira dan juga Denny sangat panik dan segera membawa Marina ketempat yang nyaman di dalam mobil.Mereka membawa pulang wanita itu dan memindahkannya ke kamar.Mira sangat iba melihatnya. Ia bisa merasakan Marina sangat terluka. Ia sangat mengerti bahwa Marina sangat mencintai Dika."Mira, sejak tadi kau melamun, apa yang kamu pikirkan?" tegur Denny karena Mira hanya termenung menatap wajah Marina."Selalu ada yang membuat wanita terluka sampai seperti ini. Apakah lelaki nggak tahu kalau wanita itu cuma makhluk yang lemah. Saat mencintai, dia sangat mudah dikhianati. Saat setia, pria tidak menyadari dan saat terluka ia hanya bisa menangis menyalahkan dirinya sendiri yang tak sempurna. Hanya saja, meskipun sangat lemah...wanita mampu bertahan dalam situasi seperti ini," ujarnya pelan, seolah mengenang apa yang dialaminya dulu.Saat itu Denny mengabaikan segala yang ia miliki. Cinta dan ketabahannya harus berakhir dengan selembar surat cerai.Akan tetapi Marina...dia mendapat selembar sur
Sugesti di masa kecil yang absurd seperti potongan kenangan yang unik untuk diingat.Seperti bagaimana biji semangka yang tertelan akan tumbuh dan berakar di dalam perut, mengeluarkan tangkai dan daun dari telinganya dan hidung lalu berbuah di puncak kepala. Begitulah seorang anak digiring dalam sebuah pemikiran tak masuk akal bahkan hanya karena sebuah nama."Apa kau terpengaruh?""Tentu saja. Sepertinya itu berhasil karena aku percaya dengan ibuku. Hahaha," Denny tergelak lagi karena konyolnya pemikiran saat itu.Mereka terlihat serasi dan bahagia."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Denny kemudian melihat Mira meminta pendapat soal rencana yang sebenarnya sudah mereka buat."Uhmm pertama, aku mau buat adik untuk Azrah, ini adalah tujuan yang paling bagus untuk dilakukan. Apa aku salah?""Haish... selalu saja cari keuntungan."Denny hanya nyengir, sementara ia tetap fokus berkendara."Rencana kedua adalah membangun usaha toko di pasar tradisional dan selanjutnya akan menjadi
BRAKK!"Kamu ngerti nggak sih? Aku ini lagi susah! Kalau kamu mau beli, beli saja pakai uang sendiri!" bentak Denny pada Mira dengan menggebrak almari.Mira, istri Denny, hanya bisa menatap pria itu dengan gamang. Padahal, Mira hanya meminta pendapat tentang seperangkat alat sholat yang mulai ditumbuhi jamur. Alat sholat itu adalah salah satu barang hadiah dari pernikahan mereka tiga tahun lalu, jadi Mira membicarakannya dengan sang suami."Tapi Mas...""Sudahlah, aku mau tidur! Uang kemarin, kamu harus memakainya dengan hemat untuk biaya makan kita. Mengerti?!"Mira termenung, dilihat wajah suaminya yang terlihat letih. Akan tetapi, sebenarnya ia hanya menceritakan bahwa mukena itu sudah usang, bukan berarti minta dibelikan.Pakai uang sendiri?Itu lebih tidak mungkin, karena Denny selalu memberinya uang "pas-pasan", dan ia sudah berusaha maksimal untuk berhemat.Melihat Mira yang masih diam termenung di tepi tempat tidur, Denny justru semakin emosi."Kamu ini, sudah miskin tapi bany
"Mas, ayo sarapan dulu…."Mira membangunkan suaminya setelah menyiapkan bubur ayam untuk Denny. Meskipun tadi malam dia kecewa dengan Denny, tetapi dia tidak tega meninggalkan suaminya begitu saja.Tak lama, Denny pun terbangun. Meskipun sedikit pusing, ia harus bangun dan bekerja siang ini. Sedikit lemah, ia berusaha untuk menegakkan punggungnya. Lalu, mengambil semangkuk bubur ayam yang diberikan Mira. Lagipula, perusahaannya saat ini sangat membutuhkan kehadiran Denny.Namun, pagi keduanya yang tenang berakhir begitu cepat saat Nyonya Magdalena--ibu Denny--datang dan segera mengambil posisi duduk di hadapan putranya."Mira, buatkan teh untuk Ibu," perintah Magdalena tiba-tiba. Mendengar itu, Mira pun segera melangkah pergi. Memang, Ibu Mertuanya selalu begitu–memperlakukan Mira selayaknya pembantu.Namun, kali ini Mira tidak serta-merta menurut. Dia sebenarnya menguping di depan pintu untuk mendengar pembicaraan Ibu dan anak itu."Denny, bagaimana dengan urusan kantor? Apa sudah
“Hufft….” Mira menghela nafas panjang. Perempuan itu kini asyik merajut sebuah tempat tissue dari benang nilon biru muda. Rencananya, akan ditaruh di mobil Denny.Sayangnya, pikiran Mira tidak begitu fokus karena memikirkan percakapan sang suami dan Ibu Mertuanya. Jujur saja, dia khawatir sekali dengan keadaan sang suami.Kring!Ponsel Mira tiba-tiba berdering. Terlihat sebuah panggilan dari Mbok, nama kontak untuk neneknya di desa.“Halo, Nduk.”"Halo, Mbok. Apa kabarnya? Si mbok sehat, kan?" tanya Mira dengan tersenyum lebar setelah mendengar suara neneknya yang terlihat ceria."Iya, Nduk. Ada hal mendesak yang ingin si mbok katakan, tapi kamu jangan banyak tanya dulu. Ini Nduk ... tanah kebun orang tuamu–""--Mbok, biarkan saja. Itu memang tanah milikku, tapi hasilnya buat mbok saja. Aku sudah cukup dengan hasil suamiku di sini. Tunggu, apa ada yang maksa mau beli lagi?" potong Mira dengan cepat. Akhir-akhir ini, banyak sekali orang yang menginginkan tanah itu. Padahal, dulu tana
Keesokan harinya, Mira telah siap dengan barang yang akan dibawa pulang kampung, iapun beranjak dari tempat duduknya hendak menyeret koper. Ia juga mengabaikan Denny yang sedang duduk memperhatikannya."Mira? Mau ke mana?" tanya Magdalena tiba-tiba. Entah kapan ibu mertuanya itu tiba. Mira sendiri begitu terkejut. Namun, dia berhasil mengendalikan ekspresinya."Saya mau pulang kampung, Bu. Nenek mau saya pulang, ada yang mau sewa tanah kebun katanya.""Oooh, tanah warisan ibumu, ya? Kenapa nggak dijual aja? Kan lumayan buat renovasi rumah ini, paling juga lakunya nggak seberapa," kata wanita itu dengan nyinyir, seolah uang yang ia miliki tak akan mungkin bisa membuatnya melakukan sesuatu yang berarti, melainkan hanya sekadar lewat saja. Yah, sekadar beli cat untuk merapikan teras rumah yang sedikit pudar warnanya."Ehm, iya sih, Bu. Tapi sepertinya, Mas Danu mau pinjam untuk biaya beli suntik insulin, Bu. Lebih baik, uang itu walaupun tak seberapa, saya akan meminjamkan uang itu."
Mira gegas kembali dengan perasaan tak menentu. Bahkan, ia tak berani untuk bercerita kepada neneknya tentang apa yang dilihatnya."Mbok, besok Mira mau pergi ke rumah teman dulu ya. Ada sesuatu yang sangat penting untuk Mira bicarakan."Neneknya itu hanya mengangguk setuju.Benar saja! esok harinya, Mira bergegas menuju rumah Faza, temannya waktu kuliah dulu. Selain itu, ia bekerja di sebuah perusahaan tambang emas. Ia harus mencari tahu apakah benar di dalam lahan kebunnya banyak mengandung logam mulia."Mira, kamu masih seperti yang dulu," kata Faza menggombal. "Dan kamu, masih saja betah membujang. Kenapa nggak cepet cari istri? Kalau kelamaan nanti nyesel loh," seloroh Mira."Kamu aja yang nggak peka, Mir. Ditungguin malah nikah sama orang lain."Mereka saling tertawa, mengenang masa sekolah dulu yang penuh kenangan."Jadi, aku akan memintamu seperti yang aku katakan melalui telepon kemarin, Faza."Seketika, temannya berubah menjadi serius."Tentu saja, Mir. Aku bisa mengusah
Wajah Mira makin cemberut melihat suaminya ternyata benar-benar meremehkannya.Ia memang sedikit berbohong, tapi bukan berarti tega membiarkan suaminya kesusahan. Namun, ia meneguhkan hatinya untuk tetap tenang. Ia tak akan menceritakan apa yang terjadi kepada keluarga Denny sebelum sikap mereka yang suka merendahkannya berubah!"Baiklah, aku akan meminjam sekarang juga, tapi perhatikan baik-baik berapa aku berhasil mencari pinjaman." "Hahaha, kau ini semakin lucu Mira. Terserah saja, ayo cepat! Aku sudah mengingatkanmu, jangan mempermalukan diri sendiri, Mira." Mira menghubungi Faza dengan cepat. "Faza, aku mau pinjam uang lima ratus," katanya di hadapan Denny. Lagi-lagi Denny tergelak. Apa menurut Mira uang yang ia butuhkan sekecil itu? Lima ratus ribu? Ah, yang ada ada saja, gerutunya. Dalam dua menit percakapan Mira selesai, lima buah notifikasi transaksi dari beberapa bank yang berbeda masuk ke ponsel Denny. Nominalnya setiap transaksi adalah 100 juta rupiah, sehingga to
Sugesti di masa kecil yang absurd seperti potongan kenangan yang unik untuk diingat.Seperti bagaimana biji semangka yang tertelan akan tumbuh dan berakar di dalam perut, mengeluarkan tangkai dan daun dari telinganya dan hidung lalu berbuah di puncak kepala. Begitulah seorang anak digiring dalam sebuah pemikiran tak masuk akal bahkan hanya karena sebuah nama."Apa kau terpengaruh?""Tentu saja. Sepertinya itu berhasil karena aku percaya dengan ibuku. Hahaha," Denny tergelak lagi karena konyolnya pemikiran saat itu.Mereka terlihat serasi dan bahagia."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Denny kemudian melihat Mira meminta pendapat soal rencana yang sebenarnya sudah mereka buat."Uhmm pertama, aku mau buat adik untuk Azrah, ini adalah tujuan yang paling bagus untuk dilakukan. Apa aku salah?""Haish... selalu saja cari keuntungan."Denny hanya nyengir, sementara ia tetap fokus berkendara."Rencana kedua adalah membangun usaha toko di pasar tradisional dan selanjutnya akan menjadi
Mira dan juga Denny sangat panik dan segera membawa Marina ketempat yang nyaman di dalam mobil.Mereka membawa pulang wanita itu dan memindahkannya ke kamar.Mira sangat iba melihatnya. Ia bisa merasakan Marina sangat terluka. Ia sangat mengerti bahwa Marina sangat mencintai Dika."Mira, sejak tadi kau melamun, apa yang kamu pikirkan?" tegur Denny karena Mira hanya termenung menatap wajah Marina."Selalu ada yang membuat wanita terluka sampai seperti ini. Apakah lelaki nggak tahu kalau wanita itu cuma makhluk yang lemah. Saat mencintai, dia sangat mudah dikhianati. Saat setia, pria tidak menyadari dan saat terluka ia hanya bisa menangis menyalahkan dirinya sendiri yang tak sempurna. Hanya saja, meskipun sangat lemah...wanita mampu bertahan dalam situasi seperti ini," ujarnya pelan, seolah mengenang apa yang dialaminya dulu.Saat itu Denny mengabaikan segala yang ia miliki. Cinta dan ketabahannya harus berakhir dengan selembar surat cerai.Akan tetapi Marina...dia mendapat selembar sur
"Aku membebaskan kamu, tapi kamu kembalikan kerugian yang sudah kamu tumbukan sejak awal, bagaimana?""Hah, omong kosong! Kau kira aku percaya?""Tidak. Kau tidak perlu percaya. Karen aku juga yakin kamu tidak punya uang untuk melakukannya. Kau kan cuma bisa memeras perempuan, mana mungkin bisa kembalikan uang sebanyak itu. Tapi...aku bisa sih mengurangi dakwaan soal pemerasan kamu yang terakhir, dengan syarat kamu ikuti permainan kami."Dika meremas tangannya kuat, sebab, dakwaan soal pemerasan uang itu berbuntut panjang. Marina minta uang itu dikembalikan tiga kali lipat berikut biaya persalinannya kelak."Aku tidak memeras, tapi dia yang memberikan.""Marina juga mendapatkan tamparan keras darimu, apa itu juga bisa dilaporkan tindak kekerasan? Ah Dika, sangat banyak catatan kriminal yang kau lakukan," ejek Denny. "Mungkin hukuman lima belas tahun penjara tidak cukup untuk kamu.""Jadi apa maumu?!" kali ini Dika terlihat menyerah.Denny tersenyum menang. Ia sudah membaca gelagat Dik
Seperti yang dikatakan Mira, polisi memang sudah berhasil meringkus Dika sehingga mereka mendapatkan pemberitahuan keesokan harinya.Mira segera menemui Marina dan menceritakan apa yang telah ia lakukan untuk Dika."Marina, aku minta maaf karena terpaksa menguntit kepergian kamu ke bank. Dan inilah akhirnya, kami memutuskan penyelesaian dengan polisi saja.*Marina menunduk dalam. Sepertinya ia ragu menyetujui tindakan Mira."Kau masih menyukai Dika, Marina? Apakah pria itu layak untuk wanita sebaik kamu?"Marina masih tak menjawab. Dilema di hatinya saat ini adalah soal harga dirinya yang hancur. Bagaimana mungkin ia melahirkan tanpa seorang suami, apa yang akan ia lakukan?"Kau berpikir bahwa Dika akan menikahi kamu, Marina? Itu tidak mungkin, Marina. Tidak semudah itu untuk memiliki suami yang baik seperti yang kita inginkan.""Tapi Bu....saya butuh status, meskipun hanya seorang janda, bukan sampah seperti ini," isaknya kemudian. "Saya masih tak mengerti, apakah kesalahan ini semua
Mereka sepakat untuk menguntit kemana Marina pergi. Dan benar saja, Marina memang datang mengambil uang di sebuah Bank. Mereka bahkan bisa memperkirakan berapa jumlah uang yang diambil Marina di bank tersebut."Kenapa Marina membutuhkan uang sebanyak itu?" gumam Mira yang sempat didengar Denny."Sudahlah, kita hanya butuh menguntit apa yang sebenarnya ia lakukan."Tak lama kemudian, wanita itu menuju sebuah restoran kecil di pinggir jalan tak jauh dari bank itu.Denny dan Mira tetap menguntit dan memperhatikan gerak gerik Marina yang terlihat gelisah seperti menunggu seseorang.Dan ternyata tak lama kemudian, seorang pria berhodie mendekati dan duduk di hadapan Marina.Marina menoleh kesana kemari untuk memastikan tidak ada yang melihat pertemuan mereka. Marina tahu, ini tidak benar, tapi ia ingin mengungkapkan perasaannya pada pria itu saat ini."Heh, kau datang juga akhirnya," bisik pria itu menatap puas wanita di hadapannya. "Benar, aku datang dan membawa apa yang kau minta, Mas."
Suasana semakin riuh saat mengetahui bahwa Mira adalah orang yang paling berkuasa di perusahaan tersebut.Apa ini? Mereka semakin tak percaya. Bagaimana mungkin Denny yang begitu keras dalam berusaha ternyata tidak memiliki apapun di perusahaan.Begitu juga Danu. Ia semakin tak mengerti bagaimana mungkin keluarga mereka hanya memiliki tidak lebih dari dua puluh persen saham? Kemana uang yang mereka miliki selama ini? Apakah ada suatu permainan yang dimainkan Denny untuk mengalihkan hartanya kepada istrinya?Itulah sebabnya kenapa Denny begitu berat melepaskan perusahaan itu untuknya!Dan karena kenyataan itu, Danu sangat marah lalu iapun segera keluar ruangan untuk mencari udara segar."Mas, aku minta maaf perihal Mira tadi, tapi bukankah itu yang mas Danu inginkan? Mas Danu ingin menerima tanggung jawab ini dan istriku tidak mempermasalahkannya. Untuk itu, aku juga tidak masalah." "Kenapa kau berubah pikiran? Apa kau sudah merasa cukup puas dengan permainan kamu? Kalian mengalihkan
Marina tahu, ia telah bersalah, tapi untuk kali ini saja, ia akan menuruti kemauan Dika. Ia ingin bernapas sejenak dan setidaknya tidak merepotkan Mira untuk menghadapi Dika. Selain itu, keluarganya akan merasa aman dari gangguan Dika."Sungguh, Bu. Sungguh tidak terjadi apapun denganku. Aku hanya menangis karena merindukan keluarga sehingga terasa bengkak wajahku karena menangis," ujar Marina beralasan.Meskipun tak sepenuhnya percaya, Mira menerima saja alasan Marina."Baiklah, kalau begitu cepatlah beristirahat, dan jangan lupa untuk minum vitamin kehamilan supaya tubuhmu tidak terlalu lemah.""Baik, Bu. Terimakasih."***Hari ini, Denny mengadakan pertemuan dewan direksi masalah perwakilan direktur perusahaan yang akan dipegang Danu. Ia harus memberikan pengumuman dan penyerahan alih tugas sementara. Selagi menyiapkan, Danu datang dengan wajah kesal seperti biasa."Apa maksudmu dengan alih tugas sementara? Apa kau pikir aku selemah itu?" protesnya dengan melempar map berisi undan
Marina menahan perih teramat sangat, sedangkan hatinya lebih dari itu. Ingin rasanya ia mengambil pisau yang terselip di pinggang Dika lalu menghujam pria itu dengannya. Tapi ia merasa lemah dan takut dengan bentuk kekerasan seperti itu."Marina, kau harus mengambil langkah yang bagus untuk mengambil kekayaan Denny. Anggap saja tidak perlu buru-buru, sedikit demi sedikit juga bisa kita mulai. Kau tentu bisa melakukannya."Wanita itu masih dalam memegangi pipinya yang terasa panas, ia hanya mendengar ucapan Dika dengan ketidak pastian."Sekarang aku butuh uang lima juta saja untuk membeli motor bekas, tapi bulan depan aku harus membeli motor yang baru, bagaimana, ini adil untuk kita bukan?"Kali ini Marina menatap tajam tak percaya pada pria yang di hadapannya. Ia tak percaya Dika hanyalah monster bertubuh manusia tampan. Sisi hidupnya sangat gelap maka ia tidak akan mau berada di lingkup hidup pria ini sampai kapanpun."Kenapa? Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kau kira aku tidak
Denny mendengus, "Andaikan itu mudah bagiku, aku memilih untuk bersikap tidak perduli. Tapi bagaimana lagi jika itu sudah menyangkut istri cantikku?""Hehe, menggombal ya? Sudah baikan?" tanya Mira lembut. Tangannya menjangkau rahang suaminya dengan kasih sayang.Ya, ia memang akan merasa lebih baik dengan pelukan dan senyuman Mira yang indah. Akan tetapi setelah ia kembali dalam polemik hidupnya, ia merasa sangat ingin berlari dalam pelukan wanita ini. "Tentu saja. Aku akan semakin baik kalau kau selalu seperti ini, selalu bersikap lembut dan tersenyum.""Kalau begitu, sebaiknya kita kembali ke desa saja, Mas. Dan...aku sangat setuju kalau kamu menyerahkan perusahaan ini untuk Mas Danu."Atas ucapan Mira itu, Denny membelalakkan matanya. Ia tak mengerti bagaimana bisa Mira tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini."Kenapa kita harus ke Desa? Apakah semudah itu menyerahkan perusahaan pada Mas Danu?""Iya, Mas. Setidaknya berikan kesempatan untuk mas Danu bangkit seperti kamu,. berik